Pages

Friday 2 March 2012

Tentang Televisi (Lagi), Mama

semua hal adalah belajar
Kepanjangan Dari KTP adalah …K…T…P. Dengan yakin dan percaya diri seorang murid saya menjawab pertanyaan saya setelah mengangkat tangan dan dipersilahkan berbicara. Saat itu kami sedang tebak jawab bersama. Untuk 2 detik, suasana sempat senyap. Saya terdiam. Teman-teman yang lain melongo. Kemudian meledaklah tawa berderai dari segala penjuru. Murid saya yang menjawab tadi terlihat bingung. “Benar kan, Bu ?”

Untungnya meski tertawa, teman-temanya adalah anak-anak yang menyenangkan. Mereka bukan mentertawakan kesalahan yang dibuat temannya. Tidak mengolok. Lebih kepada menanggapi ekspresi serius dan bersemangatnya murid yang menjawab. Memang, murid saya tadi menjawabnya dengan sungguh-sungguh.

Seorang temannya mengatakan kalau bukan itu kepanjangannya. Kepanjangan KTP adalah Kartu Tanda Penduduk. Alih-alih mengangguk, murid saya yang menjawab pertama kali tadi protes.

“Bu, saya pernah melihat di televisi kalau kepanjangan itu artinya kalau diucapkan dipanjang-panjangkan.”

Nah lho ! Bagaimana ini ?


Jadilah diskusi dimulai. Membicarakan tentang tayangan televisi apa yang biasa dilihat. Ternyata o la la, cukup banyak juga yang dilihat. Salah satunya adalah acara lawakan. Mungkin memang lucu kata-kata yang dilontarkan para artis panggung itu. Membuat kita tertawa. Namun perlu diingat bahwa yang lucu belum tentu yang mendidik dan bisa dicontoh bagi anak-anak di usia perkembangan.

Bagaimana pun, sebagai para dewasa, kita pun sebaiknya bijak dengan memilihkan acara televisi yang mendidik untuk anak-anak. Banyak tayangan televisi yang bagus dan membantu perkembangan mereka. Namun, sebagai para dewasa, kita pun masih harus membimbing dan membantu mereka memilih program tayangan yang sesuai dengan usianya. Sebisa mungkin pula menemani sehingga bisa menjelaskan adegan, kata-kata, dan perilaku dari para artis televisi yang kerap membingungkan mereka. Menjadikan anak-anak paham perilaku atau ucapan mana yang bisa ditiru dan tidak bisa ditiru.

Seperti kejadian yang terjadi pada murid saya di atas mungkin tak akan terjadi jika ada pendampingan dari para dewasa saat melihat televisi. Meskipun tak bisa dipungkiri banyak dari kita, para dewasa ini yang karena kesibukan menjadikan waktu untuk menemani menonton terbatas sekali. Namun bukan tidak mungkin bukan ? Menyenangkan pula bila kita, para dewasa ini membuat jam keluarga untuk menonton televisi bersama. Akan jadi saat-saat berkualitas bersama anak-anak.

Bagaimana pun, perlu diingat oleh kita semua bahwa mengijinkan anak-anak menonton televisi haruslah dengan aturan dan daftar tayangan yang jelas. Sebisa mungkin meminimalisasi tayangan-tayangan yang mengekspos perilaku agresif, berbahaya, dan menimbulkan ketakutan. Lebih baik memilih tayangan yang mendidik dan membangun imajinasi. Televisi bukanlah pengganti orang tua atau bahkan pengasuh anak-anak di kala sendirian sebab televisi memiliki dua sisi yang saling bertentangan, dampak baik dan dampak buruknya.

1 comment:

  1. Beberapa keponakan katanya sudah ikut-ikutan berbohong mengikuti teladan di televisi. Untuk mengelak dari kesalahan karena pulang k...e rumah telat, "dari mana tadi" dijawab "tidak tahu", "lupa". Pertanyaan "sampai rumah jam berapa" dijawab "lupa", "tidak melihat jam". Semua anak bercita-cita jadi selebritas.

    "Apa tho selebritas kuwi?" ada yang bertanya. Lihat, lanjutnya menunjuk acara televisi di pagi hari. Remaja jadi pelengkap tak penting program televisi, berjajar-jajar berdiri di belakang penyanyi, menggerakkan tangan kaki seadanya. Apa mereka tidak sekolah? Mahasiswa, dengan jaket universitasnya, menjadi penggembira acara talk show konyol-konyolan. Mereka tidak menghargai intelektualialitas. Lalu, buat apa jadi mahasiswa.

    Orang tidak membereskan apa yang menjadi kewajiban pokok. Semua orang melakukan apa saja, kecuali tugas pokok.

    (Ratu Adil- Bre Redana, Kompas Minggu 4 Maret 2012)

    ReplyDelete