Pages

Saturday 10 December 2016

Petualangan 18 Hari (part 2)

Jogja! Jogja! Akhirnya ke kota ini kembali. Senang rasanya. Kami menginap di daerah Pakualaman. Suasana akrab menyenangkan. Sebenarnya waktu check-in masih satu jam lagi namun karena kebetulan kamarnya kosong, maka kami dipersilahkan masuk. Lumayan bisa selonjoran sebentar. Ini nih yang saya suka kalau bepergian tidak di saat-saat libur, selain harga-harga lebih murah juga tidak penuh orang saat mau kemana-mana. Kita tetap homeschooling saja ya, Nak (hehehehe).

Berdasarkan kesepakatan bersama, saat Ayah kerja, saya dan Si Bocah akan bermain berdua. Si Bocah menolak. Ingin langsung bermain bersama ayahnya. Apalagi ketika tahu ada kolam renang. Merengek minta berenang.

Mendengar kerewelan ini, kami diam. Menunggu tanpa berkomentar. Kebiasaan yang sangat dipahami Si Bocah sebenarnya. Tidak sampai dua menit, dia berhenti merengek (karena tahu akan sia-sia sebab kami tetap tidak memenuhi permintaannya)

‘Aku sudah tidak menangis, Nda. Ini, aku senyum’, katanya sambil memeluk. Saya tersenyum sambil merangkulnya. ‘Boleh Bunda, bicara sebentar?’ Si Bocah mengangguk.

Kami pun kemudian berdiskusi bertiga. Menjelaskan kembali bahwa perjalanan ini untuk keperluan bersama. Ada keperluan ayah, ada keperluan bunda, dan ada keperluan anak. Masing-masing harus menghormati. Bila ayah sedang sibuk dengan keperluannya, maka bunda dan Si Bocah harus menghormati. Berkegiatan yang lain sampai ayah selesai. Demikian pula bila bunda ada keperluan. Ayah dan Si Bocah beraktivitas bersama. Bila sudah waktu keperluan anak, maka ayah bunda pun fokus menemani kegiatan Si Bocah.

Si Bocah usia 3,5 tahun itu diam. Mengerti ? Iya. Tidak ada protes muncul. Aturan main ini memang sudah kami lakukan sejak dia berusia 2 tahun. Sejak kami mulai membawanya kemana-mana saat beraktivitas.

Awalnya memang tidak mudah. Tangis, protes, dan kerewelan-kerewelan mewarnai dalam perjalanan menerapkan aturan main ini. Banyak pandangan dari orang entah kami kenal atau tidak terlihat aneh saat Si Bocah rewel dan kami diamkan saja. Terutama bila rewel di tempat umum (kami belajar tahan malu sejak jadi ortu hehehehe).

Seiring berjalan waktu dan konsistensi kami, Si Bocah memahami aturan main ini. Tidak ribet dan tak perlu aturan main terlalu banyak saat mengajaknya pergi. Ayo saja kalau diajak kemana-mana.
Jadilah kemudian ayah pergi ke Bulak Sumur dan saya dengan Si Bocah ke Rumah Pintar. Bermain sepuasnya di sana. Suasana tidak terlalu ramai sehingga nyaman mau main apa saja. Meski pulang-pulang, basah kuyup karena kehujanan tetapi kami senang.

Berbeda saat hari Sabtu ketika ayah bergabung. Rumah pintar sangat ramai. Saat itu, ruang PAUD sedang direnovasi. Akhirnya kami masuk ke gedung oval.Saaat memutuskan ke sana, saya tidak berekspektasi apa-apa terhadap Si Bocah. Saya tahu bahwa di dalam banyak hal menarik dan percobaan menyenangkan. Saya ingin Si Bocah tahu dan melihat bagaimana reaksinya. Hanya itu. Sebab sejujurnya, Si Bocah saya bertipe pengamat juga melankolis yang perlu waktu untuk beradaptasi.

Di luar dugaan, reaksi Si Bocah membuat saya takjub. Benar kiranya anak adalah pembelajar sejati. Bila dia nyaman, senang, dan tertarik, maka semua akan dijelajahi. Berbinar-binar matanya. Lari ke sana kemari. Bertanya apa ini apa itu. Mengapa begini mengapa begitu. Mencoba semua yang dilihat. Memencet, menyentuh, melempar, mengayuh, masuk, atau apapun. Semua terlihat menarik. Saking menariknya, ketika sampai pada petunjuk ‘keluar’, Si Bocah menangis hehehehe.

Belajar cukup memang perlu. Senang tidak bisa terus-terusan, begitu pula sedih. Bergantian datang silih berganti. Itulah hidup. Kembali kami ngobrol. Mengingatkan tentang keperluan. Keperluan ayah sudah. Keperluan anak sudah. Tinggal keperluan bunda.

‘Bunda ada janji bertemu teman-temannya. Kita temani, yuk!’ ajak Si Ayah. ‘Nanti kita bermain lagi.’

‘Bunda juga punya teman di sini ?’ Saya mengangguk. ‘Sama baiknya seperti teman Bunda di Surabaya ?’

‘Iya. Sama baiknya. Nanti kamu bisa berkenalan dengan mereka.’

Kami pun kembali menyusuri jalan-jalan yang dulu akrab sekali. Ke Jogja serasa pulang. Selalu disambut dengan kenyamanan dan suka cita teman-teman. Begitu hangat menenangkan meskipun kami berbeda dan bertahun-tahun tak bertemu.

Semoga Si Bocah pun mampu menjalin pertemanan yang indah kelak.  Teman seperti teh yang selalu aku pesan bila ke kota ini. Anget, manis, dan ngangeni.

  

1 comment: