Akhirnya kembali ke
Depok. Setelah 18 hari kami ke beberapa kota di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur.
‘Hore! Bisa melihat
Peppa Pig dan Pocoyo lagi!’ sorak Si Bocah kegirangan. Kegembiraan yang
sejujurnya juga dirasakan oleh saya, ibunya. Bertemu sinyal internet yang
memadai kembali. Bisa mengakses materi webinar yang tidak bisa diikuti. Bisa
berhahahihi dengan internet kembali (lebay hehehe).
Meski sebenarnya,
perjalanan 18 hari itu pun tidak kalah serunya.
Berawal dari undangan
pernikahan seorang kawan di Wonogiri dan rencana reuni kecil saya dengan dua
teman tercinta saat bersekolah di Yogyakarta, kami memutuskan untuk bepergian
bersama.
Rencana awal hanya 4
hari lalu kembali ke Depok. Naik kereta ekonomi agar irit hehehe.
Apa daya, dua hari
menjelang keberangkatan, Si Ayah mendapat undangan mengisi materi di
almamaternya. Kalau naik kereta tidak bisa datang tepat waktu karena baru tiba
malam hari padahal undangannya sore hari.
Mengecek harga tiket
pesawat Jakarta – Yogya lumayan sekali kalau buat bertiga. Melihat tiket kereta
setali tiga uang dengan harga yang tersisa (pesan tiket kereta memang paling
nyaman jauh-jauh hari, bisa mendapat harga paling murah). Hampir saja undangan
tidak dipenuhi. Iseng saya mengecek tiket pesawat Jakarta – Solo. Wuih,
langsung berbinar-binar rasanya. Selisih yang lumayan sekali. Apalagi naiknya
dari Halim Perdana Kusumah yang lebih dekat jaraknya. Masalah subuh-subuh harus
berangkat itu hal biasa. Yang penting sekali pergi, beberapa kerjaan terlampaui
hehehehe. Solo – Yogya bisalah nanti ditempuh dengan kereta Pramex.
Urusan tiket selesai.
Beralih ke agenda bagaimana menceritakan perubahan ini kepada Si Bocah.
‘Tidak jadi naik
kereta? Mengapa ?’
‘Karena Ayah ada
pekerjaan pada sore hari. Kalau naik kereta kita baru sampai malam hari.’
‘Jadi naik pesawat?
Pagi – pagi berangkatnya?’ saya mengiyakan. Si Bocah setuju. Berpesan kalau
belum bangun, dibangunkan jangan ditinggal ( hehehe, pastilah nak. Tidak
mungkin kamu ditinggal).
Solo. Bandaranya
kecil namun cukup rapi. Ada bus bandara sebenarnya namun karena jarang dan
tidak terlalu paham jalan-jalan di kota ini, kami memilih naik taksi. Tujuannya
adalah mencari sarapan soto di selatan Mangkunegaran yang direkomendasikan
seorang teman. Sepanjang jalan, kami menikmati suasananya. Kota kecil yang
semakin rapi dengan trotoar yang cukup nyaman untuk pejalan kaki.
Benar kata seorang
teman bahwa kalau ingin tahu makanan yang enak itu maka bertanyalah pada orang
yang tinggal di sana. Soto rekomendasi teman Si Ayah enak sekali (terutama paru
gorengnya). Si Bocah pun habis setengah porsi soto dan empat tusuk sate telur
puyuh. Soto Triwindu. Pertama masuk ke sana, saya sudah merasa kalau ini rumah
makan lama. Dari desain peralatan yang digunakan sampai orang-orang yang datang.
Sudah terlihat sepuh-sepuh dan ditemani oleh anak atau cucunya. Wah, ternyata
soto ini sudah ada sejak 1939 (lebih mudah dua puluh tahun saja dengan Nyonya
Meneer hihihi).
Usai sarapan, tujuan
selanjutnya adalah Stasiun Balapan. Bersyukur jarak rumah makan dan stasiunnya
cukup dekat sehingga kami naik becak ke sana.
Jadwal Kereta Pramex
tujuan Yogya ternyata masih satu jam setengah. Cukup lama. Kami memutuskan
menunggu. Agar tidak bosan, Si bocah kami ajak bermain. Mulai dari petak umpet,
melihat hampir semua gambar di stasiun, makan roti O sampai menghitung jumlah
tiang stasiun.
Kereta yang ditunggu
datang. Solo – Yogya yang bisa ditempuh hanya dengan delapan ribu rupiah ini
ternyata banyak peminatnya. Tiket kereta tanpa nomor kursi, jadi kami pun larut
dalam perjuangan mencari tempat duduk.
Seru juga rasanya. Kegembiraan
dapat tempat duduk berubah menjadi panik saat Si Bocah dengan polosnya bilang
ingin ke kamar kecil. Hah ? Lima menit lagi kereta berangkat, dan toilet 100
meter lebih jaraknya. Setelah berdiskusi sebentar, Si Ayah segera menggendong
Si Bocah turun. Saya menunggu sambil menjaga tiga ransel kami.
Bunyi peluit tanda
kereta akan berangkat cukup membuat saya gelisah. Untunglah ternyata Si Ayah
dan Si Bocah sudah naik dan sedang berjalan menyusuri gerbong.
Si Ayah bercerita
ketika sedang bergegas sampai toilet, Si Bocah bukannya panik, malah tertawa
senang. ‘Run fast, Ayah!’ teriaknya. Si Ayah yang sempat merasa dongkol jadi
merasa geli teringat sebuah adegan di Forrest Gump. Ah, lega rasanya. Kereta
menuju Yogya. Si Bocah yang kenyang dan sudah ‘plong’ terlihat lelap di
pangkuan saya.
He3x ... Aro-Peppa ...
ReplyDeleteAro saja, katanya. Tanpa embel-embel apapun. :-)
DeleteMben saingane sing ndelok pororo mbek upin ipin iki hehehe
ReplyDeletehehehehehe
Delete