Pages

Thursday 8 December 2016

Petualangan 18 Hari (part 1)


Akhirnya kembali ke Depok. Setelah 18 hari kami ke beberapa kota di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

‘Hore! Bisa melihat Peppa Pig dan Pocoyo lagi!’ sorak Si Bocah kegirangan. Kegembiraan yang sejujurnya juga dirasakan oleh saya, ibunya. Bertemu sinyal internet yang memadai kembali. Bisa mengakses materi webinar yang tidak bisa diikuti. Bisa berhahahihi dengan internet kembali (lebay hehehe).

Meski sebenarnya, perjalanan 18 hari itu pun tidak kalah serunya.

Berawal dari undangan pernikahan seorang kawan di Wonogiri dan rencana reuni kecil saya dengan dua teman tercinta saat bersekolah di Yogyakarta, kami memutuskan untuk bepergian bersama.

Rencana awal hanya 4 hari lalu kembali ke Depok. Naik kereta ekonomi agar irit hehehe.
Apa daya, dua hari menjelang keberangkatan, Si Ayah mendapat undangan mengisi materi di almamaternya. Kalau naik kereta tidak bisa datang tepat waktu karena baru tiba malam hari padahal undangannya sore hari.

Mengecek harga tiket pesawat Jakarta – Yogya lumayan sekali kalau buat bertiga. Melihat tiket kereta setali tiga uang dengan harga yang tersisa (pesan tiket kereta memang paling nyaman jauh-jauh hari, bisa mendapat harga paling murah). Hampir saja undangan tidak dipenuhi. Iseng saya mengecek tiket pesawat Jakarta – Solo. Wuih, langsung berbinar-binar rasanya. Selisih yang lumayan sekali. Apalagi naiknya dari Halim Perdana Kusumah yang lebih dekat jaraknya. Masalah subuh-subuh harus berangkat itu hal biasa. Yang penting sekali pergi, beberapa kerjaan terlampaui hehehehe. Solo – Yogya bisalah nanti ditempuh dengan kereta Pramex.

Urusan tiket selesai. Beralih ke agenda bagaimana menceritakan perubahan ini kepada Si Bocah.

‘Tidak jadi naik kereta? Mengapa ?’

‘Karena Ayah ada pekerjaan pada sore hari. Kalau naik kereta kita baru sampai malam hari.’

‘Jadi naik pesawat? Pagi – pagi berangkatnya?’ saya mengiyakan. Si Bocah setuju. Berpesan kalau belum bangun, dibangunkan jangan ditinggal ( hehehe, pastilah nak. Tidak mungkin kamu ditinggal).

Solo. Bandaranya kecil namun cukup rapi. Ada bus bandara sebenarnya namun karena jarang dan tidak terlalu paham jalan-jalan di kota ini, kami memilih naik taksi. Tujuannya adalah mencari sarapan soto di selatan Mangkunegaran yang direkomendasikan seorang teman. Sepanjang jalan, kami menikmati suasananya. Kota kecil yang semakin rapi dengan trotoar yang cukup nyaman untuk pejalan kaki.

Benar kata seorang teman bahwa kalau ingin tahu makanan yang enak itu maka bertanyalah pada orang yang tinggal di sana. Soto rekomendasi teman Si Ayah enak sekali (terutama paru gorengnya). Si Bocah pun habis setengah porsi soto dan empat tusuk sate telur puyuh. Soto Triwindu. Pertama masuk ke sana, saya sudah merasa kalau ini rumah makan lama. Dari desain peralatan yang digunakan sampai orang-orang yang datang. Sudah terlihat sepuh-sepuh dan ditemani oleh anak atau cucunya. Wah, ternyata soto ini sudah ada sejak 1939 (lebih mudah dua puluh tahun saja dengan Nyonya Meneer hihihi).

Usai sarapan, tujuan selanjutnya adalah Stasiun Balapan. Bersyukur jarak rumah makan dan stasiunnya cukup dekat sehingga kami  naik becak ke sana.

Jadwal Kereta Pramex tujuan Yogya ternyata masih satu jam setengah. Cukup lama. Kami memutuskan menunggu. Agar tidak bosan, Si bocah kami ajak bermain. Mulai dari petak umpet, melihat hampir semua gambar di stasiun, makan roti O sampai menghitung jumlah tiang stasiun.

Kereta yang ditunggu datang. Solo – Yogya yang bisa ditempuh hanya dengan delapan ribu rupiah ini ternyata banyak peminatnya. Tiket kereta tanpa nomor kursi, jadi kami pun larut dalam perjuangan mencari tempat duduk.  

Seru juga rasanya. Kegembiraan dapat tempat duduk berubah menjadi panik saat Si Bocah dengan polosnya bilang ingin ke kamar kecil. Hah ? Lima menit lagi kereta berangkat, dan toilet 100 meter lebih jaraknya. Setelah berdiskusi sebentar, Si Ayah segera menggendong Si Bocah turun. Saya menunggu sambil menjaga tiga ransel kami.

Bunyi peluit tanda kereta akan berangkat cukup membuat saya gelisah. Untunglah ternyata Si Ayah dan Si Bocah sudah naik dan sedang berjalan menyusuri gerbong.

Si Ayah bercerita ketika sedang bergegas sampai toilet, Si Bocah bukannya panik, malah tertawa senang. ‘Run fast, Ayah!’ teriaknya. Si Ayah yang sempat merasa dongkol jadi merasa geli teringat sebuah adegan di Forrest Gump. Ah, lega rasanya. Kereta menuju Yogya. Si Bocah yang kenyang dan sudah ‘plong’ terlihat lelap di pangkuan saya.










  




4 comments: