Pages

Wednesday 29 June 2011

Berkawan Dengan Kecewa

Salah satu murid saya menangis tersedu ketika mengetahui dia tidak menang dalam sebuah perlombaan. Dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri ketika melakukan sebuah kesalahan atau kalah dalam suatu hal. Perasaan marah pada diri sendiri membuatnya menarik diri. Pelampiasannya kemudian dengan menangis tersedu-sedu. Pada saat seperti itu, murid saya memerlukan waktu sendiri sejenak untuk mengontrol emosinya. Bila kita, para dewasa ‘memaksa’ bertanya, yang terjadi adalah dia semakin tertekan dan tersedu.
Anak-anak. Dunia yang tampak ceria di mata para dewasa itu ternyata juga membawa ilustrasi sedih di dalamnya. Perasaan tertekan, marah, kecewa, sakit hati, tidak puas, dan kurang percaya diri tetap dimiliki oleh mereka. Anak-anak itu. Gambaran tentang murid saya tadi sebagai contohnya. Ketika saya konsultasikan keadaannya, sang ibu membenarkan tuntutan menjadi yang terbaik dan yang sempurna dari ayahlah yang membuatnya tumbuh begitu. Kekecewaan yang tersirat pada raut dan sikap ayah, membuat murid saya belajar untuk selalu menjadi yang terbaik. Dia akan sangat marah dan kecewa bila gagal.
Sebagai para dewasa, yang bisa kita sebenarnya lakukan adalah membantu mereka dalam mengendalikan segala rasa tidak nyaman dan kecewa itu. Menunjukkan kepada mereka bahwa apa yang telah mereka lakukan dan usahakan lebih berarti daripada hasil akhirnya. Menang atau kalah, baik atau jelek adalah urusan berbeda. Yang penting usaha dan telah berani mencoba. Semangat positif inilah yang akan mampu memperkuat mental anak-anak ketika kecewa.
Namun yang terjadi adalah kita, para dewasa kerap secara tidak sadar melakukan kesalahan dengan memperparah rasa tidak nyaman itu. Kita kerap mengolok dan mengatakan sesuatu yang mereka buat tidak bagus, jelek, tidak rapi, dan sederet kata negatif lainnya. Alih-alih mengejek, apakah tidak lebih bijak bila kita memuji sambil pelan-pelan membimbingnya ?
Saya teringat seorang pelukis di televisi (TVRI) ketika masih kecil. Pak Tino Sidin. Beliau mengajarkan menggambar. Beliau selalu mengatakan bagus pada setiap coretan yang dibuat anak-anak. Dulu saya heran, mengapa gambar yang sepertinya asal dan semrawut oleh Pak Tino dikatakan bagus.
Baru setelah sepuluh tahun, saya pun mengerti. Apa yang dilakukan Pak Tino adalah gambaran seorang dewasa yang bijaksana dan mengerti perasaan anak. Menghargai dan mendidik. Bukan gambarnya yang penting, Pak Tino lebih menekankan kepada kepercayaan diri pada anak. Penghargaan kepada mereka akan memberikan satu pegangan untuk menjadi lebih percaya diri.
Demikian juga dukungan kepada anak ketika mereka berlomba. Harapan untuk menang memang sah-sah saja dimiliki sebagai penyemangat. Namun yang lebih penting adalah apresiasi ketika anak kita kalah. Bagaimana mengajarkan tentang berkawan dengan kecewa dan bermental juara kepada anak-anak. Mental juara bukanlah orang yang siap menang. Mental juara adalah kemampuan berjuang sampai akhir dan ketika kalah bangkit kembali siap untuk sesuatu yang baru.
Merasa sedih dan kecewa sangat manusiawi ketika kita berada pada kondisi yang tidak kita inginkan. Begitu pula dengan anak-anak. Namun seyogyanya kita pun mampu berkawan dengan perasaan kecewa itu. Tidak perlu menyesali dan menyalahkan siapa pun, namun mengambil pelajaran di dalamnya. Sebagai para dewasa, kita pun harus pula siap berkawan dengan kecewa.
Tidak adil kalau kita menginginkan sesuatu pada mereka dan ketika gagal, segala kesalahan kita letakkan pada anak-anak. Belajar memberi penghargaan atas hasil kerja keras dan ketekunan yang dicapai anak akan lebih memperkuat pribadi pada anak itu sendiri. Mari kita semua belajar berkawan dengan kecewa untuk mental juara anak-anak negeri ini.

6 comments:

  1. Masyarakat yg terbiasa menilai 'hasil' dan tidak terbiasa menunggu dengan sabar sebuah 'proses' selalu menuntut segalanya serba 'instant'. Makanya tak heran bila dongeng tentang jin, peri dengan peralatan sihirnya dan sesuatu yang ajaib begitu laku.

    ReplyDelete
  2. Ya, instant atau tidak instant semua adalah pilihan dan membawa resiko masing-masing.

    ReplyDelete
  3. senang ato kecewa tu dah pasti ada wong memang y itu teman dekate harapan
    kalo g mau kecewa y jangan berharap, gampang to
    orang jawa slalu bilang "sujune ato untunge..." untuk menyatakan rasa bersyukur mereka bila mendapati kenyataan yg tak sesuai dg harapan mereka.

    ReplyDelete
  4. Sip deh, mungsuh wong jowo untung terus pokoke hahahahahaha, pokoke pokoke...

    ReplyDelete
  5. Nggak hanya untuk anak-anak, untuk yg dewasa saja kadang proses itu jd terlupakan, usaha & ikhtiar tidak dipandang lg....hasil jelek ya jelek.... padahal perlu keberanian, kekuatan, ketabahan & kerja keras untuk proses kesana...... kit belajar bareng aja yuk utk lebih menghargai usaha, sambil positif thingking terhadap hasil yg semoga baik...

    ReplyDelete
  6. Iya Mbak, semangat !!! Tengs ya mau mampir, kapan-kapan mampir lagi :-)

    ReplyDelete