Pages

Wednesday 29 June 2011

Only Ten Minutes

Sebelum memulai aktivitas pembelajaran setiap paginya, ada satu kegiatan yang biasa saya lakukan dengan anak-anak. Kami namakan kegiatan ini sebagai morning meeting. Kegiatan ini kami lakukan setelah selesai berdoa bersama. Biasaya saya mulai dengan menyapa mereka. Selamat pagi, ada yang bersedih hari ini ? Ada yang bangun kesiangan ? Ada yang belum sarapan ? Atau sederet pertanyaan pembuka lainnya.

Lalu kami pun membincangkan banyak hal. Semuanya berbeda setiap hari. Tentang perasaan yang dirasakan, tentang sarapan, tentang kata baru yang baru didengar, tentang sesuatu yang sedang terjadi, tentang sholat, atau saya bercerita, dan banyak lagi. 

Anak-anak sangat antusias dan waktu sepuluh menit kerap kurang. Banyak dari anak-anak yang kadang belum mendapat giliran bercerita. Namun di awal kegiatan, telah saya tekankan bahwa kegiatan ini hanya sepuluh menit. Apabila bila ada anak yang belum berkesempatan berbicara, maka akan ada kesempatan berbicara hari selanjutnya.

Pada awalnya, semua anak melakukan proses menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku. Ada anak yang terlihat tenang dan menerima ketika belum mendapat giliran berbicara, ada anak yang cemberut, ada anak yang tidak mau mengalah, ada anak yang tidak peduli dengan temannya dan selalu ingin berbicara, ada anak yang ya terserahlah. 

Sebagai guru, saya mengamati semuanya. Segala macam perasaan baik yang nyaman maupun tidak nyaman pada anak-anak tergambar jelas pada ekspresi mereka. Meskipun kadang mereka diam pun, melalui bahasa tubuhnya akan terlihat apakah seorang anak itu merasa nyaman atau tidak. 

Pelan-pelan, saya tanamkan pula pengertian pentingnya saling menghargai dan mendengarkan antar-teman. Semua memiliki hak sama untuk didengar dan mendengar. Bila ada yang melanggar ketentuan yang berlaku, maka akan dilakukan tindakan bertahap. 1) diingat, 2) diingatkan, 3)dipersilahkan tidak ikut berkegiatan.

Anak-anak adalah pembelajar. Mereka meniru apa yang dilakukan dan diteladankan. Proses penyesuaian diri pada aturan tersebut untuk anak-anak saya kelas satu sekolah dasar bisa berjalan lancar setelah term pertama (tiga bulan). Hasilnya mengesankan. 

Sebagai contoh ketika anak ramai, sibuk berbicara sendiri, tidak mau mendengarkan temannya berbicara, tidak pernah saya berteriak atau meninggikan suara. Bila ketika anak-anak ramai dan kita pun ikut berteriak untuk menenangkan, maka yang terjadi adalah kekacauan, bukan keheningan. Kelas dapat dipastikan seperti pasar. Semakin ramai anak, suara saya akan semakin lirih. Biasanya saya menyanyi. Awalnya itu siasat mencuri perhatian namun seiring berjalannya waktu, mereka belajar bahwa waktunya untuk tenang. Setiap aturan dalam proses membiasakan kepada anak-anak yang terpenting adalah konsistensinya. 

Pada kegiatan morning meeting ini pun meskipun santai tetap ada aturan mainnya. Kegiatan ini saya rasakan kemudian juga memberi kontribusi positif bagi saya dan anak-anak.

Selain untuk menjalin komunikasi dengan anak-anak, juga merupakan satu cara saya mengetahui mereka dari sisi berbeda (bukan dari peraihan nilai pelajaran saja). Tak jarang apa yang mereka alami dan situasi di rumah bisa saya tahu dari kegiatan ini. Memberi motivasi pun kerap saya lakukan pada kegiatan ini dengan bercerita tentang sesuatu. 

Pada anak pun, selain memberi tempat mereka menceritakan uneg-unegnya juga ajang belajar menghargai orang lain. Mereka belajar berbicara sekaligus juga belajar mendengarkan. Mereka juga belajar bermasyarakat dan mengenal aturan. Anak yang paling pemalu di awal masuk kelas satu, pada semester kedua menjadi anak yang cukup aktif dan mampu menceritakan pemikirannya. 

Berkat kegiatan sepuluh menit setiap pagi. Morning meeting.

2 comments:

  1. saya butuhkan 15 tahun untuk merubah diri. dari seseorang yang tidak PD, g bisa ngomong dan gampang tertekanmenjadi berkurang banyak. namun sifat gila harta kok g hilang-hilang ya...ha3x

    ReplyDelete