Minggu lalu, akhirnya
Saya dan Si Bocah menemani Ayah ‘jalan-jalan’ lagi. Perjalanan yang lumayan
jauh dan berbeda. Jauh karena kami ke luar kota dan berbeda karena kami
bersepakat menggunakan angkutan umum murah sepanjang perjalanan (bukan online juga lho).
Kami bersepakat naik kereta
api ekonomi Tawang Jaya sebab sampai di Poncol- Semarang nanti masih pagi, jadi
waktunya longgar. Berangkat dari Stasiun Depok Lama kami naik KRL disusul naik
bajaj ke Pasar Senen.
Seperti biasa, karena
bepergian dengan angkutan umum, kami membatasi barang bawaan hanya 3 tas dan
dino. Ransel saya untuk kali ini absen diganti tas selempang karena ada bagian yang
sobek. Sedikit mengurangi isinya karena kapasitas tas yang lebih sedikit. Namun
barang bawaan wajib tetap ada. Buah dan ada Tempra kali ini sebab Si Bocah
kurang fit kondisinya.
Teringat saat
bepergian ke Surabaya beberapa waktu lalu, malam-malam Si Bocah panas tinggi
dan minum air putih saja belum menurunkan panasnya. Jelas kami panik. Jarum jam
sudah menunjuk ke angka dua belas. Mencari obat penurun panas bukan hal mudah
di saat-saat seperti itu meski akhirnya Si Ayah dapat Tempra Paracetamol. Berkat
syrup rasa anggur ini, Si Bocah lebih mendingan
dan pulih kembali setelah minum jus apel esok harinya. Campur aduk namun endingnya lega sekali. Merujuk kondisi
inilah, saya tidak mau panik untuk kedua kalinya hehehehe.
Stasiun Pasar Senen
yang ruwet dan ramai, kesan saya malam itu. Jelas berbeda dengan Stasiun
Gambir. Perlakukan petugasnya, perilaku para calon penumpang, juga suasananya. Namun,
karena sudah bertekad menanam banyak kenangan dan pengalaman buat Si Bocah, kami
menikmatinya. Termasuk naik moda transportasi jenis apapun. Nyaman dan
menyenangkan bagi kami adalah tentang mengelola hati dan pikiran, bukan melulu
pada ‘naik apa kita’.
Pengalaman kami
membawa Si Bocah kemana-mana, kuncinya adalah pada ortunya sendiri. Kalau sepanjang
perjalanan ortunya senang dan menyenangkan berinteraksi dengan anaknya (tidak
sibuk dengan gawai, tidak tidur meski mengantuk sekali hehehehe), semua akan
baik-baik saja. Tidak ada kerewelan atau drama-drama mengharubiru, sebab anak-anak
merasa nyaman dan aman bersama ortunya (meski naik kereta ekonomi jarak jauh sekalipun
lho).
Perjalanan menuju
Semarang Poncol lancar. Kereta hanya telad 15 menit dari jadwal yang ada. Sesampainya
di Poncol, kami pun membeli tiket kereta api jarak pendek menuju Ngrombo -
Purwodadi. Blora Jaya.
Saya cek tiket yang
ada. Hati saya mulai resah melihat di sana tertulis tanpa tempat duduk. Meski perjalanan
hanya memakan waktu sejam sepuluh menit, namun jujur kalau harus berdiri, saya
menyerah. Terbayang dulu saat masih setiap akhir pekan ulang alik
Surabaya-Kediri dengan Kereta api Dhoho, harus berdiri bila tidak mendapatkan
nomer kursi. Aduh, capainya. Tidak lagi deh.
Si Ayah menyakinkan
kalau tempat duduknya bebas. Hah ? Hari gini ? Masih ada kereta api tanpa nomor
tempat duduk ? Saya jelas tidak percaya. Apalagi melihat penampakannya kereta. Kegelisahan
saya sempat terbaca Si Bocah. Bertanya ada apa dan mengapa kok saya gelisah.
Mendengar tanyanya, alarm saya berbunyi. Sambil tersenyum saya menjawab kalau sedang bingung karena tidak ada nomor tempat duduk di tiketnya. Si Bocah mengangguk (entah paham atau tidak), namun kemudian berkata kalau duduk saja dulu seperti kata Ayah. Heh ?
Mendengar tanyanya, alarm saya berbunyi. Sambil tersenyum saya menjawab kalau sedang bingung karena tidak ada nomor tempat duduk di tiketnya. Si Bocah mengangguk (entah paham atau tidak), namun kemudian berkata kalau duduk saja dulu seperti kata Ayah. Heh ?
Jujur saya kaget
dengan reaksi Si Bocah. Alih-alih membantah, saya duduk menurutinya. Sampai kereta
berjalan, ternyata memang tidak ada yang meminta tempat duduk yang saya
tempati. Olala, c’èst surprise !
Perjalanan yang
tenang. Si Bocah duduk bersama ayahnya sambil ngobrol entah apa. Saya asyik melihat hutan jati di kanan kiri
kereta sambil sesekali menyesap kopi. Hehehe, bahagia ternyata, dan tidak harus
selalu dengan sesuatu yang mahal.
Stasiun Ngrombo. Di
sebelah selatan Kota Purwodadi. Stasiun kecil yang diaktifkan kembali. Tidak terlalu
ramai namun cukup bersih.
Menuju Purwodadi,
kami naik angkot. Suasana jawa khas aksen utara terasa sekali. Si Mbok yang
pulang dari pasar. Ibu yang menjemput anaknya pulang sekolah. Bapak calo sapi
yang turun di pasar hewan. Si Mbah yang entah membawa apa di gendongannya. Si
Ayah yang lahir dan besar di wilayah sini saja agak kagok, apalagi kami, saya dan Si Bocah. Meski merasa ‘agak aneh’
dengan logat mereka, namun kami merasakan suasana yang ramah. Terbukti saat
seorang mbok bilang ‘Panas yo, Le?’ ke Si Bocah yang berkeringat sekali,
dia tersenyum (biasanya diam saja ketika seorang yang tidak dikenalnya mengajak
bicara).
Di Purwodadi, kami
sempat mampir di rumah seorang teman ayah. Seorang petani kota dan pembuat sale
pisang yang enak. Menunggui ayahnya ngobrol,
Si Bocah bertemu teman baru seumuran usianya. JJ namanya.
Menarik melihat anak-anak
berinteraksi. Tanpa perlu mengetahui nama, mereka bisa bermain bersama. Memang perlu
waktu tetapi tak lama. JJ yang ceria dan penuh cerita bertemu dengan Si Bocah
yang sedikit introvert. Namun perbedaan karakter itu tak menghalangi mereka
untuk bermain dan kejar-kejaran di sela tanaman cabai puyang dan bunga kenanga.
Terlihat ceria dan bahagia.
Ah, anak-anak. Kalian
adalah ciptaan Tuhan yang luar biasa. Dari kalianlah kerap kami belajar bahagia
tanpa perlu alasan yang rumit. Kalianlah guru kehidupan sebenarnya.
Perjalanan yang menarik. Belabor bersama bagaimana sebuah perjalanan harus diorganisir oleh sebuah tim bernama keluarga apalagi menggunakan kendaraan umum. Namun yang terpenting adalah menikmati perjalanan :-)
ReplyDeleteItu kalau pakai lagunya keluarga cemara begini bunyinya, harta yang paling berharga adalah keluarga :-) Terima kasih apresiasinya ya.
DeleteSeumur-umur saya diajak berlibur oleh ayah dan Ibu bersama keluarga lengkap hanya sekali. Maklum, ayah sibuk dengan urusan ini itu yang belakangan saya pikir memang lebih penting didahulukan daripada liburan keluarga--selain juga waktu itu ekonomi keluarga kami terbatas. Pun demikian, pengalaman sekali seumur hidup itu senantiasa membekas. Saya masih ingat betapa riangnya saya dan dua adik perempuan saya waktu itu, meskipun kami naik bus untuk pergi ke Kebun Binatang Surabaya. Saya membenci bau Bus, apapun jenisnya, dan bahkan ketika saya dewasa dan mesti berdamai dengan moda transportasi itu, saya masih sering pusing ketika berada di dalamnya. Tapi perjalanan ke Kebun Binatang itu adalah sesuatu yang ajaib. Tidak ada pusing, tidak ada bau, semuanya baik-baik saja dan membahagiakan. Barangkali benar kata Mbak Erna bahwa kebahagiaan adalah soal bagaimana kita mengelola perasaan kita.Tapi yang penting dari kisah saya tersebut adalah, saya merasa kebahagiaan saya waktu itu berpengaruh pada banyak hal di kemudian hari. Barangkali ini berlebihan, tapi saya sering berpikir bahwa jika kemudian hari ini saya bisa bahagia, itu karena saya selalu ingat kalau memiliki ayah, ibu dan adik-adik yang hangat. Dan ingatan itu salah satunya berpusar di antara kenangan liburan keluarga satu-satunya.Senang sekali membaca tulisan ini. Dan tentunya Pijar memiliki segunung harapan untuk bahagia, dengan keluarga yang hangat dan sederet perjalanan bersama yang bersemangat.
ReplyDeleteAduh, terharu membaca komennya. Kenangan masa kecil memang luar biasa sekali melekat ya. Terima kasih sharing ceritanya dan apresiasinya. Terima kasih pula doanya untuk kami, semoga kamu pun bahagia tanpa perlu alasan yang rumit :-)
DeleteSebagai pelanggan setia KRD yg sering diplesetkan sbg kereta rakyat djelata saya hapal sekali suasana kereta ekonomi, aplg dulu belum dibenahi. Hukum rimba berlaku.
ReplyDeleteNamun saya merasa nyaman menikmati, ditengah riuh, panas, beragam kebaikan ada yg indah. Sering saya berkhayal serasa naik trem di eropa ... he3x. Meski pendapat seorang teman dari Madura yg tdk pernah naik kereta bilang serasa ada di jaman perang :)
Bagi saya yg penderita asma tdk heran bila dimana-mana selalu bawa obat buat diperjalanan. Siapa tahu ada kejadian mendadak hingga perlu bagi kita sendiri, bisa jg dishare buat org yang membutuhkan :) Itung-itung setelah tanpa oleh-oleh (sedekah tanpa memasak)
Membayangkan keluarga bu Erna yg mobile, tentu byk mslh yg dihadapi di jalan, aplg ada si kecil :) Salut jg bisa enjoy, bisa meminimkan penggunaan gadget (saya blm bisa) dan berkomunikasi satu dg lain :)
Semoga selalu sehat shg bisa share kisah-kisah lainnya dan memang P3K perlu dibawa kemanapun kita pergi, baik untuk diri sendiri atau buat berbagi :)
Menyenangkan memang berbagi dengan yang lain itu, dan membalnya kita tidak pernah menyangka dan tahu kemana arahnya. Terima kasih sharing ceritanya, kenangan sepahit apapun ternyata mampu menjadikan kita kuat sampai hari ini. Terima kasih Pak Nayana sudah mampir dan mengapresiasi blog saya :-)
DeleteAku ming ngipi rung iso nglakoni iki
ReplyDeleteSemua diawali dari mimpi, don't give up :-)
DeleteTerima kasih sudah mampir ya.
Waah pasti seru dan campur aduk rasanya ya ...
ReplyDeleteSejak punya tole, isi tas tak lagi tentang aku, tapi sudah berganti cerita, mulai dari tisue kering, tisue basah, obat panas (aku juga pakai tempra), minyak kayu putih, dan mainan mobil-mobilan si tole. Sampai ada yang bilang "Ini tas apa kantung doraemaon?" Hehehe ... dan berlaku pergi kemana aja. Mau menginap atau cuman jalan-jalan ke taman kota.
Ngebayangin perjalanan kalian, kayaknya seru banget. Jadi iri. Bisa menikmati kebersamaan tanpa batas. Jadi inget ketika pertama kalinya tole naik kereta api ke Jogja (yaah memang bukan kereta ekonomi juga) senengnya bukan main. Sampai sampai selama perjalanan dia yang paling tahan untuk ngga tidur sementara kita yang dewasa ini sudah ngga kuat buka mata. Perjalanan Surabaya Jogja bagi dia yang baru pertama kali naik kereta, dan baru pertama kali pergi jauh (karena sebelum-sebelumnya hanya surabaya dan sekitarnya)sangat lama, sampai dia nyeletuk "Nda, kok lama sih ngga nyampe-nyampe, pulang aja yuk." Hehe ... harus sabar ngadepin bosannya juga ya, Na.
Kali kedua kita pergi naik kereta adalah ketika pergi ke kota Malang. Berangkat dengan kereta ekonomi dan keliling kota Malang dengan menggunakan lyn (angkotan umum) ternyata tak seseram yang aku bayangkan. Awal sebelum berangkat aku kepikiran kalau dia bakal rewel, takut, dan kapok. Ternyata itu hanya ketakutan aku aja. Dari mulai berangkat sampai pulang ke rumah (tetap menggunakan angkutan rakyat) si tole baik-baik saja. Yaaah ... walau memang keluar juga celetukan "Nda, kalau bunda punya rezeki lagi, kita jalan-jalannya naik mobil aja ya, biar dingin." Hehehe ... aamiin 😊
Kebersamaan dalam setiap suasana bagi sebuah keluarga memang sangat penting. Hal ini untuk menunjukkan pada anak bahwa apapun yang terjadi keluarga akan selalu ada untuk mendampingi. Kegiatan kalian yang ngga bisa ditebak ini bagiku sangat "wow". Harus siap kapanpun dan dimanapun. Salut deh. Yang bikin iri, adalah kalian bisa menikmati perjalanan kemana aja walau tujuan utamanya adalah pekerjaan. Hehe ... enaknya disitu.
Salam kangen ku buat si bocah ya. Miss you Aro, masih ngga mau ya main ke surabaya, hehehe ... Ditunggu cerita selanjutnya ya ganteng ... yang pasti lebih seru.
Hihihi, merasakan ribetnya membawa anak kecil kemana-mana. Aro kangen mas zaky, mau main ke sekolahnya bunda dulu katanya. Jiah... Ayo mas zaky, kapan jadinya bermain bersama lagi ? Bundanya diajak ijin dari kerjanya dua hari :-). Terima kasih apresiasinya ya.
DeleteWah, catatan yang menarik Er tentang proses menjadi orang tua. Mungkin sangat berguna bukan hanya bagi orang2 yang sedang dalam proses menjadi orang tua, tapi bagi orang2 yang sama sekali belum berfikir menjadi orang tua dan bagi orang2 yang sudah memiliki pengalaman panjang menjadi orang tua. Bagi yang belum punya pengalaman, menarik karena mungkin bisa memberikan ide tentang bagaimana menjadi orang tua. Bagi yang sudah pengalaman, bisa menjadi kawan dialog.
ReplyDeleteMenarik juga mungkin jika perjalanannya ditambah rutenya, mungkin ke gunung, hutan, atau laut.
Melayang membacanya hehehehe, terima kasih ya supportnya. Hanya mengabadikan kenangan masa kanak-kanak Si Bocah. Iya, siap. rute akan diperluaas karena permintaannya sudah naik gunung agar bisa bermain gema di tebing hehehehe. Salam buat ay kamu :-)
DeleteTulisan ini menggambarkan kutipan, "bahagia itu sederhana". Membacanya seperti berkaca pada keseharian dan menginsafi ruang maknanya. Kalau boleh saya ingin titip salam untuk si Bocah, semoga senantiasa berbahagia dalam pelukan Ayah dan Ibu :)
ReplyDelete*ps: terima kasih untuk Bang Bosman Batubara atas rekomendasi linknya
Wah, senang sekali dengan komennya. Terima kasih apresiasinya ya, salamnya disampaikan kepada Si Bocah.
DeletePerjalana yang berarti, perjalanan yg penuh makna, perjalanan yg menyenangkan, itu semua kita bisa nikmati tanpa harus mengeluarkan uangsaku yg banyak nikmatilah dengan hati yg suka
ReplyDelete