Relatif

@globusbar.su

Ketika kita dihadapkan pada sebuah pilihan, kerap pilihan yang tersedia adalah iya atau tidak. Entah apapun pilihan itu bentuknya. Sering hanya dua pilihan itu saja yang ada. “Kalau iya bilang iya, kalau tidak ya harus bilang tidak. Jangan mmm…bagaimana kalau aku tidak memilih dua-duanya, tapi aku memilih jalan tengah. Itu namanya plin-plan, tak berpendirian !” Waduh, benarkah ?

Kita kadang perlu berjarak sebentar untuk melihat sesuatu. Terlalu dekat dengan sesuatu malah akan membawa kebingungan ketika kita diharuskan untuk membuat pilihan terhadapnya. Bagaimanapun, pandangan orang lain kerap tidak sama dengan pandangan kita sendiri dalam melihat sesuatu. Sah-sah saja sepanjang perbedaan pandangan tersebut tidak membawa kepada sikap yang anarki dan arogan.

Baru-baru ini, di lingkungan kerja diadakan sebuah pertandingan persahabatan basket. Namanya pertandingan persahabatan, sudah pasti nuansanya akan berbeda dengan pertandingan basket seperti DBL. Hehehehe....terlalu jauh bandingannya ya. Namun kembali ke pertandingan persahabatan, kalau menilik definisinya didukung para pemainnya yang jelas bukan profesional dalam bidang basket karena kebanyakan guru, saya membayangkan pertandingannya akan cukup unik dengan candaan di sana-sini. Sekedar sebagai tempat saling mengenal antar-guru saja karena memang lingkungan kerja yang cukup luas kerap kami tak saling mengenal. Apalagi ring basket yang digunakan juga hanya satu dengan durasi waktu dua kali lima menit.

Saya pastilah terplot seperti biasanya sebagai regu sorak sekaligus pengamat. Alih-alih melihat pertandingan basket yang ’seru’ menurut versi saya, ternyata untuk beberapa regu menganggap perbandingan basket adalah ajang merebut jawara. Mereka bermain cukup ’garang’ dan ’terbuka’.

Saya geleng-geleng kepala saja. Keliru lagi. Lupa pada sebuah relativitas. Tidak semua harus dianggap hitam dan putih. Ada abu-abu. Tidak semua orang berpendapat sama dengan kita, sebab banyak kepala banyak berbeda. Relatif. Hm...