Pages

Friday 13 January 2012

Satu Bintang untuk Kejujuran, Dua Bintang untuk Tindakan

bintang-bintang bertebaran
“Bu, siapa yang dapat bintang hari ini ? Pasti anak perempuan lagi ya ?”

“Bu, aku ya yang dapat bintang hari ini ya ?”

“Ah, aku pasti tak dapat bintang. Hari ini aku lupa mengumpulkan pr”.

Itulah sebagian kata-kata murid-murid saya setiap mereka selesai melakukan sholat dhuhur berjamaah sebelum pulang dari sekolah. Selalu membahas bintang.

Bintang ? Yang ada di gambar itu ? Apa istimewanya ? Hanya bintang sederhana dari kertas mengkilap saja.

Ooo, tunggu dulu. Memang secara bentuk, bintang itu sederhana. Namun dimata anak-anak, bintang itu begitu berharga. Sesuatu yang wajib diperjuangkan. Siapa yang mendapat bintang hari ini, adalah yang tindakannya patut dicontoh.


Pengakuan dari guru akan perilaku positif yang telah mereka lakukan (perlu diingat di anak kelas dua, figure guru cukup dominan). Di sisi lain, akan menumbuhkan kepercayaan diri pada sikap yang mereka lakukan. Dibuktikan oleh banyaknya bintang yang mereka peroleh. Hm…keren kan ?

Ide memberikan bintang ini awalnya adalah untuk memacu semangat anak. Pengakuan dan penghargaan nyata akan lebih mengena daripada pujian abstrak. Memang pujian tetap perlu diberikan. Pemberian bukti kongkret akan semakin menguatkan penghargaraan kita kepada mereka (sama seperti kita, para dewasa yang senang dipuji apalagi bila ada tambahan hadiahnya, senangnya pasti berlipat bukan ?)

Penghargaan bintang ini saya berikan kepada semua anak, tergantung perilaku baik yang mereka lakukan hari itu. Hari ini kejujuran yang saya tekankan, esok bisa saja tanggung jawab, lain hari tentang kerajinan dan kesungguhan sholat, bisa jadi lain waktu tentang kerja sama dan tenggang rasa. Banyak hal bisa menjadi alasan pemberian bintang.

Seperti pagi kemarin di kelas ketika berdiskusi di kelas. Saya menanyakan kepada semua anak siapa saja yang sholat subuh hari itu. Banyak anak mengangangkat tangan dan ada beberapa anak yang tak mengangkat tangan. Hm…. Alasan bangun kesiangan dan karena airnya dingin cukup mendominasi.

Saya senang dengan kejujuran ini. Mereka mengakui apa yang telah dilakukan meski kadang itu keliru. Tidak langsung menegur secara keras sebab hanya akan membuat anak-anak takut mengatakan yang sebenarnya. Reaksi kita, para dewasa ini sebenarnya memberi peran pula kepada setangguh apa anak-anak menjaga kejujurannya.

Ketika mereka mencoba mengatakan sejujurnya tentang kekeliruan yang telah dilakukan, sebisa mungkin kita tidak langsung menghakimi. Mendengarkan dan berlaku bijak sekiranya lebih baik. Sebab mereka pun belajar dari perilaku kita. Saat kita marah ketika mereka mengaku, maka jangan kaget bila kemudian mereka pun akan mencoba berbohong untuk terhindar dari marah kita lain waktu.

 Kita, para dewasa ini pun sebaiknya mengapresiasi apa yang telah mereka lakukan. Bukan kepada tidak sholatnya untuk kasus saya diatas. Namun kepada kejujuran dan keberanian mereka mengatakannya. Biasanya, untuk kejujuran yang mereka lakukan, saya akan memberikan satu bintang. Untuk yang telah sholat subuh, saya memberikan dua bintang. Murid-murid cukup menerima dan merasa puas dengan keputusan ini. Mereka pun jadi belajar. Jujur mengatakan tidak sholat dapat satu bintang, bila mau sholat berarti bintangnya pun menjadi dua.

Semoga kita bisa membimbing anak-anak lebih baik.


4 comments:

  1. Kalo bintang berbohong pastilah aku yg dapat bintang terbesar...ha3x.

    ReplyDelete
  2. hahahahaha, masa lalu yang masih melekat sampai sekarang ya :-)

    ReplyDelete
  3. semoga sesuatu yang baik akan teringat terus sebagai kenangan indah:-)

    ReplyDelete