Pages

Tuesday 22 March 2011

Anak-anak Sinetron

secangkir kopi
”Kemarin malam Pak Prabu marah lagi lho sama Amira. Amira sampai sedih. Kasihan deh”, cerita salah satu murid saya kepada temannya pagi itu. Saya sempat mengerutkan dahi. Pak Prabu ? Beberapa detik kemudian (agak lama nyambungnya J) saya baru sadar murid saya sedang membicarakan tentang salah satu sinetron di televisi. Alamak !

Ternyata, fenomena melihat sinetron pada anak-anak cukup signifikan. Beberapa murid saya ada juga yang suka sekali berkata ”Are you ready ?” seperti kata-kata Wahyu Subuh di sinetron (juga).

Sebagai guru, saya sempat geleng-geleng kepala. Sebab selain tayangan yang ada tidak sesuai juga jam tayang yang terlalu larut untuk anak seusia mereka (murid saya kelas satu sekolah dasar). Belum kosakata yang menjadi ’amburadul’ karena meniru gaya bicara tokoh-tokohnya. Bagaimana peran orang tua dengan keadaan ini ?

Ketika saya berdiskusi dengan murid-murid, hanya satu dua anak saja yang benar-benar tak pernah melihat sinetron. Itu pun karena orang tua mereka kebetulan juga bukan penggemar sinetron. Masalahnya, yang tidak masuk golongan satu dua alias kebanyakan anak melihat sinetron karena mama melihat. Lha?

Tak dapat dipungkiri bila kita hidup di dunia tulisan dan visual yang sedang tumbuh pesat. Tidak mungkin kita menolaknya. Begitu juga dengan anak – anak kita. Kita hanya bisa mengarahkan mereka menjadi anak – anak yang cerdas menyikapi itu semua. Mengusahakan mereka untuk tidak duduk terlalu lama di depan televisi apalagi untuk melihat sinetron sampai larut malam.




2 comments:

  1. setuju, seringkali tema yang diangkat tidak sesuai dengan kehidupan sebenarnya, dan bukan konsumdi anak-anak.

    Susah memang, apalagi jika ortu menggemari, mau tidak mau anak menjadi suka

    ReplyDelete
  2. Setuju Anggi, mari kita menjadi orang tua cerdas untuk anak-anak.

    ReplyDelete