Pages

Wednesday 21 December 2011

Learning to Be Good (#3)

merapikan kembali adalah
 bagian dari bermain

 – Taking on Responsibility –

Bermain balok di kelas adalah salah satu saat yang paling dinanti anak-anak seusai mereka menikmati bekalnya. Membuat bandara, roket, rumah, benteng, sampai hotel dan jembatan. Mereka menikmati sekali bermain rancang bangun tersebut. Saya pun melihat anak-anak cukup kreatif menuangkan imajinasi mereka dalam bangun ruang aneka macam itu.

Mereka terlihat tenang meski bergerak. Saya pun hanya sesekali saja mengawasi. Pada usia perkembangan, hal penting untuk mereka salah satunya adalah adanya peraturan yang jelas. Dengan mengenal peraturan, anak-anak akan  lebih tenang dan merasa aman. Bermain pun memerlukan aturan.


Peraturan bermain balok ini adalah rukun, berbagi, dan dirapikan kembali. Anak-anak sangat paham. Mereka pun telah belajar mengenal konsekuensi bila melanggar satu dari peraturan yang ada. Permainan harus dihentikan atau tidak bermain balok selama satu hari.

Pernah suatu saat, saya mendapati balok-balok berceceran di karpet. Kelas kosong. Sebagian anak memang telah pulang, namun ada beberapa anak yang tetap di sekolah untuk ekstra robotik. Saat menunggu ekstra robotik dimulai, mereka bermain balok. Entah bagaimana, mereka lupa merapikan kembali baloknya.

Esok harinya, saya pun membahas balok-balok yang berceceran kemarin. Menanyakan siapa saja yang telah bermain. Menanyakan sebab mereka lalai merapikan baloknya kembali. Seorang anak bercerita kalau mereka terburu-buru masuk kelas robotik karena brother dan sister (panggilan buat guru robotik) telah datang. Terlalu asyik bermain balok membuat mereka lupa waktu.

”Apalagi jendral juga sudah lari duluan sambil bilang kalau terlambat akan dihukum”, sambung yang lain. Jendral ? Ternyata ada satu anak yang oleh teman-temannya dipanggil jendral. Anak yang cukup populer diantara mereka. Anak yang banyak sekali idenya. Anak yang kerap diikuti kata-katanya.

’Si jendral’ yang namanya disebut tak terima. Mencoba memberikan alasan-alasannya. Meski semua teman yang ikut robotik membenarkan kata-kata temannya tadi, ’jendral’ ini masih tetap menolak mengakui. Penolakan yang membuat suasana sedikit tegang. Semua anak menudingnya tak jujur.

Saya pun mencoba menengahi. Menceritakan bahwa semua orang pernah keliru, pernah salah. Bertanya kepada beberapa anak tentang sesuatu yang pernah dilakukannya dulu seperti ngompol, tak sengaja merobek buku teman, lupa meletakkan sepatu di rak dan lainnya.

Tak perlu malu mengakui secara jujur. Bila memang keliru, tak perlu menunjuk teman yang lain. Mengakui dan minta maaf itu lebih baik dan diterima. Tentang konsekuensi yang ada adalah wujud dari tanggung jawab atas apa yang telah terjadi. Pembicaraan yang cukup lama dengan anak-anak kali ini. Membahas kejujuran, tanggung jawab, dan konsekuensi.

Alhamdulillah, ’si jendral’ murid saya ini pun akhirnya mengakui. Sayapun mengapresiasi keberaniannya itu dengan mengatakan terima kasih. Meski kemudian, ada skorsing satu hari untuk mereka tidak bermain balok.

Pada tataran ini, anak-anak telah belajar akan artinya sebuah tanggung jawab dan kejujuran. Menunjukkan bahwa mereka mampu melakukan tugas yang diberikan dengan baik akan sangat membantu anak-anak belajar bertanggung jawab sejak dini.

Mampu menyelesaikan tugas akan menumbuhkan kepercayaan diri dan perasaan dihargai pada anak-anak. Mereka bisa menunjukkan apa yang mereka mampu lakukan seperti orang dewasa. Tugas para dewasa pun mengapresiasinya. Termasuk ketika mereka ada di situasi sulit, harus menerima konsekuensi dari tindakan kurang baik yang telah dilakukan sebagai wujud dari tanggung jawabnya.

Semoga kita mampu memberikan keteladanan akan rasa bertanggung jawab ini kepada anak-anak. Memberikan sesuatu yang mencerahkan setiap harinya. Bukannya lempar batu sembunyi tangan...
Semoga.


No comments:

Post a Comment