Pages

Monday 12 December 2011

Experiences That Shape a Child

Juara melawan rasa takut
Hari minggu kemarin, saya menemani anak-anak yang mengikuti sebuah perlombaan di Gramedia Expo. Kegiatan yang menyenangkan sekali bagi mereka. Hari libur dengan diantar oleh orang tua ikut perlombaan yang disukai dan bertemu dengan teman-teman.

Hm... bertemu teman-teman di hari Minggu, sungguh sesuatu yang sangat jarang terjadi.  Bisa dibayangkan bagaimana senangnya. Berlarian ke sana ke mari, ngobrol, tertawa-tawa sambil menunggu saat perlombaan dimulai.

Anak-anak ini akan mengikuti perlombaan robotik. Perlombaan yang di tingkatan awal adalah menyusun rubrik yang disediakan membentuk sebuah rumah. Ketepatan dan kecepatan adalah point yang dinilai untuk bisa masuk pada putaran final.  


Setiap selasa sore, murid-murid saya ini memang ikut  klub robotik di sekolah. Mereka sangat menyukainya. Terbukti sangat jarang mereka absen kegiatan klub. Menyusun banyak rubrik untuk dibuat rumah, jembatan, mobil, dan sebagainya. Selain melatih motorik mereka, kegiatan inipun melatih anak bermain logika dan keindahan warna.

Perlombaan adalah salah satu kegiatan positif yang bisa membentuk karakter anak. Pengalaman mengikuti perlombaan akan mendorong anak bermental pejuang sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri mereka. Mereka juga mulai belajar akan adanya resiko kegagalan di setiap kegiatan. Sebagai para dewasa, tugas kita adalah mendampingi sambil memahamkan bahwa kegagalan itu hal yang wajar saja dan tak memalukan sebab akan dialami oleh semua orang. Yang terpenting adalah tetap terus belajar kembali.

Ketika berlomba kemarin, ada seorang murid saya yang mogok, tak mau menyusun rubriknya. Terlihat sangat cemas dan putus asa. Padahal awalnya, dia sangat percaya diri. Sang pembawa acara pun menyemangati bahwa dia bisa. Seorang temannya juga melakukan hal yang sama. Kamu bisa. Murid saya pun mencoba meski hanya mampu sebagaian saja.

Di akhir babak penyisihan, sang pembawa acara menanyakan mengapa tadi murid saya tak menyelesaikan tugasnya. Dengan malu dia bercerita bahwa lupa sebab saat klub robotik, yang dilakukannya adalah bermain sendiri. “Jadi, setelah lomba ini, akan lebih giat di klub ?” tanya sang pembawa acara. Murid saya mengangguk. Hm...telah ada pemahaman diri bahwa konsekuensi bermain sendiri akan membuatnya ketinggalan dengan teman yang lain.

Senang saya dengan model perlombaan ini. Perlombaan yang sangat memahami jiwa anak. Menekankan bagaimana mereka hebat meski pun tak masuk final sekalipun. Sebab telah berani mengalahkan rasa takut dengan ikut perlombaan. Anak-anak yang tak sampai babak final pun mendapatkan apresiasi positif dengan pemberian trofi keikutsertaan perlombaan.

Yang namanya anak-anak, pasti senang sekali mendapatkan piala, apapun itu keterangannya. Piala sangat banyak arti bagi mereka. Piala yang membanggakan. Piala pengakuan. Piala yang mampu menumbuhkan kepercayaan diri mereka. Piala yang menandakan sebuah pengalaman menyenangkan yang telah mereka lakukan.

Menarik bukan bila di setiap perlombaan, selalu ada trofi/piala untuk anak-anak meski pun itu hanya sebagai apresiasi atas keberanian mereka mengikuti perlombaan? Anak-anak menjadi lebih percaya diri. Berani mengambil resiko ikut perlombaan dan bermental baja saat menemui kegagalan sebab selalu ada apresiasi membangun di setiap keputusan mereka dari kita, para dewasa. 

2 comments:

  1. Sedikit terhibur membaca ini setelah buka FB dan melihat foto anak menunjukkan nilai sepuluh matematikanya dengan bangga. Dan pujian pada guru lesnya. Pujian-pujian juga dari kolega bapaknya yang editor Mizan Anak.

    ReplyDelete
  2. Yeah...semua anak sebenarnya sama, berpotensi, bila ada kesempatan dan didukung secara positif oleh para dewasa :-)

    ReplyDelete