Pages

Wednesday 16 November 2011

Bermain Logika Bahasa

menambah kosakata 
Kadang, diwaktu-waktu luang, saya mengadakan permainan kata dengan anak-anak. Murid-murid saya kelas 2 sekolah dasar yang bersemangat dan selalu punya sekarung pertanyaan untuk dilontarkan sehingga kerap membuat saya kewalahan menjawab. Jadi, sekali-kali saya boleh dong membuat mereka ‘repot’ juga agar impas hehehehehe.

Meski terlihat sepele dan tidak berdampak dengan urusan penilaian di buku nilai, saya menikmati kegiatan ini. Selain bisa mengetahui sejauh mana kemampuan mereka dalam berbahasa, juga melatih mereka dalam berlogika. Berlogika bahasa tentunya.


Seperti tadi pagi. Permainannya adalah menjelaskan kata yang saya ucapkan. Siapa yang bisa menjawab berhak untuk cuci tangan dulu sebelum menikmati bekalnya. Awalnya saya akan memberi contoh bagaimana mengartikan kata/nama binatang dengan memberikan cirinya. Siput ; binatang yang jalannya lambat, suka makan sayuran, dan punya rumah yang dibawa kemana-mana. Baru kemudian pertanyaannya.

Berenang ; olahraga air yang menggerakkan kaki dan tangan. Coklat ; makanan yang enak namun membuat gigis (gigi berlubang). Pensil ; untuk menulis, bila tidak membawa harus bilang bu guru, ujungnya tajam bisa membuat tangan sakit. Dan seterusnya.

Kelas 2 sekolah dasar menjelaskan seperti itu ? Bisa ? Iya, bisa. Anak-anak adalah makhluk menakjubkan. Mereka cepat sekali belajar. Kerap sebagai dewasa, kita sering dibuat terkejut dengan perkembangan kemampuan mereka bukan ?

Begitu pula dengan saya. Permainan kata tadi menunjukkan kepada saya banyak hal. Tentang  bagaimana reaksi mereka, tentang kemampuan mengolah kata, berpikir secara logis dalam memahami sebuah kata, juga keberanian. Ada anak-anak sangat kreatif dalam mengartikan kata dengan bahasa mereka. Ada pula yang asal tunjuk jari berusaha menjawab meski mereka tak memiliki jawaban.
mmm...mana ya katanya
Di sisi lain, saya pun mendapati ada anak pandai yang bingung dalam mengartikan kata-kata itu. Dia terbiasa menjawab sesuai dengan apa yang ada di buku. Belum terbiasa menggunakan kata-katanya sendiri. Takut menjawab. Takut salah. Di saat-saat itu, anak seperti ini perlu dorongan dan dukungan positif. Menyakinkan tak perlu ragu mengatakan sesuatu yang ada di benaknya. Apapun itu. Benar atau salah adalah urusan nanti. Yang penting berani. Tugas para dewasa adalah membimbingnya. Sebab belajar tidak hanya untuk mengetahui yang benar, namun juga untuk mengetahui yang salah.



No comments:

Post a Comment