Pages

Wednesday 23 November 2011

Andai Bisa Bilang ; Aku Cemburu, Mama

Beraktivitas bersama 
Tiga bulan yang lalu, salah seorang murid laki-laki saya dengan cerianya bercerita, “Mama akan melahirkan adik baru untukku, Bu”. Hm…senangnya. Dia sudah membayangkan bisa bermain-main dengan adik barunya. Tidak masalah apakah adiknya itu laki-laki atau perempuan nanti. Yang pasti, dia akan punya teman bermain di rumah, tidak sendirian lagi. Akan diajaknya si adik bermain domikado yang disukainya. Kabar ini diulang-ulangnya setiap hari kepada siapa saja. Kepada teman, saya, dan semua guru yang ditemuinya. Menyenangkan melihatnya begitu bersemangat menanti kelahiran adik baru.


Namun seiring berjalan waktu, murid saya yang ceria ini berubah. Terlihat murung dan suka mencari perhatian. Ada saja yang dilakukannya untuk menarik perhatian saya. Menyenggol teman, menyobek buku cerita, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, tidak mau makan bekal yang dibawanya, menghancurkan susunan balok yang dibuat temannya, dan sederet perilaku lainnya. Nilainya pun menurun drastis.

Melihat kondisi yang cukup mengkhawatirkan, saya mencoba menanyainya. Ketika jam pulang, saya tanyakan kabar tentang adiknya. Alih-alih wajah cerah seperti tiga bulan lalu, yang muncul adalah wajah cemberut di depan saya. Tanpa suara. Tanpa keceriaannya. Hanya muka masam tanda tak senang.

“Adik jahat, Bu. Mama dan papa cuma untuk adik. Semuanya adik. Mama tidak pernah mau bermain denganku lagi. Setiap pulang kerja, papa mencarinya adik. Bukan aku”, cerita murid saya dengan wajah sedih. “Aku kan juga ingin bermain bersama mama dan papa. Tapi mereka selalu repot dengan adik. Adik. Adik. Selalu adik. Lebih baik tidak punya adik, Bu”. Murid saya terlihat emosional sekali sampai ada air mata membayang.

Obrolan dengan mamanya memberi saya pengetahuan bahwa murid saya itu juga berulah di rumah. Ada saja caranya membuat repot orang tua. Mulai dari mengganggui si adik sampai ngambek  tak mau belajar. Sampai-sampai ayah murid saya memarahinya hampir setiap hari. “Namun kakak seakan tidak kapok-kapok, Bu. Ada saja kelakuannya.”

Ibu murid saya mengakui kalau waktu mereka memang lebih banyak tersita untuk memberi perhatian kepada si adik. Kegembiraan memiliki momongan baru apalagi anak perempuan yang memang diidamkan sejak lama membuat si kakak seakan menjadi terlupakan. Anggapan bahwa si kakak lebih dewasa dan lebih mandiri, membuat perhatian terhadapnya terkurangi.

Namun setelah orang tuanya memiliki waktu untuknya tanpa ‘gangguan’ si adik, murid saya berubah kembali ceria seperti semula. Apalagi ketika ia juga diajak untuk menjaga si adik. Diperlakukan sebagai kakak yang ‘mampu’ melindungi adiknya. Ada saja bahan untuk diceritakan kepada saya setiap hari. Adik yang begini. Adik yang begitu. Murid saya kembali menjadi anak menyenangkan yang bisa berteman dengan siapa saja.

Kerap kehadiran adik baru membuat si kakak merasa ‘tersingkir’. Apalagi kalau waktu kita lebih banyak ke adik baru. Akan ada banyak perilaku ‘si kakak yang tersingkir’ ini muncul hanya sekedar menarik perhatian kita. Kecenderungan perilaku yang dilakukan pun ke arah yang membuat kita akan marah. Murid saya bercerita karena kesal dengan adik, maka dia dorong-dorong adik sampai hampir jatuh. Si kakak tidak akan peduli. Yang penting baginya adalah ayah dan ibu memperhatikannya meski wujud perhatiannya kerap berupa teguran dan reaksi kekesalan. Ekspresi si kakak cemburu. Namun si kakak tidak tahu kalau itu adalah cemburu.

Bagaimana pun, si kakak juga masih kanak-kanak. Masih memerlukan kita, para dewasa di setiap geraknya. Alangkah baiknya bila tetap ada waktu untuk si kakak dan melibatkannya pula menjaga si adik baru. Menunjukkan kehadiran adik baru bukanlah ancaman, namun sebuah berkah yang patut disyukuri bersama.



1 comment:

  1. He3x ... adik yang paling seringku jaili adalah si bungsu :)

    ReplyDelete