Pages

Wednesday 20 July 2011

Kadang Kita pun Perlu Melihat Ke Bawah

bermain meski terjepit berdiri
Perjalanan dari Surabaya ke Kediri bisa ditempuh dengan kereta api. Tetapi kereta api ekonomi. Tidak ada kereta api bisnis atau bahkan eksekutif. Mungkin jarak tempuh yang pendek satu penyebabnya. Jarak yang cukup pendek namun memerlukan waktu yang cukup lama. Biasanya 3 jam.

Beberapa waktu yang lalu, saat pulang ke Kediri saya naik kereta api. Niat awal naik bus yang nyaman ber-ac dengan ketenangan yang memungkinkan untuk tidur. Namun kondisi badan yang kurang enak membuat saya ragu ke Bungurasih dan membelokkan motor ke arah Gubeng. Naik kereta saja. Kebetulan jam menunjukkan setengah jam lagi ada kereta yang lewat.

Sekitar 15 menit kemudian kereta tujuan Kediri-Blitar masuk. Agak berdesakan dan saya menemukan kondisi kereta yang kotor. Prihatin sekali melihat angkutan massal rakyat kecil ini. Saya mencoba menyamankan diri. Toh, harga tiketnya pun cenderung murah. Rp 5000,00. Cukup beruntung masih ada tempat duduk. Hitung-hitung merasakan menjadi orang susah, saya mencoba menyemangati diri sendiri.

Saat kereta ternyata bergerak menuju stasiun Kota, perasaan saya sedikit tidak enak. Ah, ternyata kereta belumlah menuntaskan perjalanannya. Di stasiun terakhir, kondisi penumpang agak longgar setelah beberapa penumpang turun. Namun entah karena apa, kereta masih saja berada di Stasiun Kota sampai satu jam lima menit. Jelas kereta terlambat dari jadwal. Terlambat yang bukan main-main.
berdiri dan mengendong

Berada dalam gerbong kereta ekonomi yang berhenti selama satu jam lebih dengan jendela banyak yang macet tidak bisa dibuka, kipas angin mati, campuran aneka bau badan serta keringat orang, tangis bayi, dan pedagang asongan yang berseliweran berganti-ganti, membuat situasi benar-benar tak nyaman.  Saya cukup tertekan dengan keadaan ini namun tak bisa apa-apa.

Saat saya mulai kehilangan kesabaran, tiba-tiba terdengar suara kanak-kanak bernyanyi dengan polosnya. Judul lagunya : Naik kereta api. Ketika saya mendengar baris bolehlah naik dengan percuma, ayo kawanku cepat naik, keretaku tak berhenti lama. Mau tak mau saya tersenyum sendirian. Senyum tak berdaya. Ironis sekali nyanyian kanak-kanak polos itu dengan kondisi sebenarnya.

Saat kereta berjalan, ternyata kembali memasuki Gubeng, luapan penumpang semakin banyak. Sampai-sampai di Stasiun Wonokromo, penumpang tak terangkut. Situasi sempat ricuh karena gerbong yang penuh sekali. Saya membayangkan bagaimana saat lebaran nanti. Anak-anak, orang jompo, orang cacat, terhimpit bersama hanya demi bisa berkunjung ke rumah saudaranya.

Tiba di Stasiun Tarik Mojokerto, kembali kereta berhenti. Satu jam. Banyak orang yang mulai kehilangan kesabaran. Semua marah namun tak berdaya. Turun pun bukan jalan keluar sebab stasiun tersebut terpencil dan jauh dari jalan raya. Yang bisa dilakukan adalah menunggu. Mau apa lagi ?
penjual asongan lewat

Di stasiun Jombang, kebetulan kereta ekonomi jurusan Kediri-Blitar ini berhenti bersisian dengan kereta bisnis-eksekutif. ”Enak sekali orang-orang dalam kereta itu ya, Mak?” kata seorang anak di depan saya kepada ibunya. Si ibu mengiyakan. ”Kapan ya aku bisa merasakan naik kereta itu sambil tidur memakai selimut dan melihat tv?” tanya anak itu lagi dengan polosnya. Si ibu hanya mengatakan kalau bayarnya mahal sekali bila ingin naik kereta seperti itu.

Saya tertegun mendengar pembicaraan ibu anak itu. Saya yang semula meruntuk dan mengutuki kereta api ‘rombeng’ yang lambat ini, menjadi malu sekali. Teringat perjalanan-perjalanan ke Jogja dan Jakarta yang saya tempuh dengan kereta yang dibicarakan ibu anak tadi. Teringat bagaimana dengan tenang saya bisa menghabiskan waktu dengan membaca buku tanpa perlu risau berkeringat dan penjual asongan yang berseliweran. Ah, berada dalam kereta api ’rombeng’ dan mendengar pembicaraan ibu anak tersebut membuat saya tak berhenti bersyukur akan kesejahteraan hidup yang ada selama ini. Terima kasih Tuhan. Maafkan saya yang selalu mendongak ke atas. Selalu merasa kurang dan kurang. Lupa bersyukur atas semua anugerah yang ada.








3 comments:

  1. mengutip postingan :
    "Namun kondisi badan yang kurang enak membuat saya ragu ke Bungurasih dan membelokkan motor ke arah Gubeng"
    ternyata benar ya? kata orang "orang sakit itu dekat dgn Tuhan"
    buktinya Tuhan mengingatkan kita "sesuatu yang terlupakan" saat sehat dan berkecukupan.
    Kita pun bisa belajar "hidup" melalui tingkah laku anak. Dunia anak itu menjengkelkan tapi menyenangkan. Seru.:)

    btw, mumpung pemilik blog suka "bermain" dgn anak-anak. ini ada event, siapa tahu minat? hehe.padahal sy jg br tahu ini event. rada telat jadiny.

    http://c2o-library.net/2011/07/eat-play-laugh/

    ReplyDelete
  2. A yang hanpir tujuh tahun sll pulang dengan kereta api rombeng ini sdh biasa merasakan dan kebal dg semua penderitaan itu. Sbtlx penderitaan adalah karena kita tak sabar, di pesawat jg sering menderita karena tak sabar.

    ReplyDelete
  3. Anonim, iya benar. Memang cara mengingatkan Tuhan ada banyak ragamnya :-) Tengs infonya tentang C2O, sudah lama saya ingin tahu kegiatan C2O.


    SM, kadang memang ada kondisi yang membuat tak nyaman. Harus adaptasi ya ? :-)

    ReplyDelete