Pages

Tuesday 15 November 2016

Membiasakan Menyayangi


‘Nda, duri dan kepala ikannya nanti buat kucing ya?’ tanya Si Bocah sambil menyisihkan duri-duri ke pinggir piringnya. ‘Nanti aku saja yang memberikan karena Bunda takut kucing’. Obrolan sederhana pagi itu ketika sarapan.

Usai makan, Si Bocah membawa duri dan kepala ikan ke belakang. Kebetulan ada kucing yang baru melahirkan di belakang. Saya hanya memperhatikan dari jauh. Benar memang saya tidak suka dan nyaris bisa dibilang takut kucing. Selalu menghindar kalau ada binatang ini.

Hal itu ternyata tertangkap di pemahaman Si Bocah. Pernah ketika ada kucing, Si Bocah sampai mengambil sapu dan berniat memukul si kucing. Ketika ditanya mengapa, jawabannya adalah agar kucingnya pergi dan bunda tidak takut lagi.


‘Tapi, mengapa harus dipukul pakai sapu ?’ Si Bocah diam. ‘Kasihan kucingnya pasti sakit kalau kena pukul’. Si Bocah bercerita kalau pernah melihat seorang tetangga yang mengusir kucing menggunakan sapu. Dia meniru.

Saya pun kemudian memangkunya. Berterima kasih sudah menolong mengeluarkan kucing dari dalam rumah. Menjelaskan pula tidak perlu pakai sapu, apalagi dipukul. ‘Pasti sakit. Dikejar saja, nanti kucingnya keluar. Kucingnya hanya minta makan kok’.

‘Nanti kucingnya jadi sedih?’ saya mengangguk. (Si Bocah memaknai apapun yang membuat hati tidak nyaman dengan kata sedih saat ini). ‘Kucing ciptaan Tuhan juga yang harus kita sayangi.’

Ada perubahan meski pelan-pelan. Awalnya, masih mengambil sapu. Perlu diingatkan lagi. Lama kelamaan, sapu ditinggalkan dan hanya berteriak-teriak sambil mengejar kucingnya. Sampai sebulan kemudian, Si Bocah berhenti berteriak dan mau berbagi juga cukup sayang dengan kucing. Setiap makan ikan, yang diingat adalah duri dan kepalanya untuk kucing. Cara mengusirnya pun berubah menjadi wuzwuzwuz (meskipun saya tetap memilih menjauh dari binatang satu ini).

Mengajarkan kebiasaan baik ternyata tidak cukup hanya dicontohkan apalagi sebatas teori saja. Perlu dilakukan, dilatih, dan dibiasakan (habit training). Mulai yang ringan sampai berat. Memang bukan sesuatu yang mudah bila dibayangkan untuk melatih dan membiasakan kebiasaan baik setiap hari. Dilakukan saja seperti pendulum yang menjalani ketukannya satu demi satu tanpa memusingkan berapa ketukan yang telah dihasilkan.

Di buku Cinta Yang Berpikir karya Ibu Ellen Kristi dijelaskan manfaat habit training  menurut Charlotte Mason ini. “Ibu yang mau bersusah payah memberkati anaknya dengan kebiasaan-kebiasaan baik akan menjamin bagi dirinya sendiri hari-hari yang mulus dan menyenangkan; sementara ibu yang membiarkan kebiasaan-kebiasaan tumbuh liar akan memperoleh hari-hari melelahkan berisi perselisihan tanpa akhir dengan anak-anaknya. Sepanjang hari ia berteriak-teriak, ‘Lakukan ini’ dan mereka tidak melakukannya; ‘Lakukan itu’ dan mereka melakukan sebaliknya” (hlm 53-54).

Apa yang kita tanamkan ke anak sekarang ini, akan terlihat hasilnya sepuluh atau lima belas tahun ke depan. Bukan saat ini. Menjadi ortu adalah kebahagiaan sekaligus pula mau menerima tugas mendidik anak. Mendampingi dan memberi kesempatan mereka menumbuhkan segala potensi baik dalam diri mereka.

Anak-anak adalah manusia. Yang terdiri dari darah dan daging, sama seperti kita. Mereka pun membawa banyak potensi tidak hanya yang baik, namun yang buruk pula. Kita, para ortu ini bertugas mengarahkan mereka untuk selalu di jalur yang benar dalam menumbuhkan potensi baik. Untuk kehidupan yang lebih baik ke depannya. Jangan sampai karena kelalaian kita, potensi buruk mereka lebih menonjol dan merugikan masyarakat. Mudah mencaci, mudah berprasangka, mudah menyalahkan orang yang tidak sepaham, tidak berani bertanggung jawab dan sederet  hal buruk yang lain.

If we change the beginning of the story
We change the whole story
-          The beginning of the life movie -







  







1 comment:

  1. Saya pun sama, tidak suka pada kucing. Pingin mukul saja kalo lihat kucing, apalagi beraknya sembarangan.

    ReplyDelete