Ketika di Pati
kemarin, Si Bocah sempat memperhatikan bagaimana seekor induk ayam melindungi
anaknya yang baru menetas. Anak-anak ayam itu bersembunyi di bawah bulu-bulu
induknya. Si Bocah sempat heran. Bertanya mengapa mereka bersembunyi di sana. Ketika
saya mengatakan agar merasa hangat tidak kedinginan, pertanyaan susulan adalah
mengapa kalau kedinginan mereka tidak memakai jaket.
Mendengar lontaran
pertanyaan itu, mau tertawa namun terpaksa saya tahan dengan tersenyum
sebisanya. Membayangkan bentuk jaket buat ayam rasanya susah juga. Kalau jaket
bomber pak presiden lebih mudah hehehehe.
Saya kemudian meminta
Si Bocah memperhatikan anak ayam yang baru menetas itu (kebetulan induk ayamnya
jinak. Meski didekati, dia diam saja). Ukurannya yang kecil, bulunya yang tidak
selebat induknya, juga selalu sembunyi di bawah. Jaket anak ayam itu adalah
bulunya. Tetapi karena bulunya belum lebat, jaketnya adalah tubuh induknya yang
hangat. Seperti kamu kalau dipeluk Bunda, anak ayam nyaman bila di bawah tubuh
induknya.
Bunyi o panjang
mengiringi penjelasan saya. ‘Iya, tidak takut juga kalau ada ibunya.’
Pagi ini, saya membaca
buku bersama Si Bocah. Buku cerita tentang anak burung yang belajar terbang
bersama ibunya. Ketakutan akan jatuh dari tempat yang tinggi membuat si anak
burung gemetar. Tidak mau belajar terbang. Ibu Burung dengan sabar memberi
semangat dan keyakinan. Si anak burung masih ragu-ragu.
‘Ibu di sini. Kamu
akan baik-baik saja. Burung keahliannya adalah terbang, maka kamu pasti bisa
terbang.’
Si anak burung pun
mencoba mengepakkan sayapnya. Dia senang ternyata dia bisa terbang meski
sebentar. Ketika mau jatuh, ibunya dengan sigap mencengkeramnya dan membawanya
kembali ke dahan pohon.
Mendengar cerita itu,
Si bocah senang dan bertepuk tangan. Khas anak usia tiga tahunan. Sesuatu yang
sederhana bisa sangat memukaunya.
‘Ibu burung itu kayak hero!’ celetuknya membuat saya
kaget. Hero ? ‘Iya, seperti Pocoyo
yang menolong Pato. Itu namanya hero.’
Hm... berarti ayah dan bunda juga pahlawan dong?
Si Bocah terdiam. ‘Pahlawan juga sih, kan
menemaniku bermain’, jawabnya sambil ngelendot.
Hehehehe
Sebersit ide muncul. Bahan
kerajinan untuk kegiatan playdate yang masih ada saya raih. Bagaimana kalau
untuk pahlawan kita membuat medali ? tanya saya yang langsung diiyakannya. ‘Mau!
Medali seperti yang dipakai Pocoyo ?’
Lima belas menit ke
depan, Si Bocah terlihat serius dengan kegiatannya. Meronce pipet. Butuh ketelatenan,
konsentrasi, dan kesabaran memasukkannya satu per satu. Tidak ada nada
mengeluh, hanya hembusan nafas berat ketika beberapa pipet yang telah
dironcenya jatuh ke lantai dan dia harus mengulangnya.
Medali itu akhirnya jadi.
Dengan senang di pakai dan ditunjukkannya sambil berlari berputar-putar. Medali
cinta untuk pahlawan. Semangat pembelajar, pantang menyerah, dan berbagi hal
baik adalah wujud kita berterima kasih. Selamat hari pahlawan.
No comments:
Post a Comment