Pages

Thursday 10 November 2016

Medali Cinta Untuk Pahlawan


Ketika di Pati kemarin, Si Bocah sempat memperhatikan bagaimana seekor induk ayam melindungi anaknya yang baru menetas. Anak-anak ayam itu bersembunyi di bawah bulu-bulu induknya. Si Bocah sempat heran. Bertanya mengapa mereka bersembunyi di sana. Ketika saya mengatakan agar merasa hangat tidak kedinginan, pertanyaan susulan adalah mengapa kalau kedinginan mereka tidak memakai jaket.

Mendengar lontaran pertanyaan itu, mau tertawa namun terpaksa saya tahan dengan tersenyum sebisanya. Membayangkan bentuk jaket buat ayam rasanya susah juga. Kalau jaket bomber pak presiden lebih mudah hehehehe.

Saya kemudian meminta Si Bocah memperhatikan anak ayam yang baru menetas itu (kebetulan induk ayamnya jinak. Meski didekati, dia diam saja). Ukurannya yang kecil, bulunya yang tidak selebat induknya, juga selalu sembunyi di bawah. Jaket anak ayam itu adalah bulunya. Tetapi karena bulunya belum lebat, jaketnya adalah tubuh induknya yang hangat. Seperti kamu kalau dipeluk Bunda, anak ayam nyaman bila di bawah tubuh induknya.
Bunyi o panjang mengiringi penjelasan saya. ‘Iya, tidak takut juga kalau ada ibunya.’

Pagi ini, saya membaca buku bersama Si Bocah. Buku cerita tentang anak burung yang belajar terbang bersama ibunya. Ketakutan akan jatuh dari tempat yang tinggi membuat si anak burung gemetar. Tidak mau belajar terbang. Ibu Burung dengan sabar memberi semangat dan keyakinan. Si anak burung masih ragu-ragu.

‘Ibu di sini. Kamu akan baik-baik saja. Burung keahliannya adalah terbang, maka kamu pasti bisa terbang.’

Si anak burung pun mencoba mengepakkan sayapnya. Dia senang ternyata dia bisa terbang meski sebentar. Ketika mau jatuh, ibunya dengan sigap mencengkeramnya dan membawanya kembali ke dahan pohon.  

Mendengar cerita itu, Si bocah senang dan bertepuk tangan. Khas anak usia tiga tahunan. Sesuatu yang sederhana bisa sangat memukaunya.

‘Ibu burung itu kayak hero!’ celetuknya membuat saya kaget. Hero ? ‘Iya, seperti Pocoyo yang menolong Pato. Itu namanya hero.’ Hm... berarti ayah dan bunda juga pahlawan dong? Si Bocah terdiam. ‘Pahlawan juga sih, kan menemaniku bermain’, jawabnya sambil ngelendot. Hehehehe

Sebersit ide muncul. Bahan kerajinan untuk kegiatan playdate yang masih ada saya raih. Bagaimana kalau untuk pahlawan kita membuat medali ? tanya saya yang langsung diiyakannya. ‘Mau! Medali seperti yang dipakai Pocoyo ?’

Lima belas menit ke depan, Si Bocah terlihat serius dengan kegiatannya. Meronce pipet. Butuh ketelatenan, konsentrasi, dan kesabaran memasukkannya satu per satu. Tidak ada nada mengeluh, hanya hembusan nafas berat ketika beberapa pipet yang telah dironcenya jatuh ke lantai dan dia harus mengulangnya.



Medali itu akhirnya jadi. Dengan senang di pakai dan ditunjukkannya sambil berlari berputar-putar. Medali cinta untuk pahlawan. Semangat pembelajar, pantang menyerah, dan berbagi hal baik adalah wujud kita berterima kasih. Selamat hari pahlawan.

No comments:

Post a Comment