‘Wah, ada ayunan!’ sorak
Si Bocah selepas turun dari boncengan sepeda motor sesampainya kami di Rumah Sono Keling - Pati
(tempat Si Ayah janjian bertemu dengan teman-temannya). Segera ia berlari
menghampiri. Namun, sesaat kemudian berhenti. Terlihat bingung. ‘Kok ayunannya
begini ?’
‘Ayunan ini dari ban
bekas’, jelas ayahnya sambil duduk di ayunan. ‘Bentuknya beda namun tetap seru lho naik di atasnya.’
Si Bocah masih tampak
ragu-ragu. Menolak menaiki. Hanya berdiri di dekatnya. Merabai talinya.
Menyentuh tempat duduknya. Untuk beberapa saat dia hanya memegang dan sesekali
menggerakkannya.
Ayahnya kemudian duduk
di ayunan dan berayun. Beberapa saat kemudian, mengajak Si Bocah bersama-sama.
Si Bocah mau. ‘Ini sama dengan ayunan yang lain hanya berbeda bentuknya. Ada
tali yang dikaitkan di batang pohon’, tunjuk ayah ke atas. Si Bocah mendongak.
Besar ya, pohonnya. Si Ayah mengangguk. Perlahan-lahan, mereka berayun bersama.
Si Bocah mulai tersenyum. Dia kemudian meminta ayahnya untuk berayun bersama
lebih kencang.
Puas dengan ayunan,
Si Bocah berlari mendatangi saya yang duduk bersama Bu Amal yang sedang memasak. Duduk bergelayut sambil
bertanya kepada saya mengapa memasaknya tidak memakai LPG. ‘Karena di hutan
sini banyak kayu, Le’, bukan saya
yang menjawab, namun Si Ibu sambil menunjuk tumpukan kayu di
belakangnya. ‘Lihat, banyak pohon kan, kayu-kayu
ini dari sana. Pohon juga menyimpan air yang sedang digunakan Mbak Deni.’ Si Bocah menoleh searah tangan Bu
Amal menunjuk.
Matanya berbinar.
Mbak Deni yang juga penggerak pelestarian hutan dan gunung itu sedang mencuci mbayang (dipan dari bambu). Air. Sesuatu
yang waw buat Si Bocah. Segera saja ia menghampiri dan tidak berapa lama sudah
asyik berbasah-basah berdua.
Melihat begitu santainya
Si Bocah membaur dengan alam dan orang beragam usia menghangatkan hati.
Bertelanjang kaki. Tertawa lepas. Berlarian kesana kemari. Sibuk dan ingin tahu
dengan banyak hal. Basah oleh air bercampur keringat. Kotor. Menerobos semak
tanpa takut. Berinteraksi dengan teman sebaya meski berbeda bahasa. Mengejar
kupu-kupu sampai bergulingan di tanah.
Sesuatu yang jarang
bisa dilakukan untuk keseharian Si Bocah ketika di Depok. Mengikutsertakannya ke
dalam aktivitas yang dilakukan ortunya adalah kesepakatan kami dalam mengasuh
dan memberinya kesempatan mengenal lingkungan lebih luas.
Bagi kami, belajar
bisa dimana saja. Alam sangat luas untuk tempat belajar. Banyak hal menarik di
sana. Sayang kalau hanya duduk terpekur di dalam ruangan.
Selain itu, kami pun
ingin mendekatkan Si Bocah dengan alam lingkungannya. Mengenal indahnya cahaya
matahari, semilir angin, rimbunnya pohon, bau tanah setelah tersiram hujan,
juga aneka satwa di balik rerumputan. Semua kehidupan itu berdampingan, saling
mendukung, dan harus dijaga.
Hehehehe...itu mimpi
kami. Menyediakan ruang dan suasana dimana Si Bocah bereksplorasi
sebanyak-banyaknya. Masalah belajar, kami yakin banyak hal yang dipelajarinya
sebab anak-anak pada dasarnya adalah pembelajar sejati. Tak perlu resah dan baper kalau anak kita hanya bermain
melulu.
Sejak SD saya telah akrab dg sawah. Menenteng ceret tempat minum dan membaca tas kiriman sudah biasa. Hanya satu yg tdk saya suka, menunggu orang bekerja. Bagi saya itu penghisapan, atas modal pd pekerja. Dan membosankan.
ReplyDeleteItulah mengapa saya dulu ikut turun membantu dan berakhir dengan asma kambuh. Ortu selalu melarang. Namun terus meminta menunggui pekerja.
Disela kebosanan itu cari kegiatan yg menarik. Menangkap kadal, dan berimajinasi ia naga/monster. Mengintip dan mengusili laba-laba tanah. Mengagumi datang mereka yg bl pagi berkilau dihiasi mutiara embun.
Menangkap ikan-ikan kecil di got irigasi sawah, meski diomeli Bpk. Mengagumi burung branjangan yg terbang terus, sambil berputar-putar dan menyanyi. Semua sendiri tanpa interaksi dg orang lain.
Dengan pekerja jg lbh banyak diam krn tdk nyambung dengan yg mereka bahas.
Salah satu cara mengatasi kebosanan adalah melakukan kegiatan yang disukai hehehehe
Delete