‘Ke Pati ? Ke rumah
siapa ?’ tanya Si Bocah heran ketika kami memberitahu bahwa akhir minggu ini
akan keluar kota lagi bersama-sama. Ayahnya menjelaskan bahwa harus mengunjungi
teman di sana. Si Bocah mengangguk-angguk. ‘Nanti, aku juga akan bertemu teman
baru lagi?’ Saya mengiyakan.
‘Naik apa?’
‘Kita naik KRL lalu
naik kereta api ke Semarang disusul naik bus.’
‘Kita naik bajaj dulu
baru naik kereta api tut tut tuuuut. Bunda lupa ya?’, potong Si Bocah.
Hehehehe, saya tertawa. Kerapnya kami keluar kota dengan menggunakan kereta api
sampai Si Bocah hafal urutan kendaraan umum yang digunakan. Naik KRL turun Stasiun
Gondangdia, berganti naik bajaj ke Stasiun Gambir atau Stasiun Pasar Senen.
Menjadi ortu membuat
kami belajar berkomunikasi dengan Si Bocah. Mendengarkan pendapat dan
perasaannya. Meskipun dia baru 3 tahun. Kami sering melibatkannya dalam
pengambilan keputusan bila berkenaan dengan kepentingannya. Seperti ketika
mengajaknya pergi.
Karena beberapa pertimbangan
dan kesepakatan mengasuh anak bersama, kerap saya dan Si Bocah ikut keluar kota
ayahnya. Bukan melancong. Lebih banyak menemani Si Ayah bekerja. Kadang, belum
seminggu kembali ke Depok, kami harus keluar kota lagi. Packing dan kembali menyusuri kota lain.
bermain mengurai kebosanan |
Namun, Kami menikmati
semua hal tersebut. Kata orang, bila belum merantau dan hanya mandeg di kampung halaman saja, itu
seperti membaca buku hanya halaman pertamanya saja. Belum tuntas hehehehe.
Berada di banyak kota
memberi saya kesempatan belajar banyak tentang kehidupan. Bagi Si Bocah juga. Bergaul
dan berinteraksi dengan banyak orang dari segala usia, budaya berbeda, bahasa
berbeda, agama berbeda memberi kesempatan Si Bocah belajar menghargai
perbedaan.
Kami selalu
menggunakan transportasi umum bila bepergian bertiga. Berpergian menggunakan
transportasi umum melatih kami untuk cermat membawa barang. Hanya yang perlu
dan memang dibutuhkan saja yang dibawa. Ember dan panci atau kasur tidak
terpikirkan untuk dibawa. Kami sepakat setiap bepergian hanya dengan 1 ransel
besar, 2 ransel sedang, dan dino (boneka Si Bocah yang bisa beralih fungsi jadi
bantal kalau diperlukan hehehehe).
3 tas itu yang dua
tahun terakhir menemani kami kemana-mana. Kami memilih ransel karena lebih
efisien dan mudah membawanya. Bila Si Bocah tidak tidur, dia bertanggungjawab
dengan dino dan wajib berjalan sendiri. Ayah dengan ransel besar dan 1 ransel
sedang. Saya sendiri membawa 1 ransel sedang. Bila Si Bocah tidur, maka tugas
pun berubah. Ayah menggendong Si Bocah dan membawa ransel besar, saya dengan 2
ransel sedang dan dino.
Sac à dos family,
saya biasa menamainya. Kemana-mana membawa ransel di punggungnya. Apa bedanya
dengan keluarga kura-kura ninja ya ? (eh)
Sebetulnya Sebatik minyak serbaguna perlu dipertimbangkan keberadaannya, untuk menguras capek dan stdknya P3K keluarga.
ReplyDeleteTetep promosi jualan.
it's very nice, Puh. Terima kasih ya. Doakan saja sac a dos familly ini sehat selalu.kapan-kapan ikut juga yuk, agak jauhan ke tempat Budha-budha berada :-)
Deletesayangya perjalan itu jarang ke pantai di daerah dukuhseti pati. mungkin salah satu jawaban ketika ada pertanyaan ke pati? kerumah siapa? ke kediaman pak sukarso desa banyutowo kecamatan dukuhseti, Pati
ReplyDeleteTerima kasih ya, kapan-kapan kata ayahnya, diagendakan kesana. Ada referensi pantai yang nyaman untuk anak-anak bermain kan ? hehehehe
Delete