‘Bukan Mbak, Nda.
Budhe. Bukan Ibu, tapi Yangti. Bukan Bapak, tapi Yangkung. Bukan Obi, tapi Ayah
Obi.’ Protes Si Bocah hampir satu bulan terakhir ini. Mengkritisi bagaimana
kami memanggil orang-orang di sekitar. Harus sama dengan caranya memanggil. Bila ada yang tidak sesuai, harus dibenarkan
segera.
Kalau tidak ? Kalau
tidak, Si Bocah akan terus meminta kita membenarkan panggilan yang diucapkan sesuai
dengan yang dimintanya. Ngintili kemana
pun kita pergi sambil meminta mengoreksi panggilan yang ada.
Kelihatannya sepele
ya ? Bocah usia 3 tahun saja kok. Dicuekin
saja nanti kan diam. Atau yang lebih
ekstrem, kalau ngeyel terus, dibentak
saja, pasti diam hehehe (waduh!).
Tetapi, pura-pura
tidak mendengar protesnya atau bahkan membentaknya alhamdulillah bukan pilihan
kami. Kami menghargainya. Kami pun belajar ‘memanggil’ sesuai dengan aturan
mainnya. Meski masih kerap lupa juga. Si Bocah belum terlalu paham tentang
pohon keluarga. It’s ok. Toh, meminjam istilahnya Bu Septi,
selama Tuhan dan Rasulnya tidak murka tidak apa-apa. Meski kadang, saya merasa gimana gitu kalau diprotes melulu
seharian masalah panggil memanggil ini. Ingin sekali garuk-garuk tembok.
Usia 3 tahun. Masa
dimana otak berkembang pesat, didukung oleh dua proses yang terjadi bersamaan:
synaptogenesis dan mielinisasi. Synaptogenesis menghubungkan saraf ke jaringan
melalui penciptaan sinapsis baru di otak. Sementara itu, mielinisasi melapisi
saraf dengan lemak, lapisan pelindung yang membantu transmisi sinyal otak
menjadi lebih cepat.
Usia 3 tahun. Usia pembangkangan.
Usia dimana kebenaran adalah milik dia sendiri. Luar biasa dan memang sudah
begitu garisnya agar perkembangan otaknya maksimal. Bila proses perkembangan
otak ini maksimal, maka anak-anak pun akan mudah memahami banyak hal.
Anak usia 3 tahun
cenderung berego tinggi. Kebenaran ada di dia. Semua harus memperhatikannya. Anak
usia 3 tahun pun tidak mau diduakan. Akan ada protes berwujud hal-hal yang bisa
membuat jengkel dari mereka bila kita abai sesuai dengan karakter mereka.
Itu adalah fase yang wajar
dan alami. Hanya kita ortunya harus mampu memahaminya. Mampu mendampingi
anak-anak mengalami fase ini sampai mereka berusia 6 tahun. Alih-alih mencap
negatif/nakal, kita harus bisa mengarahkan bagaimana emosi itu menemukan
salurannya. Bila kita mampu mendampingi mereka mengelola dan melewati fase ini,
niscaya anak-anak akan mampu tumbuh menjadi pribadi baik di masa dewasanya.
Akan banyak berkurang orang-orang yang hanya kerap mau benar sendiri, mau
menang sendiri, atau yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment