Pages

Thursday 15 September 2016

Saya, Si 3 Tahun

‘Bukan Mbak, Nda. Budhe. Bukan Ibu, tapi Yangti. Bukan Bapak, tapi Yangkung. Bukan Obi, tapi Ayah Obi.’ Protes Si Bocah hampir satu bulan terakhir ini. Mengkritisi bagaimana kami memanggil orang-orang di sekitar. Harus sama dengan caranya  memanggil.  Bila ada yang tidak sesuai, harus dibenarkan segera.
Kalau tidak ? Kalau tidak, Si Bocah akan terus meminta kita membenarkan panggilan yang diucapkan sesuai dengan yang dimintanya. Ngintili kemana pun kita pergi sambil meminta mengoreksi panggilan yang ada.

Kelihatannya sepele ya ? Bocah usia 3 tahun saja kok. Dicuekin saja nanti kan diam. Atau yang lebih ekstrem, kalau ngeyel terus, dibentak saja, pasti diam hehehe (waduh!).
Tetapi, pura-pura tidak mendengar protesnya atau bahkan membentaknya alhamdulillah bukan pilihan kami. Kami menghargainya. Kami pun belajar ‘memanggil’ sesuai dengan aturan mainnya. Meski masih kerap lupa juga. Si Bocah belum terlalu paham tentang pohon keluarga. It’s ok. Toh, meminjam istilahnya Bu Septi, selama Tuhan dan Rasulnya tidak murka tidak apa-apa. Meski kadang, saya merasa gimana gitu kalau diprotes melulu seharian masalah panggil memanggil ini. Ingin sekali garuk-garuk tembok.
Usia 3 tahun. Masa dimana otak berkembang pesat, didukung oleh dua proses yang terjadi bersamaan: synaptogenesis dan mielinisasi. Synaptogenesis menghubungkan saraf ke jaringan melalui penciptaan sinapsis baru di otak. Sementara itu, mielinisasi melapisi saraf dengan lemak, lapisan pelindung yang membantu transmisi sinyal otak menjadi lebih cepat.
Usia 3 tahun. Usia pembangkangan. Usia dimana kebenaran adalah milik dia sendiri. Luar biasa dan memang sudah begitu garisnya agar perkembangan otaknya maksimal. Bila proses perkembangan otak ini maksimal, maka anak-anak pun akan mudah memahami banyak hal.
Anak usia 3 tahun cenderung berego tinggi. Kebenaran ada di dia. Semua harus memperhatikannya. Anak usia 3 tahun pun tidak mau diduakan. Akan ada protes berwujud hal-hal yang bisa membuat jengkel dari mereka bila kita abai sesuai dengan karakter mereka.
Itu adalah fase yang wajar dan alami. Hanya kita ortunya harus mampu memahaminya. Mampu mendampingi anak-anak mengalami fase ini sampai mereka berusia 6 tahun. Alih-alih mencap negatif/nakal, kita harus bisa mengarahkan bagaimana emosi itu menemukan salurannya. Bila kita mampu mendampingi mereka mengelola dan melewati fase ini, niscaya anak-anak akan mampu tumbuh menjadi pribadi baik di masa dewasanya. Akan banyak berkurang orang-orang yang hanya kerap mau benar sendiri, mau menang sendiri, atau yang hanya mementingkan dirinya sendiri.


No comments:

Post a Comment