Pages

Friday 9 September 2016

Rumah Kardus

Selepas berkemah tempo hari, kami tidak langsung kembali ke Depok meski telah terlanjur membeli tiket kereta. Ada beberapa urusan berkaitan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan Si Ayah di Semarang. Jadilah kami menginap dua hari di Semarang.
Hari pertama, kami menginap di rumah seorang sepupu. Mereka memiliki anak berusia sekolah dasar kelas 3. Si Bocah ada teman bermain. Mereka telah berkenalan lebaran kemarin dan masih saling mengingat. Meskipun ada perbedaan usia yang mencolok (si Bocah baru 3 tahun), saya melihatnya tidak ada masalah dalam berkomunikasi.

Mereka terlihat asyik bermain bersama. Ada saja ide yang muncul. Dari main seluncuran di tangga rumah, mencoba memotret bersama, sampai bermain rumah-rumahan. Kebetulan saudara kami baru saja membeli freezer kecil untuk toko kelontongnya dan baru saja datang. Kardusnya belum sempat dirapikan. Masih teronggok di teras.
Melihat kardus yang cukup besar, ide keduanya muncul. ‘Mau membuat rumah seperti pirouette itu lho, Nda’, kata Si Bocah ketika saya tanya. Pirouette adalah lagu anak-anak berbahasa prancis yang bercerita tentang seseorang dengan rumah kardusnya (bisa dilihat lagunya disini). Saya hanya mengangguk-angguk.
Kardus pun dibalik. Dijadikan rumah-rumahan. Keduanya terlihat sibuk. Mengambil boneka, bantal, juga selimut. Semua ditata di dalam kardus. Kadang, terdengar mereka berbisik-bisik lalu tertawa bersama.

Saya mengamati dari jauh. Meski ada godaan untuk mendekat dan bertanya apa yang sedang dibicarakan sebab terlihat seru sekali namun saya memilih tidak mencampuri. Ingin melihat sejauh mana kreativitas mereka dalam menggunakan benda-benda yang ada untuk bermain. Ternyata mereka cukup kreatif. Mereka juga bisa berinisiatif.  
Si Bocah menghampiri saya dan bertanya apakah boleh membawa lampu berkemah. Untuk apa, tanya saya. Si Bocah menjawab kalau di dalam rumah pirouette gelap saat pintunya ditutup, jadi perlu lampu agar terang.
Saya tersenyum mengiyakan. Senang percobaan gelap terang dalam tenda ketika berkemah ternyata masuk di dalam ingatan Si Bocah. Lampu berkemah adalah lampu bertenaga matahari yang bisa dibuka tutup. Bila posisi terbuka, maka lampu akan menyala dan bila ditutup, lampunya otomatis mati. Gelap dan tidak bisa melihat apa-apa, komentar Si Bocah ketika itu.
Pengalaman langsung memang akan mudah diterima dan diingat. Terutama untuk anak-anak yang memang cara belajarnya melalui hal-hal kongkrit (nyata). Merasakan, menyentuh, melihat, mencium, meraba secara langsung bendanya, bukan hanya gambarnya. Apalagi bila semua hal itu dilakukan mereka dengan senang tanpa paksaan. Percayalah, banyak hal yang dipelajari oleh mereka. Bermain dengan gembira pun tidak selalu memerlukan mainan yang mahal, bukan ?

Saya dengar, saya lupa
Saya lihat, saya ingat
Saya lakukan, saya mengerti

-Confusius-

No comments:

Post a Comment