Pages

Wednesday 31 August 2016

Tumbuh dan Nikmatilah, Tak Perlu Tergesa-gesa


Pagi ini saya membaca beberapa informasi menarik berkenaan dengan kegiatan anak-anak. Hm...ingin sekali ikut. Ada yang mengasah motorik kasar, kunjungan ke sebuah tempat, ikut klub, sampai ikut festival.

Ingin sekali bisa bergabung. Sayang usia minimal adalah 4 tahun dan Si Bocah masih 3 tahunan.
Meski sebenarnya secara kasat mata, Si Bocah ‘pantas’ menjadi anak usia 4 tahun. Postur fisik, kamampuan berbahasa, dan pemahamannya akan sebuah peraturan cukup bagus. Berbaur dengan anak-anak usia 4 tahunan tidak akan terlihat mencolok perbedaannya. Hehehehe...godaan sekali.

Saya anggap ini sebagai ujian konsistensi saja (meski mupeng banget huhuhu). Sejak awal, kami bersepakat mengutamakan kejujuran dalam mendidik anak. Bisa dianggap ini nilai yang kami pegang dalam keluarga. Hal sekecil apapun, kami mencoba mengatakan yang sebenarnya kepada Si Bocah menggunakan bahasa yang bisa dimengertinya meskipun bukan pula hal mudah bagi kami.

Sebagai contoh melihat film anak-anak. Meski masuk dalam kategori anak-anak, ada rentang usia yang berlaku. Ada film anak-anak itu yang baru boleh dilihat anak usia minimal 5 tahun, 10 tahun atau 12 tahun. Saya cukup selektif memilihkan film-film untuk Si Bocah. Saya hanya memilih film-film dengan karakter baik semua di dalamnya. Tidak ada karakter buruk.

Usia Si Bocah 3 tahun. Fase meniru sampai dia nanti berusia 4 tahun. Apapun yang dilihat dan didengar akan ditirunya. Entah itu perbuatan baik maupun perbuatan tercela. Apakah itu ucapan baik atau ucapan buruk. Mengapa ? Sebab rentang usia ini, mereka belum bisa membedakan antara baik dan buruk. Hanya meniru.

Jadi ingat seorang teman pernah kaget ‘dimarahi’ anaknya dengan gaya yang plek Kak Rose – salah satu karakter di serial Upin Ipin - . Si anak yang belum 4 tahun itu senang film ini.

Ada saat memang, Bocah protes. Bertanya mengapa tidak boleh melihat film tertentu. Saya menjelaskan biasaya diawali dengan permintaan maaf baru kemudian masuk ke inti permasalahannya. Menjelaskan bukan tidak boleh melihat, namun menunggunya cukup usia untuk melihatnya. Di awal, Si Bocah menangis. Kami perbolehkan dan bersimpati saat dia menangis tetapi tetap tidak membolehkan melihat film yang tidak sesuai usianya. Seiring waktu, dia mengerti (mengerti kalau jurus menangis tidak mempan di emaknya terutama yah hehehehe).

Begitupun dengan mainan. Saya ingat  seorang teman (lagi) yang bercerita kalau hampir semua mainan yang ia belikan untuk anaknya tidak ada yang bertahan lebih dari tiga hari. Pasti hancur rusak dibanting-banting atau digigit. Selidik punya selidik, teman saya ini setiap membelikan mainan hanya berdasarkan rasa suka. Tidak pernah mengecek usia minimal yang tertulis di mainan tersebut. Setelah memeriksa mainan yang jadi ‘korban’ anaknya, ketahuan kalau usia minimal untuk bermainnya 3 tahun. Lha anak teman saya 2 tahun belum genap. Fase meraba, membanting, dan oral. Siapa dong kalau seperti ini yang jadi tersangka akan mainan yang rusak itu ? Hehehehehe...

Menjadi ortu dan mendidik anak itu ternyata tidak boleh mudah baper. Harus jujur dan belajar mengendalikan diri. Untuk saya ini contohnya. Suka pengen ikutan sebuah kegiatan menarik saja bawaannya. Sering sedih saat batas usia minimal belum terpenuhi hihihi. Sering ngrundel, ah Si Bocah itu lho sebenarnya secara emosional dan pemahaman lebih dari Si A yang 4 tahun itu. Kedewasaan seseorang kan kadang tidak dipengaruhi oleh usia hehehehe.

Ah, sudahlah Nak. Bermainlah sesuka dan sepuasmu. Tumbuhlah sewajarnya, tak perlu tergesa-gesa atau bahkan akselerasi. Ibumu ini memang sering baper dan ingin kamu segera mengenal banyak hal namun juga tak rela untuk cepat-cepat melepasmu dari timangannya. 

2 comments:

  1. mantap quotes nya..

    "mendidik anak itu tidak boleh mudah baper"

    ku kutip yo mbak..

    ReplyDelete