Pages

Friday 12 August 2016

Ikut Ayah ke Situ Jatijajar

Salah satu kesepakatan kami sebagai ortu adalah  ada satu hari penuh ayah bersama dengan Si Bocah dalam seminggu. Bersama dalam artian sebenarnya. Bermain bebas, tidak ada gawai atau komputer atau printilan pekerjaan lainnya. Biasanya itu terjadi hari minggu. Seharian mereka akan melakukan apapun yang disukai sambil tertawa meski tak jarang diselingi rengekan atau tangisan Si Bocah karena diisengin ayahnya.
Tetapi ada saat-saat meski hari minggu, Ayah harus pergi. Bila aktivitasnya keluar kota, Si Bocah bersama saya di rumah. Namun, bila kegiatannnya memungkinkan mengajak Si Bocah, sering kami pergi bersama-sama.
Seperti beberapa saat yang lalu. Hari Minggu kami isi dengan berkunjung ke rumah seorang teman Ayah di daerah Situ Jatijajar. Menyenangkan. Menemukan tempat kami belajar dan menjelajah. Sebab, sekolah terbaik menurut kami adalah alam semesta dan isinya yang tidak dibatasi oleh dinding-dinding. Selain itu melihat Kota Depok dari sudut berbeda. Dengan aneka pohon dan keteduhannya. Kota ini memiliki banyak situ (danau) namun sayang banyak yang kurang terawat.
Di sana, ketika ayah sedang ngobrol dengan teman-temannya, kami (saya dan Si Bocah) memiliki kesibukan sendiri. Menjelajahi pekarangan luas yang penuh dengan rumput juga pohon. Si Bocah banyak mengenali aneka pohon yang kebetulan banyak tumbuh di sana. Mulai dari durian, rambutan, pisang, jeruk nipis, kecapi, sampai pohon pinang dan kelapa. Kami juga menemukan jamur yang tumbuh di batang kelapa yang membusuk.

Di setiap aktivitas seperti ini, pasti terjadi obrolan-obrolan menarik dengan Si Bocah.  Menanyakan apa ini, apa itu. Mengapa kok begini mengapa kok seperti itu. Kadang, pertanyaan sederhananya pun sulit untuk saya jawab.
‘Ini semua tumbuhan namanya ?’ tanya Si Bocah. Saya mengangguk. ‘Banyak ya, Nda. Kenapa kok tumbuhannya bermacam-macam ? Kenapa tidak satu saja tapi banyak ?’
Saat itu, kebetulan teman ayah mengajak berkeliling. Memutari Situjajar. Wuih...pengalaman baru lagi. Beriringan kami menyusuri situ. Ada sisi yang ternyata jalannya off road. Sempit, sedikit licin kena air situ, sekaligus juga banyak tanaman perdu. Saya amati Si Bocah asyik-asyik saja. Jalan dengan penuh semangat tak mau digandeng apalagi digendong.
Ketika kami masuk hutan perhutani pun, Si Bocah ternyata menikmati. Seru katanya sambil melompat menjangkau dahan di sana-sini. Beberapa gigitan nyamuk tak diindahkan olehnya. Rombongan para orang dewasa tertawa melihat semangatnya. Semangat murni penjelajah – want to know -, komentar seorang teman.
Bagi kami, memberi pengalaman kepada Si Bocah sebanyak-banyaknya adalah salah satu usaha mengenalkannya kepada dunia. Bertemu banyak orang dalam berbagai golongan baik warna, suku, bahasa, agama, dan usia, juga mengenalkannya kepada alam seperti sekarang ini akan memperkaya pengalamannya.
Berharap kelak Si Bocah mampu memandang segalanya secara luas dan menyadari beragamnya isi dunia itu. Berbeda-beda dan menarik. Tidak seragam dan memang tidak harus dibuat seragam.
Begitu pun dengan dirinya. Semoga Si Bocah mampu mencintai dirinya dan bangga menjadi diri sendiri sebab segala hal di dunia ini memang berbeda-beda dan unik.  Kita sebagai ciptaanNya inilah yang seharusnya mampu menghargai perbedaan itu, menemukan keindahannya dan tidak mengunggulkan diri sendiri.



No comments:

Post a Comment