dari sini |
‘One by one’, jawabnya mantab. Saya
pun tersenyum dan mengajaknya tos. Kesepakatan kecil yang selalu saya lakukan
sebelum berangkat ke suatu tempat (terutama berkunjung ke rumah seseorang)
sejak usianya genap 3 tahun dan mulai mengerti aturan sederhana.
Lebaran tahun ini adalah lebaran
pertama kalinya Si Bocah berkunjung ke rumah orang lain dengan aturan one by
one. Mengambil kue atau makanan apapun itu satu per satu. Satu dihabiskan dulu,
baru mengambil lagi. Tidak langsung mengambil banyak dalam satu genggaman
apalagi pakai di masukkan ke dalam kantong baju segala hehehe.
Aturan one by one ini sebenarnya sudah cukup lama kami praktikkan dalam
keseharian. Butuh kebulatan tekad untuk selalu konsisten memberi contoh Si
Bocah. Terutama untuk Ayah. Masih sering harus diingatkan berkali-kali.
Untungnya Ayah kooperatif dan mau minta maaf atas kekeliruannya bila melanggar
aturan.
Nah, ujiannya adalah lebaran ini (gaya
sedikit pakai istilah ujian segala seperti anak sekolahan, boleh ya ?).
Ujian baik buat Si Bocah juga kami,
ortunya. Masihkah bisa konsisten dengan aturan one by one ini. Lha, kok ortunya
juga ? Pasti dong, sebab akan muncul banyak hal tak terduga dengan pilihan ‘tak
lazim’ kami.
Tantangannya pun lumayan berat. Mulai
dari respon keluarga besar yang mengerutkan dahi mendengar tentang kesepakatan
ini sampai banyaknya aneka kue menarik di meja yang pastinya tidak setiap hari
dijumpai Si Bocah.
Awalnya, kami mendapat protes cukup
keras terutama dari kakek neneknya. Tega istilahnya. Si Bocah dirasa masih
terlalu kecil untuk ‘dikekang’ oleh aturan seperti itu. Apalagi ini lebaran.
Biarlah Si Bocah menikmati makanan sesukanya, toh ada dan disediakan. Biarlah
mengambil sepuasnya, mumpung lebaran. Kasihan.
Hm… Bingung kan harus bagaimana
bersikap? Lawannya ortu sendiri nih. Jelas kita tidak bisa berkonfrontasi
langsung kan, dosa hehehehehe. Jadinya cuma bisa nyengir dan nyari waktu kapan
enaknya buat ngasih pemahaman ke ortu – kakek nenek Si Bocah - tanpa menggurui.
Yah…bagaimana pun saya posisinya kan anak bagi mereka meski sudah jadi ortu
juga sekarang.
Eng ing eng ! Saat itu ternyata tiba juga. Ketika
ortu selo alias longgar dan sedang
ngobrol santai di teras belakang, iseng saya buka percakapan tentang masa
kecil. Pengalaman yang membekas sampai sekarang.
Ceritanya, waktu itu saya diajak
bertamu ke rumah teman ibu saat lebaran juga. Di rumah sudah diwanti-wanti
kalau ambil makanan di meja yang paling dekat dan satu saja. Tidak boleh
banyak-banyak apalagi satu genggam. Malu-maluin. Saya mengangguk paham.
Sialnya, sesampai di rumah teman ibu, makanan yang dekat itu tidak terlalu saya
sukai. Permen coklat yang waktu itu adalah makanan mewah dan selalu menggiurkan
berada jauh di luar jangkauan. Duh, saya hanya bisa menelan ludah sambil
melirik terus itu permen. Saya fokus dengan permen coklat sehingga ditawari
apapun tidak mau. Ketika yang punya rumah masuk sebentar ke dalam, segera saya
berdiri dan sigap mengambil permen. Hanya dua sebenarnya, namun sorot mata ibu
tajam memandang tidak senang. Ibu tidak bilang apa-apa ketika itu, namun
sesampai di rumah, saya ditegur habis-habisan. Sejak itu pula saya jarang
diajak berkunjung ke rumah temannya lagi.
Ibu yang mendengar cerita saya
menimpali bahwa apa yang saya lakukan itu memalukan. Bukan sikap bertamu yang
baik.
Saya tertawa menyetujui. ‘Karena
itulah saya ingin Si Bocah memiliki manner yang baik. Tidak malu-maluin.
Mengenalkannya pada kebiasaan mengambil makanan seperlunya, tidak mumpung ada
banyak. Dibagi dengan yang lain.
Dulu, saya ditinggal di rumah karena
ada asisten rumah tangga dan saudara-saudara yang lain. Lha, Si Bocah yang masih ontang-anting ini kerap ikut kegiatan
ortunya bertamu dan bertemu banyak orang sebab kami tidak memiliki asisten
rumah tangga. Kesepakatan one by one ini sebagai latihannya membangun manner yang baik, agar tidak menjadi
anak yang ‘memalukan’.
Alhamdulillah senangnya ternyata
perbincangan ringan itu bisa membuat mengerti kakek nenek Si Bocah. ‘Hanya
jangan terlalu keras menerapkan, maklumi kalau Si Bocah kadang melanggarnya’,
pesan mereka. Saya pun mengangguk setuju.
Membangun kebiasaan baik memang perlu
waktu dan kesabaran. Tidak instan. Tidak juga lempeng seperti jalan tol, ada lobang – lobangnya. Buktinya, ada
saat Si Bocah memang memakai aturan one by one dalam mengambil makanan
namun semua hidangan di meja dicicipi semua. "Kan one by one, tidak satu
genggam kan, Nda? Katanya polos. Hahahaha…baiklah. Masih dalam suasana lebaran,
dimaklumi dan dimaafkan!
Eh, ada agenda asyik nih. Ada Hari Hijaber Nasional
besok tanggal 07 Agustus 2016 – 08 Agustus 2016 Masjid Agung Sunda Kelapa,
Menteng, Jakarta Pusat.
No comments:
Post a Comment