Pages

Monday 25 July 2016

One by One di Lebaran Pertama Si Bocah

dari sini
‘Hari ini kita berkunjung ke rumah gurunya Bunda, ya?’ tanya saya disambut anggukan kecil Si Bocah. ‘Kalau di sana, mengambil kuenya…?’

‘One by one’, jawabnya mantab. Saya pun tersenyum dan mengajaknya tos. Kesepakatan kecil yang selalu saya lakukan sebelum berangkat ke suatu tempat (terutama berkunjung ke rumah seseorang) sejak usianya genap 3 tahun dan mulai mengerti aturan sederhana.

Lebaran tahun ini adalah lebaran pertama kalinya Si Bocah berkunjung ke rumah orang lain dengan aturan one by one. Mengambil kue atau makanan apapun itu satu per satu. Satu dihabiskan dulu, baru mengambil lagi. Tidak langsung mengambil banyak dalam satu genggaman apalagi pakai di masukkan ke dalam kantong baju segala hehehe.


Aturan one by one ini sebenarnya sudah cukup lama kami praktikkan dalam keseharian. Butuh kebulatan tekad untuk selalu konsisten memberi contoh Si Bocah. Terutama untuk Ayah. Masih sering harus diingatkan berkali-kali. Untungnya Ayah kooperatif dan mau minta maaf atas kekeliruannya bila melanggar aturan.

Nah, ujiannya adalah lebaran ini (gaya sedikit pakai istilah ujian segala seperti anak sekolahan, boleh ya ?).

Ujian baik buat Si Bocah juga kami, ortunya. Masihkah bisa konsisten dengan aturan one by one ini. Lha, kok ortunya juga ? Pasti dong, sebab akan muncul banyak hal tak terduga dengan pilihan ‘tak lazim’ kami.

Tantangannya pun lumayan berat. Mulai dari respon keluarga besar yang mengerutkan dahi mendengar tentang kesepakatan ini sampai banyaknya aneka kue menarik di meja yang pastinya tidak setiap hari dijumpai Si Bocah.

Awalnya, kami mendapat protes cukup keras terutama dari kakek neneknya. Tega istilahnya. Si Bocah dirasa masih terlalu kecil untuk ‘dikekang’ oleh aturan seperti itu. Apalagi ini lebaran. Biarlah Si Bocah menikmati makanan sesukanya, toh ada dan disediakan. Biarlah mengambil sepuasnya, mumpung lebaran. Kasihan.

Hm… Bingung kan harus bagaimana bersikap? Lawannya ortu sendiri nih. Jelas kita tidak bisa berkonfrontasi langsung kan, dosa hehehehehe. Jadinya cuma bisa nyengir dan nyari waktu kapan enaknya buat ngasih pemahaman ke ortu – kakek nenek Si Bocah - tanpa menggurui. Yah…bagaimana pun saya posisinya kan anak bagi mereka meski sudah jadi ortu juga sekarang.

Eng ing eng ! Saat itu ternyata tiba juga. Ketika ortu selo alias longgar dan sedang ngobrol santai di teras belakang, iseng saya buka percakapan tentang masa kecil. Pengalaman yang membekas sampai sekarang.

Ceritanya, waktu itu saya diajak bertamu ke rumah teman ibu saat lebaran juga. Di rumah sudah diwanti-wanti kalau ambil makanan di meja yang paling dekat dan satu saja. Tidak boleh banyak-banyak apalagi satu genggam. Malu-maluin. Saya mengangguk paham. Sialnya, sesampai di rumah teman ibu, makanan yang dekat itu tidak terlalu saya sukai. Permen coklat yang waktu itu adalah makanan mewah dan selalu menggiurkan berada jauh di luar jangkauan. Duh, saya hanya bisa menelan ludah sambil melirik terus itu permen. Saya fokus dengan permen coklat sehingga ditawari apapun tidak mau. Ketika yang punya rumah masuk sebentar ke dalam, segera saya berdiri dan sigap mengambil permen. Hanya dua sebenarnya, namun sorot mata ibu tajam memandang tidak senang. Ibu tidak bilang apa-apa ketika itu, namun sesampai di rumah, saya ditegur habis-habisan. Sejak itu pula saya jarang diajak berkunjung ke rumah temannya lagi.

Ibu yang mendengar cerita saya menimpali bahwa apa yang saya lakukan itu memalukan. Bukan sikap bertamu yang baik.

Saya tertawa menyetujui. ‘Karena itulah saya ingin Si Bocah memiliki manner yang baik. Tidak malu-maluin. Mengenalkannya pada kebiasaan mengambil makanan seperlunya, tidak mumpung ada banyak. Dibagi dengan yang lain.

Dulu, saya ditinggal di rumah karena ada asisten rumah tangga dan saudara-saudara yang lain. Lha, Si Bocah yang masih ontang-anting ini kerap ikut kegiatan ortunya bertamu dan bertemu banyak orang sebab kami tidak memiliki asisten rumah tangga. Kesepakatan one by one ini sebagai latihannya membangun manner yang baik, agar tidak menjadi anak yang ‘memalukan’.

Alhamdulillah senangnya ternyata perbincangan ringan itu bisa membuat mengerti kakek nenek Si Bocah. ‘Hanya jangan terlalu keras menerapkan, maklumi kalau Si Bocah kadang melanggarnya’, pesan mereka. Saya pun mengangguk setuju.

Membangun kebiasaan baik memang perlu waktu dan kesabaran. Tidak instan. Tidak juga lempeng seperti jalan tol, ada lobang – lobangnya. Buktinya, ada saat Si Bocah memang memakai aturan one by one dalam mengambil makanan namun semua hidangan di meja dicicipi semua. "Kan one by one, tidak satu genggam kan, Nda? Katanya polos. Hahahaha…baiklah. Masih dalam suasana lebaran, dimaklumi dan dimaafkan!

Eh, ada agenda asyik nih. Ada Hari Hijaber Nasional besok  tanggal 07 Agustus 2016 – 08 Agustus 2016 Masjid Agung Sunda Kelapa,  Menteng, Jakarta Pusat. 
 


No comments:

Post a Comment