Lingkaran
kecil, lingkarang kecil, lingkaran besar
Lingkaran
kecil, lingkaran kecil, lingkaran besar
Diberi telinga,
diberi telinga, lalu tertawa
Enam, enam,
tiga puluh enam
Enam, enam,
diberi sudut
Yeay! Teriak Si Bocah di
akhir lagu. Biasanya, kami mengulang lagunya sambil menggambar lagi beberapa
kali. Setelah itu, Si Bocah akan dengan asyik menghapus hasilnya sambil tertawa.
Bila semuanya terhapus, minta dibuatkan kembali.
Ketika itu, kami masih rumah
kakek neneknya Si Bocah. Kondisi lingkungan yang masih alami memungkinkan kami
menggambar di tanah memakai ranting kayu. Si Bocah pun belum tertarik memegang
alat tulis dan lebih menyukai
gambar-gambar besar yang bisa dia hapus dengan kakinya saat itu.
Memasuki usia tiga tahun,
dia pun mulai mencoret-coret tembok dengan pensil warna. Ketika saya sodorkan
kertas, dia hanya bertahan sebentar dan kembali ke tembok. Ketika saya tanya
mengapa kok senang menulis di tembok,
jawabannya karena lebih besar dan bisa panjang menggambarnya. Hm…
Jawaban yang membuat saya
teringat kembali akan Bapak Kobayashi. Bapak kepala sekolah keren teman Si
Gadis Kecil Toto-chan yang sudah ditolak di banyak sekolah. Beliau bersama
guru-gurunya yang luar biasa itu mampu membuat kegiatan-kegiatan sederhana yang
seru namun menyenangkan dan sarat makna bersama murid-muridnya. Salah satunya
adalah bebas menggambar sepuasnya di lantai kelas mereka yang merupakan gerbong
bekas kereta api. Mereka boleh menggambar dan berimajinasi sepuasnya tanpa perasaan
takut dan khawatir. Berkotor-kotor sambil bercanda dan tertawa bersama
teman-temannya. Setelah puas dan selesai, mereka kemudian membersihkan lantai
kelasnya bersama-sama.
Yup, di rumah ini tidak ada
lagi tanah kosong yang bisa digambari seperti di rumah kakek nenekmu, Nak. Tidak
juga ada gerbong bekas kereta api seperti kelas menyenangkannya Si Toto-chan.
Namun, di sebelah rumah, ada lapangan bulu tangkis luas yang bisa kita pakai
menggambar. Kita bisa puas menggambar apapun di sana dengan kapur tulis.
Si Bocah menyukai ide ini.
Hampir setiap hari, dia mengajak ke lapangan. Menggambar apapun dengan kapur
tulis. Bebek, bunga, layang-layang, awan, hujan, alphabet, atau juga bayang-bayang.
Kami biasa menggambar sambil bernyanyi sesuai dengan gambar yang dibuat. Selain
membuat suasana lebih menyenangkan, juga menambah kosakata Si Bocah.
Saya mencoba tidak membawa
beban atau harapan tinggi-tinggi akan hasil kegiatan ini. Si Bocah meski sudah
tiga tahun, belum terlalu tertarik memegang alat tulis seperti pensil, namun
senang memegang kapur tulis atau kadang-kadang dengan kuas. Dia pun bisa
menyanyi lagu abc dengan lancar meski
hanya tahu dengan benar bentuk huruf s saja.
Buat saya, berkegiatan
dengan senang dan Si Bocah mampu menikmatinya lebih penting daripada hasil
pencapaiannya saat ini. Seperti yang saya dapat dari Mbak Lala di binser hs
beberapa waktu yang lalu, bila kita ingin tahu apakah anak kita senang dan
antusias dengan sebuah kegiatan, lihatlah binar matanya. Bila berseri-seri dan
berbinar-binar, yakinlah banyak hal yang dipelajarinya sebab dia merasa senang.
Setuju mbak bermain bersama anak harus disempetin apalagi kalau buat ibu bekerja kyk saya :)
ReplyDeleteTerimakasih komentarnya ya. Mari bermain :-)
ReplyDelete