‘Hujan! Boleh menangkap
airnya ?’ tanya Si Bocah kegirangan. Saya amati hujannya tenang. Deras namun
tidak berangin dan tidak petir. Saya pun mengangguk yang disambut teriakan
kegirangannya lari keluar. Dengan riang, dia menangkap air dengan tangannya.
‘Basah!’ serunya sambil tertawa.
Jadi ingat dulu saat pertama
kali Si Bocah boleh hujan-hujanan. Ketika itu kami masih di rumah ortu. Si
bocah belum genap 2 tahun. Namun, setiap hujan turun, dia selalu tertarik
melihat tetesan air yang jatuh. Kepalanya kerap melongok ke pintu. Saya pun
akhirnya ajak dia ke teras saat hujan datang. Awalnya, hanya yang tangan mencoba
menyentuh air yang turun dari atap.
Ketika melihat saya hanya tersenyum, dia
pun mencoba mengambil payung yang kebetulan terbuka. Saya hanya mengamati.
Ingin tahu inisiatif apa lagi yang diambilnya. Ternyata dia jalan ke tengah
halaman sambil membawa payung. Namun tidak lama. Payung menghalanginya
berbasah-basah kena air hujan. Jadilah payung diletakkan dan dia asyik dengan
tetesan air hujan. Tertawa-tawa lepas sambil berlari kesana kemari, dari
genangan satu ke genangan air yang lain. Tidak terlihat takut atau khawatir
akan sakit karena memang dia tidak mengenalnya.
Nenek Si Bocah sempat
memprotes saya ketika membiarkannya main hujan. Takut cucunya sakit. Namun saya
berhasil menyakinkan bahwa tidak apa-apa. Mungkin Si Bocah akan kedinginan dan
sedikit bersin namun dia akan baik-baik saja karena kondisinya memang sedang
bagus. Saya memilih melihatnya bermain hujan dengan gembira tanpa perasaan
khawatir.
Semua anak-anak pada awalnya
melihat hujan adalah sesuatu yang menarik tanpa tendensi. Namun, ketika kita,
para orang dewasa ini mengatakan kepada mereka untuk tidak berhujan-hujan
karena hujan membuat sakit berulang kali, lambat laun, pikiran mereka pun
berubah. Hujan berarti penyakit. Maka ketika hujan turun, mereka pun memilih
berteduh dan mencari tempat aman dari hujan agar tidak sakit.
Buat saya pribadi, hujan adalah
berkah. Air kehidupan yang diturunkan ke bumi untuk kehidupan semua mahkluk
hidup. Hujan untuk disyukuri dan bukan diruntuki. Kalau pun ada banyak berita
banjir dan longsor ketika musim hujan, bukan salah hujan. Tetapi salah
manusianya yang senang membuang sampah sembarangan, gemar menggunduli hujan,
dan menghilangkan daerah resapan.
Anak-anak adalah individu
yang terlahir bebas tanpa prasangka. Mereka selalu positif dan penuh imajinasi.
Sayang kalau kita, para ortu ini membelenggu pikiran dan imajinasi mereka
dengan hal-hal yang bersifat menakutkan sehingga mereka tidak mampu maksimal
mengasah potensi dirinya.
Sebuah cerita kebakaran
sebuah kebun binatang di Thailand mungkin bisa kita renungkan bersama. Saya dapat
cerita ini dari buku Rhenald Khasali. Ketika kebakaran terjadi, semua pintu
kandang binatang telah dibuka. Semua hewan berhasil keluar, tetapi tidak dengan
sekumpulan besar gajah. Mereka mati terbakar. Padahal, gajah adalah binatang
paling gesit untuk menyelamatkan diri ketika ada kebakaran menurut fitrahnya. Penyelidikan
pun dilakukan. Pintu kandang gajah memang dibuka. Rantai yang membelit kakinya
pun dilepas. Namun mengapa mereka mati terbakar ? Pawang gajah mengatakan,
karena dirantai kakinya selama bertahun-tahun, gajah-gajah itu percaya bahwa
kaki mereka terikat meskipun sebenarnya rantainya telah terbuka. Pengalaman dirantai
bertahun-tahun melenyapkan insting binatang berbelai itu untuk menyelamatkan
diri sehingga mereka semua terbakar.
Apa yang kita katakan dan
tanamkan kepada anak-anak sebaiknya mengandung hal baik dan positif. Membiasakan
diri belajar melihat sesuatu dari sisi positifnya ketika berbicara dengan mereka. Jangan sampai anak-anak terpasung dengan label-label negatif atau
kata-kata skeptis. Kita tidak berharap mereka seperti gajah dalam cerita
di atas bukan ?
No comments:
Post a Comment