Pages

Thursday 28 April 2016

Ortu pun Pernah Salah

sini
Sebuah e-mail dari teman, saya terima pagi ini. Bertanya kabar dan mengkomentari aktivitas saya setahun terakhir ini. ‘Keren kamu, bisa move on dari wanita bekerja menjadi ibu rumah tangga. Seru sepertinya hidupmu, tidak membosankan!’

Sejujurnya agak malu membaca isi e-mail-nya. Sebab, saya tidak sehebat seperti apa yang dipikirkannya. Tetap ada saat-saat bosan dan kadang ingin bekerja kembali di luar rumah. Bisa bebas ngobrol dengan teman-teman di kafe tanpa terikat waktu dan memikirkan anak di rumah.


Beberapa hari yang lalu, saya sempat asyik dengan diri sendiri. Si Bocah agak saya lepas. Ceritanya, saya keasyikan melihat drama korea ‘Descendant of the sun’ (hehehehe). Ketika drama tersebut masih dalam edisi sedang tayang, saya masih bisa menahan diri tidak melihat. Keingintahuan dan rasa penasaran datang ketika seorang teman mengatakan kalau drama tersebut sudah selesai di episode 16. ‘Bagus dan bikin baper’, promosinya.

Iseng-iseng, saya pun melihatnya secara on line. Keisengan yang bisa ditebak akhirnya. Kebablasan. Episode satu berakhir berlanjut ke episode dua kemudian tiga, empat, dan seterusnya. Padahal tahu bahwa semua itu hanya drama dan jelas tidak yang sebenarnya, namun saya ternyata bertahan untuk melanjutkan melihatnya.

Namun, drama yang berakhir dengan bahagia itu malah membuat hubungan saya dengan Si Bocah sempat goyah. Mengikuti kisah mas kapten ganteng dan mbak dokter yang cantik  membuat saya sejenak terlena dan lupa akan ilmu-ilmu parenting.

Si Bocah yang melihat saya terlalu asyik di depan komputer dan hanya menjawab pendek-pendek pertanyaannya, mulai mencari perhatian. Menumpahkan air, membongkar tumpukan pakaian bersih, menolak makan (padahal biasanya makannya lahap), sampai menangis keras-keras.

Melihat tingkahnya, saya sempat merasa jengkel. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi ketika marah, saya pun memilih diam, menenangkan diri sambil memejamkan mata. Sayup-sayup saya dengar Si Bocah dari menangis keras mulai terisak. ‘Maaf ya, Nda. Habis Bunda Erna gitu’.

Dheg! Mendengar kata-katanya, saya seperti disadarkan. Bukan Si Bocah yang salah, namun saya. Saya yang terlalu larut dengan kesenangan sendiri dan melupakannya. Saya yang terlalu menuntut dimengerti padahal Si Bocah baru 3 tahun. Dia yang seharusnya dimengerti, bukan malah saya. Si Bocah memiliki batasan waktu saat melihat tayangan kesenangannya, tetapi saya malah berlaku seenaknya ketika melihat drama korea.

Pelajaran berharga buat saya sebagai ortu. Sesering apapun membaca buku-buku tentang pola pengasuhan anak, ada saat – saat saya ‘lupa’. Larut dengan keasyikan diri sendiri terutama ketika penat dan rasa bosan muncul. Saya memang tetap ada bersama Si Bocah, dalam jangkauan pandangnya, namun hanya fisik saja. Saya ada namun sebenarnya tidak bersama Si Bocah. Sebab, perhatian saya bukan ke dia, namun ke hal lain.  Present but absent.

Rasa malu dan bersalah membuat saya menangis memeluknya. ‘Maafkan Bunda Erna, ya. Bunda yang keliru. Bunda terlalu lama di depan komputer.’ Si Bocah dengan lugu menggangguk. Tak ada kata-kata menyalahkan atau ucapan negatif keluar.

Saya pribadi menyadari sebagai ortu yang tidak sempurna. Sering berbuat salah. Saya menerima kondisi itu dan berbahagia. Buat saya pribadi, saya memilih menjadi ortu pembelajar. Ortu yang mau belajar dan bertumbuh bersama Si Bocah.

Banyak hal saya pelajari sejak bersama Si Bocah. Belajar apapun dalam artian luas. Saya belajar mengendalikan diri, belajar berperilaku baik, belajar meminta maaf sekaligus memaafkan, belajar mengakui diri bersalah ketika memang melakukan kekeliruan, belajar selalu jujur dengan diri sendiri dan orang lain, dan banyak hal lagi.

Anak-anak adalah individu pemaaf dan tanpa ada tendensi. Mereka pun sangat terbuka dan selalu menyanyangi kita tanpa syarat meski kita pernah melakukan kesalahan. Kita sebagai ortu pun, hendaknya berbuat yang sama.

Meluangkan lebih banyak waktu bersama mereka, bermain, tertawa atau bahkan melakukan sesuatu yang mungkin terlihat konyol adalah salah satu bukti kita sayang mereka. Saat-saat indah dan gembira bersama ortu saat mereka kecil akan terbawa dalam ingatan sampai dewasa kelak. Kehangatan ortu di rumah pun akan melindungi anak-anak dari lingkungan-lingkungan yang tidak diinginkan kelak.  


2 comments:

  1. Saat-saat indah dan gembira bersama ortu saat mereka kecil akan terbawa dalam ingatan sampai dewasa kelak. Kehangatan ortu di rumah pun akan melindungi anak-anak dari lingkungan-lingkungan yang tidak diinginkan kelak.

    >>> Setuju sekali mb

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mba sudah berkunjung :-) semoga kita bisa belajar terus menjadi ortu.

      Delete