sini |
Sejujurnya agak malu membaca
isi e-mail-nya. Sebab, saya tidak sehebat seperti apa yang dipikirkannya. Tetap
ada saat-saat bosan dan kadang ingin bekerja kembali di luar rumah. Bisa bebas ngobrol dengan teman-teman di kafe tanpa
terikat waktu dan memikirkan anak di rumah.
Beberapa hari yang lalu,
saya sempat asyik dengan diri sendiri. Si Bocah agak saya lepas. Ceritanya, saya
keasyikan melihat drama korea ‘Descendant of the sun’ (hehehehe). Ketika drama
tersebut masih dalam edisi sedang tayang, saya masih bisa menahan diri tidak
melihat. Keingintahuan dan rasa penasaran datang ketika seorang teman
mengatakan kalau drama tersebut sudah selesai di episode 16. ‘Bagus dan bikin baper’, promosinya.
Iseng-iseng, saya pun
melihatnya secara on line. Keisengan yang
bisa ditebak akhirnya. Kebablasan. Episode satu berakhir berlanjut ke episode
dua kemudian tiga, empat, dan seterusnya. Padahal tahu bahwa semua itu hanya
drama dan jelas tidak yang sebenarnya, namun saya ternyata bertahan untuk
melanjutkan melihatnya.
Namun, drama yang berakhir
dengan bahagia itu malah membuat hubungan saya dengan Si Bocah sempat goyah. Mengikuti
kisah mas kapten ganteng dan mbak dokter yang cantik membuat saya sejenak terlena dan lupa akan
ilmu-ilmu parenting.
Si Bocah yang melihat saya
terlalu asyik di depan komputer dan hanya menjawab pendek-pendek pertanyaannya,
mulai mencari perhatian. Menumpahkan air, membongkar tumpukan pakaian bersih, menolak
makan (padahal biasanya makannya lahap), sampai menangis keras-keras.
Melihat tingkahnya, saya
sempat merasa jengkel. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi ketika
marah, saya pun memilih diam, menenangkan diri sambil memejamkan mata. Sayup-sayup
saya dengar Si Bocah dari menangis keras mulai terisak. ‘Maaf ya, Nda. Habis
Bunda Erna gitu’.
Dheg! Mendengar kata-katanya,
saya seperti disadarkan. Bukan Si Bocah yang salah, namun saya. Saya yang
terlalu larut dengan kesenangan sendiri dan melupakannya. Saya yang terlalu
menuntut dimengerti padahal Si Bocah baru 3 tahun. Dia yang seharusnya
dimengerti, bukan malah saya. Si Bocah memiliki batasan waktu saat melihat
tayangan kesenangannya, tetapi saya malah berlaku seenaknya ketika melihat
drama korea.
Pelajaran berharga buat saya
sebagai ortu. Sesering apapun membaca buku-buku tentang pola pengasuhan anak,
ada saat – saat saya ‘lupa’. Larut dengan keasyikan diri sendiri terutama
ketika penat dan rasa bosan muncul. Saya memang tetap ada bersama Si Bocah,
dalam jangkauan pandangnya, namun hanya fisik saja. Saya ada namun sebenarnya
tidak bersama Si Bocah. Sebab, perhatian saya bukan ke dia, namun ke hal lain. Present but
absent.
Rasa malu dan bersalah
membuat saya menangis memeluknya. ‘Maafkan Bunda Erna, ya. Bunda yang keliru.
Bunda terlalu lama di depan komputer.’ Si Bocah dengan lugu menggangguk. Tak ada
kata-kata menyalahkan atau ucapan negatif keluar.
Saya pribadi menyadari
sebagai ortu yang tidak sempurna. Sering berbuat salah. Saya menerima kondisi
itu dan berbahagia. Buat saya pribadi, saya memilih menjadi ortu pembelajar. Ortu
yang mau belajar dan bertumbuh bersama Si Bocah.
Banyak hal saya pelajari sejak
bersama Si Bocah. Belajar apapun dalam artian luas. Saya belajar mengendalikan
diri, belajar berperilaku baik, belajar meminta maaf sekaligus memaafkan,
belajar mengakui diri bersalah ketika memang melakukan kekeliruan, belajar
selalu jujur dengan diri sendiri dan orang lain, dan banyak hal lagi.
Anak-anak adalah individu
pemaaf dan tanpa ada tendensi. Mereka pun sangat terbuka dan selalu menyanyangi
kita tanpa syarat meski kita pernah melakukan kesalahan. Kita sebagai ortu pun,
hendaknya berbuat yang sama.
Meluangkan lebih banyak waktu
bersama mereka, bermain, tertawa atau bahkan melakukan sesuatu yang mungkin
terlihat konyol adalah salah satu bukti kita sayang mereka. Saat-saat indah dan
gembira bersama ortu saat mereka kecil akan terbawa dalam ingatan sampai dewasa
kelak. Kehangatan ortu di rumah pun akan melindungi anak-anak dari
lingkungan-lingkungan yang tidak diinginkan kelak.
Saat-saat indah dan gembira bersama ortu saat mereka kecil akan terbawa dalam ingatan sampai dewasa kelak. Kehangatan ortu di rumah pun akan melindungi anak-anak dari lingkungan-lingkungan yang tidak diinginkan kelak.
ReplyDelete>>> Setuju sekali mb
Terima kasih Mba sudah berkunjung :-) semoga kita bisa belajar terus menjadi ortu.
Delete