Didiklah
anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh, mereka akan menghadapi masa depan yang
berbeda dengan masamu. (Ali bin Abi Thalib)
Pesan indah yang tak lekang
dimakan waktu. Selalu relevan bagi kita, para ortu saat mendidik anak-anak
meski di zaman teknologi yang berkembang pesat sekarang ini. Tak bisa kita
pungkiri, zaman telah banyak berubah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mengubah pola hidup kita. Demikian pula dengan anak-anak.
Anak-anak kita, yang lahir
di era tahun dua ribuan, memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan kita
saat masih kecil dulu. Bila dulu, kita mengenal internet misalnya, saat kita
sudah usia remaja, anak-anak kita sebaliknya. Mereka mengenal internet
sekaligus menggunakannya sejak usia dini. Digital
native istilahnya.
Cirri-ciri generasi ini adalah sebagai berikut.
Cirri-ciri generasi ini adalah sebagai berikut.
Adapun pola anak-anak
generasi digital ini adalah cenderung visual-dinamik, multitasking, akses informasi cepat dan tidak linear, aktif dan kerap terlibat pada sesuatu
kegiatan yang diminati, responnya cepat, berjejaring, dan memiliki
ketergantungan tinggi terhadap teknologi. Bila sedang di suatu tempat yang
listriknya padam atau saat batere di telfon genggam habis, golongan anak-anak
ini kerap mati gaya dan bingung.
Diantara kita, para ortu
ini, ada yang berpendapat bila mengenalkan internet ke anak-anak sejak usia
dini tidak masalah. Ada pula golongan ortu yang berpendapat sebaliknya, bahwa
tidak perlu mengenalkan internet kepada anak-anak karena banyak dampak
buruknya. Diantara kedua golongan ortu diatas, ada juga yang berpendapat bahwa
tidak masalah mengenal internet sejak kecil, asal tahu aturannya. Dari ketiga
golongan ini tidak ada yang paling benar atau paling baik. Semua itu adalah
pilihan masing-masing ortu.
Menurut saya pribadi,
sebagai ortu memang harus bijak, termasuk sikap kita terhadap teknologi seperti
internet misalnya. Seperti kalimat bijak di atas, ‘Didiklah anakmu sesuai
dengan zamannya’. Zaman di sini, jelas bukan zaman kita kecil dulu, namun zaman
anak-anak saat ini.
Hari ini, keberadaan
internet tidak dipungkiri sangat dekat dengan keseharian. Hampir semua orang mengenal dan
menggunakannya. Di keluarga kami pun begitu. Aktivitas keseharian yang
mengharuskan memakai internet, membuat Si Bocah kami yang masih berusia dini
pun mengenalnya.
Kami adalah ortu yang
melihat internet sebagai sebuah peluang sekaligus ruang belajar yang sangat
luas tidak saja bagi kami, namun juga bagi Si Bocah. Seperti yang dibahas di
webinar homeschooling rumahinspirasi, bahwa internet bisa membawa kita belajar di mana saja dan kapan saja
dengan cara belajar yang juga berbeda.
Keajaiban internet ini salah
satunya adalah memudahkan para ortu yang mendidik anaknya di rumah. Seperti saya, melalui internet banyak referensi bisa diakses, memudahkan mencari bahan ajar, sekaligus juga berjejaring
dengan sesama praktisi pendidikan rumah.
Seperti halnya keping mata
uang yang memiliki dua sisi, internet pun sebenarnya memiliki dua sisi, satu
sisi negatif dan satu sisi positif. Sisi negatif yang kerap membuat para ortu
khawatir adalah banjir informasi yang kerap antara berita yang benar dan yang
hanya menghasut bertumpuk menjadi satu sehingga sering membuat bingung,
kecanduan internet yang dialami anak-anak, juga bahaya pronografi dan kejahatan
internet.
Bagi Mas Aar, sang penyaji
webinar, sisi negatif itu dipandang sebagai tantangan. Tantangan yang tidak
perlu disembunyikan atau dihindari namun diatasi.
Ortu di sini adalah sebagai
kuncinya. Jadi ada semacam aturan jelas yang dibuat dan dipatuhi bersama antara
anak dan ortu. Mana yang boleh dan tidak boleh sekaligus dengan alasannya.
Menjadi ortu yang kuat, mau belajar sepanjang masa termasuk belajar teknologi,
sekaligus bijak menghadapi perubahan zaman. Ortulah yang idealnya mendampingi
anak-anak ketika mengenal internet di masa awalnya. Mengenalkan tentang literasi
internet (kemampuan untuk mengenali saat internet dibutuhkan, ditempatkan,
dievaluasi untuk kemudian digunakan secara efektif).
Mendampingi anak-anak di era
digital ini memang kita harus mau belajar dan belajar lagi. Ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang pesat. Sebisa mungkin menghindari menjadi ortu gaptek.
Bukan untuk gengsi atau malu terlihat ‘ndeso’.
Namun agar kita bisa mendampingi anak-anak kita melakukan proses belajarnya
dengan nyaman.
Selain itu, memilih berdamai
di era digital ini juga membawa kita bisa melihat bahwa banyak hal positif
diinternet. Webinar rumah inspirasi memberi contoh seperti ini.
Beberapa link yang bisa pula
dipakai sebagai bahan dan sumber belajar ada di bawah ini. Ada yang gratis dan
ada pula berbayar.
Semua bisa kita pilih dan
akses. Perlu diingat bahwa ukuran bagus atau tidaknya sumber belajar itu bukan
dari gratis atau bayarnya, bukan dari mahal atau tidaknya. Namun ukurannya
adalah kenyamanan dan kecocokan kita, sebagai pengguna (ortu dan anak) dan
bagaimana dampaknya bagi proses pembelajaran.
Menyiasati akan dampak yang
tidak diinginkan dari internet ini, di webinar ada saran cukup menarik.
Nah, intinya sebenarnya juga
bagaimana kesiapan ortu menanggapi internet ini. Bila ortu positif dan mau
belajar, banyak hal baik bisa didapat. Penting kiranya untuk kita, para ortu
ini selalu belajar dan bijak bersikap. Mengenalkan kepada anak tentang etika
ketika menggunakan sosial media, melatih anak untuk menggunakan kata kunci yang
tepat di mesin pencari, memahamkan kepada anak bahwa tidak semua informasi di
internet itu benar dan sebaiknya memilih informasi yang bersikap netral, tidak
menghasut atau menjelek-jelekkan, juga melatih anak-anak untuk selalu bertindak
secara legal berinternet.
Bagaimana pun, kita adalah
ortu bagi anak-anak. Tak perlu menjadi sempurna untuk mereka, namun setidaknya
kita mau menjadi ortu yang bisa dicontoh sebab kita adalah model yang setiap
hari dilihat oleh mereka.
No comments:
Post a Comment