Pages

Saturday 2 April 2016

Internet di Keseharian - Catatan Webinar Homeschooling 7

Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh, mereka akan menghadapi masa depan yang berbeda dengan masamu. (Ali bin Abi Thalib)


Pesan indah yang tak lekang dimakan waktu. Selalu relevan bagi kita, para ortu saat mendidik anak-anak meski di zaman teknologi yang berkembang pesat sekarang ini. Tak bisa kita pungkiri, zaman telah banyak berubah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengubah pola hidup kita. Demikian pula dengan anak-anak.

Anak-anak kita, yang lahir di era tahun dua ribuan, memiliki kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dengan kita saat masih kecil dulu. Bila dulu, kita mengenal internet misalnya, saat kita sudah usia remaja, anak-anak kita sebaliknya. Mereka mengenal internet sekaligus menggunakannya sejak usia dini. Digital native istilahnya.
Cirri-ciri generasi ini adalah sebagai berikut.
Adapun pola anak-anak generasi digital ini adalah cenderung visual-dinamik, multitasking, akses informasi cepat dan tidak linear,  aktif dan kerap terlibat pada sesuatu kegiatan yang diminati, responnya cepat, berjejaring, dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap teknologi. Bila sedang di suatu tempat yang listriknya padam atau saat batere di telfon genggam habis, golongan anak-anak ini kerap mati gaya dan bingung.

Diantara kita, para ortu ini, ada yang berpendapat bila mengenalkan internet ke anak-anak sejak usia dini tidak masalah. Ada pula golongan ortu yang berpendapat sebaliknya, bahwa tidak perlu mengenalkan internet kepada anak-anak karena banyak dampak buruknya. Diantara kedua golongan ortu diatas, ada juga yang berpendapat bahwa tidak masalah mengenal internet sejak kecil, asal tahu aturannya. Dari ketiga golongan ini tidak ada yang paling benar atau paling baik. Semua itu adalah pilihan masing-masing ortu.

Menurut saya pribadi, sebagai ortu memang harus bijak, termasuk sikap kita terhadap teknologi seperti internet misalnya. Seperti kalimat bijak di atas, ‘Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya’. Zaman di sini, jelas bukan zaman kita kecil dulu, namun zaman anak-anak saat ini.

Hari ini, keberadaan internet tidak dipungkiri sangat dekat dengan keseharian.  Hampir semua orang mengenal dan menggunakannya. Di keluarga kami pun begitu. Aktivitas keseharian yang mengharuskan memakai internet, membuat Si Bocah kami yang masih berusia dini pun mengenalnya.

Kami adalah ortu yang melihat internet sebagai sebuah peluang sekaligus ruang belajar yang sangat luas tidak saja bagi kami, namun juga bagi Si Bocah. Seperti yang dibahas di webinar homeschooling rumahinspirasi, bahwa internet bisa membawa kita belajar di mana saja dan kapan saja dengan cara belajar yang juga berbeda.

Keajaiban internet ini salah satunya adalah memudahkan para ortu yang mendidik anaknya di rumah. Seperti saya, melalui internet banyak referensi bisa diakses, memudahkan mencari bahan ajar, sekaligus juga berjejaring dengan sesama praktisi pendidikan rumah.

Seperti halnya keping mata uang yang memiliki dua sisi, internet pun sebenarnya memiliki dua sisi, satu sisi negatif dan satu sisi positif. Sisi negatif yang kerap membuat para ortu khawatir adalah banjir informasi yang kerap antara berita yang benar dan yang hanya menghasut bertumpuk menjadi satu sehingga sering membuat bingung, kecanduan internet yang dialami anak-anak, juga bahaya pronografi dan kejahatan internet.

Bagi Mas Aar, sang penyaji webinar, sisi negatif itu dipandang sebagai tantangan. Tantangan yang tidak perlu disembunyikan atau dihindari namun diatasi.

Ortu di sini adalah sebagai kuncinya. Jadi ada semacam aturan jelas yang dibuat dan dipatuhi bersama antara anak dan ortu. Mana yang boleh dan tidak boleh sekaligus dengan alasannya. Menjadi ortu yang kuat, mau belajar sepanjang masa termasuk belajar teknologi, sekaligus bijak menghadapi perubahan zaman. Ortulah yang idealnya mendampingi anak-anak ketika mengenal internet di masa awalnya. Mengenalkan tentang literasi internet (kemampuan untuk mengenali saat internet dibutuhkan, ditempatkan, dievaluasi untuk kemudian digunakan secara efektif).

Mendampingi anak-anak di era digital ini memang kita harus mau belajar dan belajar lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Sebisa mungkin menghindari menjadi ortu gaptek. Bukan untuk gengsi atau malu terlihat ‘ndeso’. Namun agar kita bisa mendampingi anak-anak kita melakukan proses belajarnya dengan nyaman.

Selain itu, memilih berdamai di era digital ini juga membawa kita bisa melihat bahwa banyak hal positif diinternet. Webinar rumah inspirasi memberi contoh seperti ini.

Beberapa link yang bisa pula dipakai sebagai bahan dan sumber belajar ada di bawah ini. Ada yang gratis dan ada pula berbayar.

Semua bisa kita pilih dan akses. Perlu diingat bahwa ukuran bagus atau tidaknya sumber belajar itu bukan dari gratis atau bayarnya, bukan dari mahal atau tidaknya. Namun ukurannya adalah kenyamanan dan kecocokan kita, sebagai pengguna (ortu dan anak) dan bagaimana dampaknya bagi proses pembelajaran.

Menyiasati akan dampak yang tidak diinginkan dari internet ini, di webinar ada saran cukup menarik.

Nah, intinya sebenarnya juga bagaimana kesiapan ortu menanggapi internet ini. Bila ortu positif dan mau belajar, banyak hal baik bisa didapat. Penting kiranya untuk kita, para ortu ini selalu belajar dan bijak bersikap. Mengenalkan kepada anak tentang etika ketika menggunakan sosial media, melatih anak untuk menggunakan kata kunci yang tepat di mesin pencari, memahamkan kepada anak bahwa tidak semua informasi di internet itu benar dan sebaiknya memilih informasi yang bersikap netral, tidak menghasut atau menjelek-jelekkan, juga melatih anak-anak untuk selalu bertindak secara legal berinternet.

Bagaimana pun, kita adalah ortu bagi anak-anak. Tak perlu menjadi sempurna untuk mereka, namun setidaknya kita mau menjadi ortu yang bisa dicontoh sebab kita adalah model yang setiap hari dilihat oleh mereka.








No comments:

Post a Comment