“Lihat,Nda! Aku bisa memakai
baju, hore!” kata Si Bocah sambil berputar-putar dan bertepuk tangan. Setelah
itu, dia lari ke atas dan meneruskan bermainnya. Saya hanya tersenyum.
Diam-diam menghela nafas. Wah, cucian bakalan numpuk hehehehe.
Kok mengeluh ? Bukannya
senang, Si Bocah sudah mulai bisa mandiri memakai baju sendiri ?
Kalau masalah senang, bisa
dikatakan senang sebab kemampuan Si Bocah bertambah. Tanpa perlu kita mengajari
lagi. Memang ada proses yang kami jalani, namun saya tidak pernah memaksanya
untuk segera bisa.Kok bisa ?
Di webinar rumah inspirasi,
ada banyak hal yang membuka wawasan saya berkaitan dengan pendidikan anak. Mas
Aar mengatakan bahwa keinginan belajar itu adalah alami. Dimiliki oleh semua
orang termasuk anak-anak.
Sejak dari bangun sampai
tidur kembali, apa yang dilakukan anak-anak adalah proses dia belajar. Untuk
anak usia dini, kecerewetannya bertanya apa ini apa itu, keinginannya mencoba
sesuatu, atau juga imajinasinya bermain peran, adalah tanda bahwa mereka
belajar. Kita, para ortu ini yang kerap secara sadar atau tidak
menghentikannya. Mungkin dengan kata-kata, ‘Aduh, Dik. Bisa diam tidak ?
Bertanya terus. Atau, ‘Stop! Jangan sentuh barang, Mama. Mahal nih.’
Nah, karena dikatakan kalau
keinginan belajar itu alami, apalagi untuk anak usia dini yang model belajarnya
sewaktu-waktu dan setiap saat, perhatian saya ke Si Bocah bertambah. Saya mulai
fokus, memberinya ruang bereksplorasi lebih banyak, mencatat dan mendokumentasikan
perkembangannya, juga memberinya kesempatan melakukan kesalahan. Memilih
pendidikan sekolah di rumah yang setiap hari bertemu dan berinteraksi, tanpa
dokumentasi akan cukup sulit melihat perubahan dan kemajuan proses belajar anak
(jadi biar kita juga yakin akan capaian-capaian anak dalam proses belajarnya).
Dulu, pernah ketika Si Bocah
berusia 2,5 tahun, saya iseng-iseng mengajarinya memakai baju (terinspirasi
sebuah iklan susu formula yang anaknya baru 2 tahun sudah bisa memakai baju
sendiri hihihi). Hasilnya ? Luar biasa. Gagal total. Saya sendiri agak jengkel
dan Si Bocah juga mogok. Proses ini kami lakukan tidak satu dua kali. Namun,
tetap saja hasilnya sama. Si Bocah selalu saja memasukkan dua kakinya ke dalam
satu lubang celananya yang sama sehingga dia kesulitan berdiri.
Akhirnya, saya biarkan saja.
Belum waktunya mungkin, pikir saya. Namun setiap membantunya memakai baju, saya
selalu bernyanyi prosesnya dari memegang baju sampai selesai dan Si Bocah
mempraktikkan. Tidak ada target apa-apa. Menikmati prosesnya. Selain itu, kami
juga ngobrol tentang baju. Gunanya, asalnya, modelnya atau sekedar berhitung
ringan. Kalau Mas Aar bilang, proses belajar itu seperti lari marathon, bukan
sprint.
Sampai suatu hari, trata! Si
Bocah dengan keriangannya menunjukkan kalau dia sudah bisa memakai baju
sendiri. Berinisiatif sendiri saat dia sudah siap.
Awalnya, dia berhasil
memakai celana meski masih terbalik, bagian belakang di depan dan sebaliknya. Dibiarkan
saja ? Iya, saya biarkan karena selain menghargai usahanya juga menghargai pendapatnya
yang bilang tidak apa-apa, begini saja. Namun, dalam hitungan hari, dia mulai
lancar memakai celana tanpa terbalik dan selalu bilang, ‘Aro saja yang pakai’. Ok, it’s time to freedom for him.
Kemampuan memakai celana
kemudian disusul kemampuan memakai baju. Sudah hampir dua minggu ini, dia
semangat memakai baju. Tidak hanya satu namun rangkap tiga sampai empat. ‘Ini
gaya pakai bajuku’, katanya. Ini musim hujan, Nak. Baju-baju susah kering. Lumayan
juga memfasilitasi semangatmu belajar memakai baju itu. Untung saat keluar
rumah, Si Bocah masih bisa diajak kompromi untuk memakai baju selapis dengan
jaket. Tidak memakai style-nya dia
hehehehe. Sekali lagi, belajar itu muncul secara alami saat seseorang merasa
membutuhkan.
“Yang
diperlukan oleh anak-anak pada saat ini bukanlah kurikulum baru dan lebih baik,
tetapi akses lebih luas kepada dunia nyata, waktu, dan ruang lebih banyak untuk
merenungkan pengalaman mereka, serta penggunaan daya khayal dan permainan untuk
memaknai kehidupan nyata yang mereka jalani.” John Holt.
No comments:
Post a Comment