Pages

Thursday 24 March 2016

Belajar Melalui Keseharian – Seri Webinar Homeschooling

“What children need is not new and better curriculum,but acces to more of the real world ; plenty of time and spaceto think over their experiences, and to use fantasy and play to make meaning of out them” John Holt.

Mas Aar sebagai penyaji materi webinar ‘Belajar Melalui Keseharian’ ini membuka kelasnya dengan menampilkan pernyataan di atas. Pernyataan yang patut untuk kita renungkan berkenaan dengan pendidikan anak-anak. Bagaimana selama ini, cara berpikir kita kerap salah kaprah tentang pendidikan dan belajar ini. Banyak diantara  kita menganggap bahwa belajar adalah berkenaan dengan membaca, menulis, dan berhitung. Belajar adalah duduk tenang di depan meja sambil membuka buku dan membawa pensil. Sebenarnya, definisi tersebut tidak salah, hanya terlalu sempit.


Makna belajar itu luas. Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai liang lahat. Pepatah tersebut jelas tidak hanya merujuk pada kegiatan belajar menulis, membaca, dan berhitung saja. Belajar di sini adalah belajar tentang kehidupan. Belajar tentang keseharian yang dijalani sejak awal manusia dilahirkan sampai tua nantinya.

Sayangnya, kecenderungan sekarang memaknai belajar secara sempit. Belajar hanya di sekolah dengan buku dan pensil. Cerita Mas Aar tentang pendapat pendiri sekolah Qoriyah Toyyibah di Salatiga tentang sekolah yang menjauhkan anak-anak dari lingkungannya membuat saya merenung.
Teringat bagaimana dulu selepas sekolah dasar, saya harus ke kota untuk dapat masuk ke sekolah menengah yang ‘bagus’. Pulang hanya sepekan sekali atau sebulan sekali. Dilanjutkan dengan kuliah di provinsi yang berbeda. Kondisi ini jelas membuat saya nyaris menjadi asing di desa kelahiran sendiri. Sampai-sampai nama kepala desanya saja tidak tahu (padahal saat itu saya paham sekali tentang budayanya Napoleon hehehehe).

Memang ada yang perlu kita ubah pola pikir tentang pendidikan ini. Apalagi kalau memutuskan mengadakan pendidikan rumah untuk anak-anak. Bahwa belajar itu luas sekali. Bahwa belajar itu bisa dimana saja, kapan saja, dan tidak selalu yang mahal itu bagus. Belajar bisa kita mulai dari 
sesuatu yang dekat, di sekitar kita. Apa itu ? Keseharian.


Itu belajar ya? Kok sepertinya sepele sekali ? Hehehehehe, iya ya. Merunut dari belajar sejak dari buaian sampai liang lahat, belajar keseharian ini cocok sekali. Contoh saja perkembangan anak. Mulai dari bayi, bagaimana mereka belajar mengangkat kepala, berguling, merangkak, sampai kemudian berjalan, dan berbicara. Berangkat dari proses tersebut, terlihat bagaimana makna belajar itu luas.

Kembali ke belajar melalui keseharian, pada proses belajar ini banyak sekali sebenarnya hal-hal positif yang bisa didapat. Selain fleksibilitas atau bisa belajar kapan saja dan dimana saja, materi yang didapat pun  murah dan banyak. Tinggal bagaimana kita mengolah dan memaknainya saja. Belajar melalui keseharian pun kerap proses belajarnya menyeluruh (holistic learning), tidak terpisah-pisah, melibatkan anak secara nyata. Kerjasama ortu dan anak ini pastinya akan membuat ikatan emosional lebih erat.

Contoh saja ketika mengajak anak membuat telur mata sapi. Kalau penngetahuannya dari buku, anak paham teorinya saja (yang diasah di sini sisi kognitifnya saja). Kalau belajar melalui keseharian, anak ikut proses memasaknya dan menggunakan banyak inderanya. Paham tekstur telurnya, bentuknya, kemudian bagaimana cara memecahkannya, menggorengnya, dan membaui aroma telur sudah matang.

Ah, berlebihan. Masak membuat telur mata sapi saja menganalisanya rumit sekali. Semua orang bisa membuat telur mata sapi hehehehe. Kalau masih ada anggapan seperti ini, berarti inilah tantangannya. Bagaimana memperluas makna dari belajar itu. Bagaimana menjadi ortu yang bisa menginspirasi anak-anak mulai dari sesuatu yang kecil dan dekat dengan kehidupannya.

Sebab belajar bukan melulu soal mengasah pengetahuan dan wawasan saja, belajar pun meliputi ketrampilan baik itu ketrampilan menggunakan alat (hard skill) dan ketrampilan berinteraksi dengan sesamanya (soft skill), sekaligus menumbuhkan karakter diri.

Memang belajar melalui keseharian ini karena kita, para ortu yang tidak saja melakukan namun juga mendesainnya, perlu semangat ekstra mewujudkannya. Sering-sering mengingatkan diri untuk mau belajar dan belajar lagi, membuka wawasan serta membuka diri kepada lingkungan sekitar. Kalau dulu, masih cuek dengan kanan kiri, karena sekarang demi pendidikan anak, kita ubah lebih perhatian dengan lingkungan sekitar. Agar anak-anak kita pun peka dengan lingkungannya. Cara belajarnya pun bisa secara spontan dilakukan saat anak bertanya, ataupun dengan rencana seperti membuat proyek bersama. Yang perlu digarisbawahi adalah sering-seringnya ortu menjalin komunikasi dengan anak. Komunikasi yang horizontal bukan vertikal agar mudah menjalankan proses belajarnya selain juga menghargai usulan anak. Mirip pendidikan à la Ki Hadjar Dewantara.

Agar tidak spaneng dalam melakukan proses pendidikan rumah, ada tips dari rumah inspirasi yang mungkin bisa kita lakukan kalau sedang suntuk (karena kita juga ortu serta manusia biasa yang pasti secara emosi ada naik turunnya hehehehe).
















No comments:

Post a Comment