Dulu, setiap bertemu dengan
anak-anak usia sekolah, pertanyaan lanjutan setelah bertanya nama adalah sudah
sekolah belum ? Kelas berapa ? Pandai apa sekarang ? Bla bla dan sederet pertanyaan
sejenis terlontar. Saya anggap lumrah, wajar saja. Banyak di kita melakukan hal
yang sama saya kira hehehehe. Sepakat kan ya kalau itu pertanyaan wajar-wajar
saja ?
Nah, saya
baru gigit jari saat berkenalan dan bertanya hal serupa dengan anak-anak dari suatu
komunitas di wilayah Pati. Saat saya bertanya kelas berapa, dengan polosnya dia
menjawab ‘kulo mboten sekolah’ (saya
tidak bersekolah). Mak jleb! Suami saya yang kebetulan melihat peristiwa itu
hanya tersenyum sambil berbisik, ‘Dasar guru, tanyanya sekolah melulu’. Haduduh…
Ternyata, mereka memang
tidak bersekolah secara formal. Namun mereka belajar bersama dengan ortunya. Mengenal
dan ikut semua aktivitas yang dilakukan ortunya. Kadang mereka berkumpul untuk
belajar nembang atau ndongeng dengan teman-temannya.
Komunitas sekolah rumah tradisional, istilah suami saya. Menarik.
Sekarang, saya memutuskan
sekolah rumah untuk belajar Si Bocah. Harus siap jawaban bila ada pertanyaan
klasik dan lumrah seperti di atas. Lumayanlah,
masih ada waktu untuk persiapan jawaban, toh
lebaran masih lima bulan lagi hehehehe, bercanda.
Sebagai ortu, kadang terselip
rasa bingung juga was-was sampai timbul pertanyaan, mampukah kami dan Si Bocah
menjalani sekolah rumah ini. Apalagi kalau ternyata kita adalah perintis sekolah
rumah di keluarga besar yang kok ya kebetulan
banyak yang berprofesi sebagai pengajar di sekolah formal, seperti situasi saya
ini hehehehe.
Bagi saya pribadi, pilihan
sekolah rumah untuk belajar Si Bocah itu membawa konsekuensi harus mau belajar
lagi. Saya, produk murni dari sekolah formal, terbiasa belajar sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan kurikulum meski itu nantinya terpakai atau tidak saat
dewasa, harus membuka pikiran lebih luas dan belajar segala metode belajar. Dengan
atau tanpa kurikulum, semua terserah kami, ortunya. Lha ?Bebas tanpa aturan begitu ?
Kemarin, saya sempat ikut
webinar tentang metode homeschooling di rumahinspirasi.com . Ada kalimat
menarik dari Mas Aar, penyaji webinar, tentang bagaimana menganggap anak itu
sebagai individu yang memiliki keinginan alami dan mampu bereksplorasi sendiri
dan bukan sebagai kertas kosong yang perlu coretan dari kita, ortunya.
Jadi ortu yang anaknya
bersekolah di rumah memang harus belajar terbuka dan berpikir di luar dari
kebiasaan. Tidak perlu terlarut dengan wacana-wacana kebanyakan. Tidak perlu risau dengan model belajar keluarga yang lain. Banyak membaca buku metode homeschooling dan ikut proses
belajar dengan anak-anak dan mempercayai mereka. Kita, ortu hanya sebagai
inspirator dan pendamping anak-anak belajar. Menyediakan mereka lingkungan
belajar yang kaya stimulus, memperkaya proses yang mereka jalani, dan membantu
memberikan perspektif jangka panjang akan apa yang dipelajari.
Tentang jadi apa mereka nanti,
biarlah waktu yang akan menjawabnya. Banyak cerita anak homeschooling cukup berhasil di kehidupannya. Kita fokus dan mendampingi
juga menyiapkan mereka berproses dalam belajar kehidupan ini semaksimal
mungkin. Niscaya, mereka mampu bermanfaat di masa dewasanya kelak. Amin.
No comments:
Post a Comment