Pages

Friday 19 February 2016

Homeschooling, Sekolah Rumah untuk Ortu dan Anak

Dulu, setiap bertemu dengan anak-anak usia sekolah, pertanyaan lanjutan setelah bertanya nama adalah sudah sekolah belum ? Kelas berapa ? Pandai apa sekarang ? Bla bla dan sederet pertanyaan sejenis terlontar. Saya anggap lumrah, wajar saja. Banyak di kita melakukan hal yang sama saya kira hehehehe. Sepakat kan ya kalau itu pertanyaan wajar-wajar saja ?

Nah, saya baru gigit jari saat berkenalan dan bertanya hal serupa dengan anak-anak dari suatu komunitas di wilayah Pati. Saat saya bertanya kelas berapa, dengan polosnya dia menjawab ‘kulo mboten sekolah’ (saya tidak bersekolah). Mak jleb! Suami saya yang kebetulan melihat peristiwa itu hanya tersenyum sambil berbisik, ‘Dasar guru, tanyanya sekolah melulu’. Haduduh…

Ternyata, mereka memang tidak bersekolah secara formal. Namun mereka belajar bersama dengan ortunya. Mengenal dan ikut semua aktivitas yang dilakukan ortunya. Kadang mereka berkumpul untuk belajar nembang atau ndongeng dengan teman-temannya. Komunitas sekolah rumah tradisional, istilah suami saya. Menarik.

Sekarang, saya memutuskan sekolah rumah untuk belajar Si Bocah. Harus siap jawaban bila ada pertanyaan klasik dan lumrah seperti di atas. Lumayanlah, masih ada waktu untuk persiapan jawaban, toh lebaran masih lima bulan lagi hehehehe, bercanda.

Sebagai ortu, kadang terselip rasa bingung juga was-was sampai timbul pertanyaan, mampukah kami dan Si Bocah menjalani sekolah rumah ini. Apalagi kalau ternyata kita adalah perintis sekolah rumah di keluarga besar yang kok ya kebetulan banyak yang berprofesi sebagai pengajar di sekolah formal, seperti situasi saya ini hehehehe.

Bagi saya pribadi, pilihan sekolah rumah untuk belajar Si Bocah itu membawa konsekuensi harus mau belajar lagi. Saya, produk murni dari sekolah formal, terbiasa belajar sesuai dengan apa yang telah ditetapkan kurikulum meski itu nantinya terpakai atau tidak saat dewasa, harus membuka pikiran lebih luas dan belajar segala metode belajar. Dengan atau tanpa kurikulum, semua terserah kami, ortunya. Lha ?Bebas tanpa aturan begitu ?

Kemarin, saya sempat ikut webinar tentang metode homeschooling di rumahinspirasi.com . Ada kalimat menarik dari Mas Aar, penyaji webinar, tentang bagaimana menganggap anak itu sebagai individu yang memiliki keinginan alami dan mampu bereksplorasi sendiri dan bukan sebagai kertas kosong yang perlu coretan dari kita, ortunya.


Jadi ortu yang anaknya bersekolah di rumah memang harus belajar terbuka dan berpikir di luar dari kebiasaan. Tidak perlu terlarut dengan wacana-wacana kebanyakan. Tidak perlu risau dengan model belajar keluarga yang lain. Banyak membaca buku metode homeschooling dan ikut proses belajar dengan anak-anak dan mempercayai mereka. Kita, ortu hanya sebagai inspirator dan pendamping anak-anak belajar. Menyediakan mereka lingkungan belajar yang kaya stimulus, memperkaya proses yang mereka jalani, dan membantu memberikan perspektif jangka panjang akan apa yang dipelajari. 

Tentang jadi apa mereka nanti, biarlah waktu yang akan menjawabnya. Banyak cerita anak homeschooling cukup berhasil di kehidupannya. Kita fokus dan mendampingi juga menyiapkan mereka berproses dalam belajar kehidupan ini semaksimal mungkin. Niscaya, mereka mampu bermanfaat di masa dewasanya kelak. Amin.



No comments:

Post a Comment