Pages

Thursday 8 November 2012

Terima Kasih, Muridku

generasi jujur indonesia

‘Saya akui kalau kemarin mencontek, bu. Saya minta maaf. Saya tahu saya salah. Saya mau mengulang ujian kemarin.’

Bila suatu hari, anda sebagai seorang guru mendengar ucapan seperti di atas yang dikatakan oleh salah seorang anak didik, bagaimana sikap anda menanggapinya ?

Marah ? Membentaknya ? Atau mencapnya pembohong ? Sedih ? Kecewa ? Tidak percaya sebab selama ini anak yang mengucapkan kalimat tersebut terkenal dengan sikap santun dan jujurnya ? Atau bagaimana ?

Mungkin agak terkejut dan sedikit kecewa. Sah-sah saja.


Namun bila kita pandang lebih jauh kondisi tersebut, semestinya ada kekaguman pula kepada si murid. Karena telah berhasil mencontek ? Tentu bukan. Lebih karena keberaniannya mengakui dan menerima resiko akan apa yang telah dilakukannya.

Seorang murid juga manusia. Sama seperti para pendidik. Ada saatnya melakukan kesalahan. Yang lebih penting kemudian adalah bagaimana menyikapi sebuah kesalahan yang telah terjadi. Bagaimanapun, belajar toh tidak selalu untuk mengenal yang ‘baik-baik’ saja, namun belajar juga mengetahui sesuatu yang salah dan bagaimana memperbaikinya.

Ketika mendengar kisah ini, saya pun tertegun. Ada banyak rasa terlintas. Salut, bangga, berterima kasih telah diingatkan sekaligus malu. Malu bukan karena ada seorang murid meskipun bukan di kelas saya melakukan tindakan kurang terpuji demi sebuah nilai bagus. Namun malu karena seakan-akan apa yang murid tersebut lakukan mengingatkan kepada kita semua, para dewasa ini (baik para pendidik maupun orang tua) untuk selalu intropeksi diri akan apa yang telah kita lakukan. Sudahkah kita jujur dan berani mengakui kesalahan apa yang telah kita lakukan ? Terutama berkaitan dengan budaya contek mencontek atau copy-paste ini.

Saya jadi ingat cerita seorang pendidik yang dengan ringan mengatakan bila bisa men-download rencana pembelajaran melalui internet, mengapa harus repot-repot membuatnya ? Hanya menyusahkan diri saja membuat rencana pembelajaran yang rumit. Nah, kalau ada yang seperti jni bagaimana ?

Rasanya, malu sekali menjadi seorang pendidik yang memiliki murid-murid yang jujur dan berani mengakui kesalahannya sedangkan sikap kita malah sebaliknya, bukan ?



No comments:

Post a Comment