Pages

Thursday 20 September 2012

I’m Happy and I’m Sad


“I’m happy !” teriak satu kelompok dengan ekspresi gembira. “I’m sad”, sambung kelompok lain dengan mimik muka memelas.  Sejujurnya saya harus bekerja keras menahan tertawa dengan hanya cukup tersenyum melihat raut wajah mereka. Ekspresif sekali. Terlihat kompak setelah pengulangan meneriakkan yel-yel dua kali.

Saat itu, anak-anak kelas satu sekolah dasar memang sedang belajar. Belajar mengenali peristiwa yang menyenangkan dan menyedihkan.

Sebelumnya, mereka dibagi dalam dua kelompok. Kelompok I’m happy dan kelompok I’m sad. Penentuan kelompok berdasarkan hitungan satu dua yang berulang yang kemudian diubah menjadi senang dan sedih. Anak yang mendapatkan kata sedih akan menjadi kelompok I’m sad sedangkan anak yang mendapatkan kata senang akan menjadi kelompok I’m happy.


Sebelum mencari semua kalimat yang mencerminkan sedih atau senang, setiap kelompok menggunakan yel-yel dengan mengatakan nama kelompoknya sambil berekspresi sesuai dengan apa yang dikatakannya. Setelah itu baru perburuan dimulai. Semua anak berpencar di semua sudut kelas mencari kalimat yang mencerminkan senang atau sedih yang sudah saya siapkan sebelumnya untuk ditempel di papan kelompoknya masing-masing. It’s a fun game because every child can move around the class.

Di akhir kegiatan, selain menghitung perolehan kalimat  yang didapat juga membaca bersama akan kegiatan tersebut. Cukup menyenangkan. Anak-anak pun terlihat asyik asyik saja Berkegiatan yang selalu mengharuskan mereka bergerak akan selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak-anak dengan gaya belajar kinestetik.

Selain itu, permainan ini pun selain memudahkan anak-anak paham membedakan peristiwa senang dan sedih, mereka pun belajar berhitung dan bagaimana bekerjasama serta berkomnuikasi dengan teman. Kita pun bisa melihat anak-anak mana yang paham akan instruksi yang  disampaikan, dan anak mana yang masih belum pahami.

Berkegiatan dengan anak-anak yang memiliki gaya belajar yang hampir semuanya kinestetik memang memerlukan energi lebih untuk banyak hal. Salah satunya adalah energi untuk selalu mencari cara bagaimana kegiatan belajar itu mengena di mereka dan tidak membosankan.
Kok repot seperti itu ? Lebih mudah kan sebenarnya memakai gaya belajar pada umumnya saja, duduk tenang di kursinya sambil memegang pensil dan menghadap buku. Dari zaman dulu kan model belajar seperti itu dan baik-baik saja anak-anaknya ?

Yeah… mungkin memang baik-baik saja anaknya. Namun kurang menyenangkan. Sebagai produk pendidikan zaman dulu, saya cukup menyesal mengapa ketika saya sekolah dasar dulu belajarnya selalu berada di dalam bangku bersambung kursi dari kayu jati. Keluar dan jalan-jalan mengelilingi kelas selalu dapat teguran dari guru dan mendapat julukan bocah umeg (anak yang tak bisa diam).

Jadi, sebagai pendidik sekarang ini, lebih bijak bila tidak menerapkan model pembelajaran yang kurang menyenangkan atau monoton. Terutama untuk anak-anak usia dini (kelas 1,2, dan 3). Anak-anak yang di usia mereka, bermain tetap menjadi sesuatu yang menyenangkan. Jadi mengapa tidak menyampaikan sebuah pengetahuan melalui permainan ? Anak-anak pasti akan menyukainya bila permainan bisa dikemas dengan baik dan mereka paham akan tujuan bermainnya. Banyak hal  bisa kita dapat dari satu permainan. Meskipun itu permainan di dalam kelas. Jadi, bermain yuk !

1 comment: