“I’m happy !”
teriak satu kelompok dengan ekspresi gembira. “I’m sad”, sambung kelompok lain
dengan mimik muka memelas. Sejujurnya
saya harus bekerja keras menahan tertawa dengan hanya cukup tersenyum melihat raut
wajah mereka. Ekspresif sekali. Terlihat kompak setelah pengulangan meneriakkan
yel-yel dua kali.
Saat itu, anak-anak
kelas satu sekolah dasar memang sedang belajar. Belajar mengenali peristiwa
yang menyenangkan dan menyedihkan.
Sebelumnya, mereka
dibagi dalam dua kelompok. Kelompok I’m happy dan kelompok I’m sad. Penentuan
kelompok berdasarkan hitungan satu dua yang berulang yang kemudian diubah
menjadi senang dan sedih. Anak yang mendapatkan kata sedih akan menjadi
kelompok I’m sad sedangkan anak yang mendapatkan kata senang akan menjadi
kelompok I’m happy.
Sebelum mencari
semua kalimat yang mencerminkan sedih atau senang, setiap kelompok menggunakan
yel-yel dengan mengatakan nama kelompoknya sambil berekspresi sesuai dengan apa
yang dikatakannya. Setelah itu baru perburuan dimulai. Semua anak berpencar di
semua sudut kelas mencari kalimat yang mencerminkan senang atau sedih yang
sudah saya siapkan sebelumnya untuk ditempel di papan kelompoknya masing-masing. It’s a fun game because every child can
move around the class.
Di akhir kegiatan,
selain menghitung perolehan kalimat yang
didapat juga membaca bersama akan kegiatan tersebut. Cukup menyenangkan.
Anak-anak pun terlihat asyik asyik saja Berkegiatan yang selalu mengharuskan
mereka bergerak akan selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak-anak
dengan gaya belajar kinestetik.
Selain itu,
permainan ini pun selain memudahkan anak-anak paham membedakan peristiwa senang
dan sedih, mereka pun belajar berhitung dan bagaimana bekerjasama serta
berkomnuikasi dengan teman. Kita pun bisa melihat anak-anak mana yang paham
akan instruksi yang disampaikan, dan
anak mana yang masih belum pahami.
Berkegiatan dengan
anak-anak yang memiliki gaya belajar yang hampir semuanya kinestetik memang
memerlukan energi lebih untuk banyak hal. Salah satunya adalah energi untuk
selalu mencari cara bagaimana kegiatan belajar itu mengena di mereka dan tidak
membosankan.
Kok repot seperti
itu ? Lebih mudah kan sebenarnya
memakai gaya belajar pada umumnya saja, duduk tenang di kursinya sambil
memegang pensil dan menghadap buku. Dari zaman dulu kan model belajar seperti itu dan baik-baik saja anak-anaknya ?
Yeah… mungkin memang
baik-baik saja anaknya. Namun kurang menyenangkan. Sebagai produk pendidikan
zaman dulu, saya cukup menyesal mengapa ketika saya sekolah dasar dulu
belajarnya selalu berada di dalam bangku bersambung kursi dari kayu jati.
Keluar dan jalan-jalan mengelilingi kelas selalu dapat teguran dari guru dan
mendapat julukan bocah umeg (anak yang tak bisa diam).
Jadi, sebagai
pendidik sekarang ini, lebih bijak bila tidak menerapkan model pembelajaran
yang kurang menyenangkan atau monoton. Terutama untuk anak-anak usia dini
(kelas 1,2, dan 3). Anak-anak yang di usia mereka, bermain tetap menjadi
sesuatu yang menyenangkan. Jadi mengapa tidak menyampaikan sebuah pengetahuan
melalui permainan ? Anak-anak pasti akan menyukainya bila permainan bisa
dikemas dengan baik dan mereka paham akan tujuan bermainnya. Banyak hal bisa kita dapat dari satu permainan. Meskipun
itu permainan di dalam kelas. Jadi, bermain yuk !
nih... guru kreatif
ReplyDelete