Pages

Friday 27 July 2012

Pengalaman Membentuk Kepribadian Anak

ceria bersama teman
Bertemu dengan guru-guru kecil baru di kelas 1 tahun pelajaran ini membuat nuansa belajar tentang anak-anak semakin beragam. Berbagai warna dan perilaku baru bermunculan dari mereka. Latar belakang yang berbeda sebab berasal dari banyak taman kanak-kanak dan bermacam-macam lingkungan keluarga, membuat apa yang mereka lakukan semuanya unik dan tidak sama.

Anak-anak membawa perilaku yang telah dipelajarinya selama ini. Melihat, mempelajari, dan kemudian meniru lingkungan sekitarnya. Terutama orang-orang di dekatnya. Dari orang tua dan mungkin juga kakek, nenek, oom, dan tante, bahkan gurunya. Entah itu contoh yang baik atau pun yang keliru. Semuanya diterima tanpa pandang bulu. Seperti spon yang dengan mudah menyerap air. Contoh-contoh itulah yang kemudian membentuk perilaku mereka sehari-hari.   

Demikian pula dengan guru-guru kecil saya. Banyaknya perilaku yang muncul di anak-anak, pastinya memberi pengalaman tersendiri. Melihat perilaku-perilaku yang biasa terjadi sampai yang mengejutkan. Yang standar sampai yang tidak biasa. Tidak ada yang sama. Beragam seperti warna pelangi.

Meski semua perilaku yang dilakukan anak-anak berbeda-beda, namun pada dasarnya kita semua pasti ingin apa yang mereka lakukan adalah cerminan sikap yang baik bukan ? Anak yang sehat, santun, mudah bersosialisasi dengan teman dan orang baru, ceria, enerjik, memiliki pengendalian diri yang baik sesuai dengan usianya, dan seterusnya. Berperilaku baik.
Namun pada kenyataannya, apa yang kita harapkan dilakukan oleh mereka tidak mudah diwujudkan. Bahkan untuk sebagian anak, hal tersebut bukanlah sesuatu yang sederhana. Cukup komplek.

Bisa berperilaku baik seperti di atas, bagi anak-anak sebenarnya adalah sebuah proses belajar yang berkesinambungan dan berlangsung lama. Bukan instan. Dimulai ketika mereka baru dilahirkan kemudian berlanjut pada masa kanak-kanak. Saat-saat menjalani proses belajar ini, dukungan dan teladan sangat diperlukan oleh mereka.

Dukungan ini selain memberi apresiasi positif akan apa yang telah mereka lakukan, juga tak bosan-bosannya selalu mengingatkan bila anak-anak itu melakukan sesuatu yang kurang sesuai. Diingatkan dengan lembut, tidak malah diejek atau bahkan ditakut-takuti. Agar mereka tidak merasakan terpojok atau disalahkan. Bagaimanapun mereka masih anak-anak yang masih perlu bimbingan.

Pernah suatu kali saya mendapati seorang anak yang membuang sampah sembarangan. Ketika diingatkan, neneknya yang kebetulan ada di sana langsung berkomentar. ‘Iya, Bu. Dimarahi saja dia. Sudah kebiasaan seperti itu!’ Spontan si anak diam tertunduk.

Aduh, miris mendengarnya. Diingatkan dan dimarahi jelas memiliki efek dan arti berbeda bagi anak-anak. Dan sedih sekali kalau guru digambarkan sosok yang menakutkan. Yang selalu marah dan menakuti mereka.

Perlu kita ingat bersama bahwa apa yang dilakukan anak-anak sebenarnya adalah proses dari hasil belajar mereka terhadap lingkungannya. Yang selalu menjadikan orang-orang disekitarnya sebagai contoh dalam berperilaku sehari-hari. Bila mereka kebetulan berperilaku yang kurang sesuai, tanggung jawab kita bersama, para dewasa inilah yang mengingatkannya. Mengingatkan dengan baik dan bukan hanya dengan mudah menyalahkan dan memojokkannya.


No comments:

Post a Comment