menata keranjang |
‘Alhamdulillah,
semuanya ada,Bu.’
‘Bu,
lemku sudah habis. Dibuang ya tempatnya?’
‘Wah,
ternyata banyak sekali pesawat kertasku di keranjang.’
Itulah
sebagian kata-kata murid kelas 2 ketika sedang merapikan keranjangnya. Ada yang
serius menghitung spidol, ada yang mengeluarkan semua isi keranjangnya, ada juga
yang menata kembali semua barang di keranjang. Terlihat sibuk dan ramai.
Meskipun kerap ada kata-kata bernada keluhan sebab kehilangan satu dua barang
di keranjang, anak-anak terlihat sungguh-sungguh melakukan tugasnya.
Merapikan
keranjang. Kegiatan yang sebulan sekali selalu saya lakukan bersama anak-anak. Selain
untuk membiasakan hidup rapi dan bersih, sekaligus pula melatih mereka
bertanggungjawab akan barang miliknya.
Yang
namanya anak-anak, mudah sekali lupa. Lupa untuk banyak hal, termasuk
barangnya. Tidak berbeda pula dengan anak-anak di kelas saya. Dulu, setiap hari
selalu saja ada barang yang tertinggal.Bila ada nama pemiliknya, anak-anak
masih mau menerima kalau itu barangnya, namun bila tidak ada label namanya, mereka
akan dengan mudah mengatakan ‘tidak tahu’ atau ‘bukan milikku’.
Wah,
jelas kondisi ini tidak bisa dibiarkan bukan ? Ah, tapi kan mereka masih anak-anak ? Wajar dong lupa dan tidak tahu. Ga bisa
menuntut anak-anak bertanggungjawab seperti orang dewasa.
Iya,
benar sekali mereka memang masih anak-anak. Bukan orang dewasa. Saya sependapat
sekali. Saya ingat ada seorang murid yang berkata ‘Ah, gapapa hilang, Bu. Nanti beli lagi.’ Aduh, sedih sekali
mendengarnya. Memang sepele dan mudah dibeli dimana saja barang-barang itu,
harganya pun tidak mahal. Namun untuk penanaman sebuah kesadaran akan
tanggungjawab terhadap barang miliknya kepada anak-anak, maka beda pula kita
menanggapinya bukan ?
Sekali
lagi, karena masih anak-anaklah rasa bertanggungjawab itu perlu dikenalkan.
Perlu untuk selalu diingat bahwa semua hal untuk anak-anak adalah proses
belajar bagi mereka. Termasuk belajar bertanggungjawab.
Seringnya ada barang-barang ketinggalan di sekolah, saya pun mewajibkan semua barang yang dimiliki diberi label nama. Selain memudahkan anak-anak mengenali barang miliknya juga mempercepat pengembalian barang seandainya barang tersebut ditemukan orang lain.
Di
kelas 2 ini, saya mulai menerapkan tanggungjawab memelihara barang yang
dimiliki kepada anak-anak. Mulai dari benda-benda yang akrab dengan mereka dan
berada dalam keranjang (krayon, spidol, lem, gunting, kertas lipat, penggaris,
pensil, dan penghapus) atau juga kotak bekal dan botol minum.
Secara
berkala, kegiatan merapikan dan membersihkan laci meja dan keranjang ini
dilakukan. Seperti saat sekarang ini. Namanya pun latihan bertanggungjawab dan
anaknya beragam, selalu saja ada yang barangnya lengkap namun tidak sedikit
yang kehilangan barang. Barang yang sering hilang adalah spidol dan penghapus.
Di
awal kegiatan ini, begitu banyak anak yang barangnya tidak lengkap. Untuk anak
yang barangnya lengkap, apresiasi yang saya lakukan adalah pemberian bintang.
Penghargaan kecil yang sederhana namun mengena. Sebab kemudian, banyak anak
yang berlomba mendapatkan bintang dengan menjaga barang-barangnya.
Seiring
berjalan waktu, anak-anak mulai terbiasa menjaga barangnya. Bila ada kegiatan merapikan
dan menghitung isi keranjang saat sekarang, sebagian besar anak-anak akan
mengatakan kalau barangnya lengkap. Meski tidak ada pemberian bintang,
anak-anak mulai menunjukkan sikap bertanggungjawab memelihara barang mereka.
Bila
ada anak yang masih kehilangan barangnya, teman-temannya akan mengingatkan
kalau harus bisa menjaga dan memelihara barangnya. ‘Capek kan beli terus. Boros juga.’
Memang
perlu contoh sekaligus tak lelah selalu mengingatkan untuk menanamkan sebuah
sikap baik kepada anak-anak. Mungkin awalnya cukup melelahkan dan menjemukan,
namun ke depan, hal-hal luar biasa akan terjadi dari upaya-upaya tak mengenal
lelah mengingatkan anak-anak tersebut. Semoga.
No comments:
Post a Comment