Pages

Wednesday 28 March 2012

Kisah Pelatihan di Peternakan

Alkisah di peternakan Pak Nathin, binatang-binatang ternak di sana mengadakan pelatihan rutin untuk pengembangan potensi diri. Mereka berkumpul di kandang domba yang cukup luas dua kali seminggu. Belajar tentang seni berpidato. Pesertanya dari bermacam-macam binatang. Ayam, domba, kucing, sapi, dan kelinci. Gurunya adalah burung yang memang terkenal pandai pidato dan suaranya menakjubkan.
penonton dan penari
sama-sama penting

Binatang-binatang tersebut secara rutin berlatih. Meski kadang hujan datang tiba-tiba atau matahari bersinar dengan teriknya, mereka jarang absen. Tetap masuk. Maklumlah, semuanya ingin pandai berpidato. Berlatih dan berlatih adalah motto mereka.


Hingga sampailah pada saat hari ketika sang guru, burung nan merdu suaranya itu, akan menguji kemahiran pidato mereka. Satu per satu binatang-binatang itu harus maju ke depan menunjukkan kemahirannya. Ketika ada binatang yang berpidato, yang lain mendengarkan. Tidak lucu kan bila ada yang pidato lalu tak ada yang mendengarkan. Akan janggal.

Maka di sini, peran penting sebenarnya ada di binatang yang tidak sedang maju ke depan alias jadi penonton. Kerelaan binatang-binatang lain yang mau duduk diam, menunggu, melihat, mendengar, dan menjadi penonton bagi temannya yang maju. Memberi support dan semangat meskipun ‘bukan yang sedang dilihat’.

Sapi termasuk binatang yang selalu sabar menjadi penonton bagi teman-temannya selain kelinci. Saat ayam berkotek-kotek dengan pidatonya, kucing mengeong-ngeong tak jelas, sapi dan kelinci sabar mendengarkan sambil menunggu giliran.

Kerelaan sapi dan kelinci ini adalah wujud mereka mampu menghargai binatang yang lain. Duduk diam, menunggu, melihat, dan mendengarkan sesuatu yang kadang tidak mereka pahami atau setujui jelas sesuatu yang cukup berat dan membosankan.
Hujan lebat turun tiba-tiba membuat burung pun menghentikan pertunjukkan bagi murid-muridnya. Diganti lusa. Pertemuan pun bubar.

Lusanya, ternyata yang datang hanya domba, sapi, dan kelinci. Kucing dan ayam tak kelihatan. Kebetulan memang yang belum maju adalah ketiga binatang itu. Burung nan bijaksana mempersilahkan domba sebagai pemilik tempat maju duluan. Sapi dan kelinci kembali menjadi penonton. Mendengarkan dengan sabar. Domba selesai berpidato.

Giliran kelinci maju. Sebelum sempat membuka suara, domba ijin keluar. Alasan apapun bisa dibuat asal tidak berlama-lama duduk diam disana, batin si domba.  Ngapain juga mendengarkan sesuatu yang ga’ jelas, buang-buang waktu ! Toh giliranku sudah.Binatang lain belum maju, itu deritanya sendiri. Ngapain aku harus repot ? Mending aku jalan-jalan di luar, mungkin dapat rumput segar.

Tinggallah sapi, kelinci, dan burung di sana. Saling berpandangan sejenak. Namun sapi dan kelinci dengan semangat tetap maju menunjukkan kebolehannya berpidato di depan burung. Seakan tak terpengaruh dengan sikap teman-teman binatang lainnya. Sikap yang hanya mau dilihat namun tak mau meluangkan waktu gantian melihat. Sikap yang hanya melihat kebutuhannya sendiri tanpa melihat ada hak orang lain di sana. Yang pergi setelah maju ke depan, tak mau gantian melihat.

Ah, memang lebih enak menjadi pusat perhatian bukan ? 

No comments:

Post a Comment