Pages

Wednesday 15 February 2012

Kok Kita Tak Belajar,Bu ?

belajar (seperti) tak belajar
Pertanyaan itu terlontar dari seorang murid usai saya mengakhiri aktivitas bersama di kelas. Saat itu saya mengajar sains. Kebetulan tak ada aktivitas tulis menulis saat itu. Hanya berdiskusi dan mendengarkan sebuah cerita. Sebuah cerita tentang penemu salah satu sumber bunyi yang telah dikenal anak-anak. Alexander Graham Bell si penemu telefon.

Tidak belajar ? Si penanya mengangguk. Kita tidak menulis sama sekali, hanya mendengarkan cerita dan berdiskusi. Berarti tidak belajar kan bu, jelasnya.

Saya mengangguk. Saya kemudian menanyakan tentang apa sih belajar itu pada mereka. Banyak pengertian belajar yang dipahami.  Ada yang memaknai belajar adalah menulis dan membaca dengan tenang. Kalau belum menulis atau membaca namanya belum belajar. Belajar itu harus memegang buku pelajaran. Belajar itu harus tenang dan tidak jalan-jalan. Belajar itu ya membuka buku ips, matematika, ipa, bahasa inggris, bahasa Indonesia.


Tidak salah juga pemahaman itu. Tapi, tunggu dulu ! Mengapa definisi belajar di anak-anak tak memasukkan kata bermain atau mendengarkan cerita sebagai salah satu dari aktivitas belajar ya ? Apalagi mereka, murid-murid saya ini masih di usia dini. Bermain adalah aktivitas yang kerap mereka lakukan. Mendengarkan cerita juga saat-saat yang mereka cukup sukai.

Kadang memang kita, para dewasa ini yang memahamkan arti belajar itu adalah menulis dan membaca. Anjuran untuk belajar kerap mengarah kepada dua kegiatan itu. Menulis dan membaca. Jadinya anak-anak pun terbawa pada pemahaman itu. Belajar itu ya menulis. Belajar itu ya membaca. Belajar itu ya duduk tenang tidak jalan-jalan kesana kemari.

Padahal belajar kan sebuah aktivitas dan proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, dan tidak paham menjadi paham. Apapun aktivitasnya. Tak terbatas menulis dan membaca saja. Terutama untuk anak-anak di usia perkembangan (kelas 2 sekolah dasar).

Aktivitas apapun yang mereka lakukan adalah belajar. Kegiatan yang mereka lakukan adalah proses pembelajaran. Menulis, membaca, mendengar cerita, bermain bersama teman,bernyanyi,  bermain komputer, berdiskusi, melihat perilaku ayah dan ibu, melihat televisi, atau pun mewarnai. Apapun yang mereka lakukan adalah proses mengenal lingkungannya. Memperkaya pengetahuan dan rasa sekaligus kepingan pembentuk sikap di masa depannya.

Memperluas pengertian belajar tidak sebatas pada kegiatan menulis dan membaca pada anak, akan lebih bijak rasanya. Membuat anak-anak pun tidak lagi memaknai belajar adalah kegiatan yang ‘kurang menyenangkan’. Masih banyak anak-anak yang kerap berkata tak suka belajar, sebab dalam benaknya selalu terhubung pada sebuah aktivitas ‘pemaksaan’ menulis dan membaca buku pelajaran (sekolah) dengan posisi duduk yang harus tenang, tak mondar-mandir dan tak berisik.

Selalu mengingat semua hal yang dilakukan adalah belajar bagi anak-anak di usia perkembangan akan memberikan kesempatan pada mereka lebih bisa terbuka dalam memaknai semua hal di sekitarnya. Jadi ingat tentang gaya belajar pada setiap anak pun tidak sama.

No comments:

Post a Comment