Pages

Tuesday 10 January 2012

Mes Profs, Mes Élèves - Guruku adalah Muridku #1

ekspresi unik berbeda
Menjadi guru di sekolah dasar memberikan kesempatan saya untuk belajar banyak hal tentang hidup dari anak-anak. Banyak hal. Kesabaran, kreativitas, percaya diri, berani bercerita, seni tersenyum(hehehehe yang ini jujur masih susah sekali), memberi perhatian, belajar kembali untuk konsisten, bernyanyi, membaca, berhitung, belajar menyulam (meski masih juga berantakan), memasak, dan berbicara dengan benar (penting nih agar anak-anak pun terbiasa dengan bahasa yang benar, tidak bahasa slank atau prokem saja).Terkesan saya berlebihan ya ?

Mungkin iya mungkin juga tidak. Menengok sebentar ke belakang, latar belakang pendidikan saya memang digagas menjadi guru. Tetapi guru anak-anak di usia remaja sebab bahasa asing (kecuali inggris biasanya) tak diajarkan di sekolah dasar. Namun entahlah, dulu setiap ada pembelajaran selain bahasa dan budaya napoleon, tak pernah saya perhatikan. Jangankan tertarik, melirik saja tidak hehehehe. Menjadi guru belum terlintas saat itu. Yang terpikirkan adalah menjadi penterjemah. Selain penterjemah tidak hohohoho. Keren kan ?


Tetapi anak-anak dengan keajaibannya membuka ketertarikan saya dengan dunia mereka.

Saya memiliki seorang murid yang selama tiga tahun ini cukup intens saya ikuti perkembangannya. Seorang anak yang luar biasa dengan keistimewaannya. Sangat pandai dalam bahasa pemrogaman komputer dan memiliki ketertarikan kuat dengan segala benda yang berbau elektronik. Namun untuk kemampuan motorik (halus dan kasar), kemampuan berbahasa dan bersosialisasi serta emosi, murid saya mengalami keterlambatan (delay istilah psikolog yang sempat menanganinya). Ketika dia berusia tujuh tahun, tingkat kemampuannya baik motorik maupun kognitif dan emosional masih mirip dengan anak yang berusia empat tahun.

Saya belajar banyak hal darinya. Ketika di kelas satu, melihat bagaimana dia belajar mengejar segala ketertinggalannya dari teman-teman, seperti melatih motorik kasar dengan memanjat dan menuruni tangga, bermain berguling-guling dalam bola besar, meronce manik-manik di tempat terapinya. Menemaninya mengeja pelan satu per satu kata-kata di kelas. Menungguinya menggores pensil pelan-pelan sesuai dengan yang dicontohkan. Belajar memahami ucapannya melalui gerak tubuhnya juga sebab murid saya masih mengalami kesulitan dalam mengartikulasikannya dengan benar. Mencari cara untuk dia paham sebuah kata sebab masih kesulitan dalam memahami satu kalimat utuh. Saya dengan seorang teman guru yang lain (kebetulan untuk kelas satu, di sekolah menerapkan satu kelas ada dua guru).

Di kelas dua ini, saya pun masih menemaninya. Sungguh menakjubkan melihat perkembangannya saat ini. Hasil kerja kerasnya belajar dan pantang menyerah terlihat sekarang.

Murid saya, yang tiga bulan pertama di kelas dua sempat hampir mogok dan selalu terlibat perselisihan dengan temannya. Murid saya yang di masa awal sempat melalui masa sulit dengan teman-temannya karena kesulitan dalam mengartikulasi kata dan ego diri yang belum mau menerima perbedaan. Murid saya yang selalu menangis setiap hari di kelas sebab berbenturan dengan teman saat bermain. Murid saya yang pernah bergelung diri di sudut kelas karena lupa jalannya sebuah cerita yang saya dongengkan.

Hari ini, enam bulan sudah dia di kelas dua. Sejak dua bulan yang lalu, ada perubahan cukup mencolok pada dirinya. Lebih pemaaf, mau menerima aturan dalam bermain bersama teman, percaya diri, bisa mengatur emosi, sholat yang selalu tepat waktu tanpa disuruh dan sederet perilaku positif lainnya. Teman-temannya pun telah bisa memahaminya lebih baik.

Senang rasanya melihat jerih payah itu mulai memunculkan wangi bunganya. Jerih payah dan usaha keras dari dia sendiri, sekolah, dan tentunya keluarga. Dukungan keluarga yang tiada lelah menemani, membimbing, meneriman, dan memberinya kepercayaan tentunya juga memberi peran besar untuk perkembangan murid saya ini.

Terima kasih. Saya belajar banyak dari segala yang ada pada kalian, murid-murid yang tiada lelah dalam mengemban rasa ingin tahu.


No comments:

Post a Comment