Pages

Sunday 8 January 2012

Bertunas, Tumbuh, lalu Menjadi Pohon

ceria, bersemangat, dan percaya diri
”Aduh Bu Erna, mengapa anak saya sekarang berubah ya ? Semakin bandel dan nakal saja. Tak seperti dulu, penurut. Susah dibilangin. Menjawab terus kalau dinasehati sampai ayahnya kerap marah dibuatnya”, kata seorang ibu kepada saya saat acara pembagian rapor semester satu kemarin. ”Apa saya salah mendidiknya?”

Pernyataan bernada kegalauan juga muncul di orang tua yang lain. Beliau bercerita bagaimana tanggapan neneknya melihat sikap cucunya yang seakan tak ada lelahnya bergerak dan bertanya ini apa itu apa saat liburan yang lalu. Murid saya tersebut tidak seperti saudara-saudara sepupunya yang lain yang cenderung pendiam. Pada tataran ini, yang pendiamlah yang dijadikan tolok ukur ’baik dan tidak nakal’ oleh sang nenek. Murid saya mencobai banyak hal sehingga membuat sang nenek mengatakan kalau cucunya yang satu itu nakal dan susah diatur.


Kegalauan yang dialami beberapa wali murid saya ini mungkin pernah pula dialami oleh para orang tua yang lain. Kegalauan akan anaknya yang bertingkah tidak sesuai dengan ’yang semestinya’.

Yang semestinya ? Ya, yang semestinya. Saya sengaja memberi tanda petik sebab yang semestinya di sini kerap dianggap sebagai suatu sikap yang dianggap benar dan diidealkan oleh sebagian masyarakat kita seperti penurut, kalem dan lemah lembut untuk anak perempuan, bernilai akademik bagus, cukup tenang dan tak berlarian kesana kemari. Saat seorang anak tidak bersikap seperti yang semestinya itu, maka muncullah stigma negatif pada sang anak dari mulai bandel, pembangkang, rese, nakal, dan sederet stempel menjatuhkan lainnya. Padahal belum tentu bukan ?

Saya bukan tidak setuju dengan persepsi tentang sikap yang semestinya itu sebab ukuran nilai pada setiap orang pasti berbeda-beda. Yang perlu diingat selalu adalah jangan sampai sikap yang semestinya itu kemudian menghambat perkembangan diri dari si anak sendiri. Membuat langit pengetahuan mereka menyempit.

Banyaknya larangan yang kita terapkan contohnya. Sang anak mau mencoba sesuatu yang baru, namun karena kekhawatiran dia akan jatuh atau terluka, maka kita pun melarangnya. Sang anak bermain pasir dengan membuat bangunan-bangunan, ketakutan akan menjadi kotor dan kuman yang ada membuat kita pun melarangnya. Sang anak ingin belajar bermain drum, namun karena kebetulan dia anak perempuan dan yang semestinya anak perempuan adalah bermain piano karena lebih anggun juga elegan daripada drum yang terkesan macho serta urakan, maka diarahkanlah dia les piano. Namun apa yang terjadi ? Si anak asal-asalan bermain piano.

Alangkah sayang bukan bila kita sampai menghambat potensi mereka, anak-anak kita ? Hanya karena kita terjebak mengikuti ’yang semestinya’. Setiap anak unik dan berbeda. Sepanjang tidak melanggar aturan dan norma, sah-sah saja memberi kesempatan mereka untuk belajar dan mengenal banyak hal.
Seperti murid saya yang selalu bertanya tadi. Saya melihat itu sebagai sesuatu yang wajar saja bahkan menyenangkan. Anak-anak dimana pun, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Keberanian, kepercayaan diri, dan rasa diterima oleh lingkunganlah yang membuat mereka mampu menanyakan apa yang ada dalam benaknya.

Mereka tidak malu dan selalu berpikiran terbuka akan segala hal. Di sisi lain, mereka juga belajar berpendapat dan mengemukakan keinginannya. Yang dulunya mungkin penurut, bisa jadi lebih karena takut dan tidak percaya diri. Ketika mereka merasa lebih percaya diri dan mampu mengungkapkan isi hatinya, mereka pun berpendapat. Di saat mereka berpendapat ini, kadang memang pemikirannya tak sama dengan kita, para dewasa. Kita bisa mendiskusikannya bersama. Tak perlu mengasumsikan bahwa mereka tak menurut alias bandel alias pembangkang alias rese dan alias alias yang lain.

Perlu diingat bahwa anak-anak di usia tujuh tahun adalah anak-anak pada usia perkembangan. Mereka akan cepat belajar akan segala hal. Mereka berkembang. Mereka pun berubah. Wawasan meraka bertambah luas begitu cepat. Sehingga kerap kita, para dewasa dibuat takjub karenanya. Tugas kita adalah mendampingi, membimbing, dan mengarahnyakannya agar tidak keluar jalur dari norma yang ada. Semoga mereka mampu mewarnai dunia ini dengan lebih baik nanti.









No comments:

Post a Comment