Pages

Sunday 4 December 2011

The Meaning of Family is ...


keluarga kecilku
Jum’at siang yang mengesankan. Saya duduk termangu bersama seorang teman guru di perpustakaan. Mendengarkan kisah seorang wali murid yang luar biasa. Seorang ibu yang bila hanya menilai dari penampilan luarnya, kita akan menyakini bahwa dia adalah sosok seenaknya – slonong boy – dengan penampilan cuek, gaya bicara logat jakarta dan pastinya tidak benar dalam mengurus anak sebab yang ada di benaknya hanya berfoya-foya. Hah ? Sejelek itukah ? Nanti dulu, itu dugaan saya bila hanya melihat penampilan luarnya saja.
Sebenarnya bila terlibat perbincangan dengannya, seru dan asyik orangnya. Yang mengejutkan adalah bagaimana pandangan beliau tentang sebuah keluarga. Jauh berbeda dengan yang terlihat pada penampilan luarnya. So, don’t judge the book from the cover. Anda akan kecewa.
Sebenarnya perbincangan ini pun terjadi tak sengaja. Ketika saya dan teman guru baru saja selesai mengadakan remidi kepada seorang murid di perpustakaan, beliaunya datang. Menanyakan keperluan buah hatinya yang memang telah tiga hari tidak masuk sekolah karena sakit.
Entah mulai darimana, obrolan yang mulanya tentang kondisi si anak, bergeser ke cerita kehidupan pribadi si ibu. Masa-masa beliau masih lajang dan bekerja pada sebuah perusahaan penerbangan asing dengan gaji yang sangat cukup. Semua hal nyaris bisa didapatkan. Keluar negeri hampir sekali sepekan. Semua kebutuhannya terpenuhi. Meski memang beliau mengaku bahwa mendapatkan pekerjaan tersebut melalui jalan berliku. “Tidak langsung enak,bu”, katanya. “Perlu kerja keras dan semangat tinggi.”
Namun semua hal menyenangkan dan membanggakan itu beliau tinggalkan setelah menikah. Meskipun sebenarnya saat itu gaji suaminya jauh di bawah gajinya. Dia lepas apa yang telah dicapainya. Tidak sayang ?
Si ibu mengaku memang awalnya tidak mudah. Menyesuaikan situasi yang jelas berbeda dengan situasi sebelumnya. Apalagi sang suami yang masih pegawai biasa saja di kantor. Bagaimana pun, itu pilihan.
Ditambah kemudian  kelahiran anak pertama disusul anak kedua di keluarga mereka. Praktis kehadiran buah hati tersebut membuat si ibu benar-benar memutuskan menjadi ibu rumah tangga yang mengurus penuh anaknya.
Menyusui, memandikan, dan membesarkan serta mendidik anak dilakukan bersama-sama dengan sang suami. Tanpa pembantu. Si ibu berprinsip bahwa segalanya bisa dilakukan asal bersama-sama dengan suami. Membuat bekal anak-anak ke sekolah pun disiapkan sendiri. Sampai kadang beliau mengakui kalau saat mengantarkan anak-anak ke sekolah belum sempat mandi karena kerepotan di pagi hari. Sampai sekarang meski sang suami sudah menduduki jabatan cukup tinggi di sebuah bank pemerintah. Hm...
Di lain waktu, seorang ibu bercerita bagaimana dia dulu memutuskan berhenti bekerja di LIPI hanya setelah melihat suaminya yang menjadi dosen di sebuah universitas negeri di Surabaya hidup di rumah dinas dengan hanya selembar tikar pandan saja untuk tidur. Tak ada perabot lain sebab merasa tak memerlukan. Rumah hanya tempat untuk tidur dan mandi. Terlihat menyedihkan dan tak terurus. Saat itu mereka memang hidup terpisah sementara setelah menikah. Melihat kondisi itulah, si ibu memutuskan berhenti dari pekerjaannya. Baginya, keluarga lebih penting. ‘Buat apa memiliki pekerjaan mantab dan uang banyak bila ternyata keluarga kita terlantar ?’ itulah kata-kata si ibu saat itu.
Keluarga. Sebuah kata yang terdengar sangat akrab bukan ? Terkesan hangat dan menenangkan. Meski kerap kita lupa sebab kesibukan pekerjaan yang tak ada hentinya. Padahal, setiap kita merasa sedih dan tersungkur, seringkali keluargalah yang menjadi penyelemat kita pertama kali, dan bukan pekerjaan kita.
Senang melihat bagaimana Po, sang pendekar kungfu yang akhirnya menyadari bagaimana pentingnya melewati masa liburan dengan ayahnya, Mr.Ping sambil membuka warung mie hangat bersama para pelanggannya. Po yang sebenarnya saat itu menjadi penerima tamu dari orang-orang berilmu tinggi di seluruh negeri memilih pamit meninggalkan acara demi keluarga. Ayahnya.
Bagaimana dengan kita ?

No comments:

Post a Comment