Pages

Tuesday 15 November 2011

Kadang Anak pun Berbeda Dari Orang Tuanya

berjalan dengan percaya
Saya pernah memiliki murid yang cerdas dan kreatif. Sehari-hari, selalu saja ada idenya dalam membuat suasana menjadi tidak membosankan. Murid saya termasuk anak yang banyak idenya sehingga teman-temannya pun suka. Selalu ada hal baru yang dibawanya setiap hari, baik itu lelucon, kata-kata, atau juga permainan.

Suatu saat, saya melihat perubahan pada dirinya. Menjadi murung dan mudah tersinggung. Selalu ada teman yang melapor diganggu olehnya. Kondisi ini berlangsung beberapa hari. Ketika saya dekati dan tanya apa masalahnya, dia hanya menangis tersedu-sedu. Tanpa jawaban.


Sampai pada akhirnya, murid saya bercerita kalau ingin sekali bermain ular tangga dengan ayahnya. Namun ayahnya selalu menolak. Alih-alih memenuhi permintaan sederhana anaknya, sang ayah membelikannya satu set yoyo yang canggih dan tentu harganya mahal.

Memang murid saya sempat senang mendapat mainan yoyo itu. Namun hanya sebentar. Dia tetap ingin bermain ular tangga dengan ayahnya. Merengek setiap hari sampai ayahnya marah dan keluar ucapan kalau permainan ular tangga itu kuno, ketinggalan zaman. Yoyo yang canggih. Parahnya lagi, sang ayah mengatakan kalau anaknya lebih beruntung dibanding dia. Jangankan yoyo seperti yang dimilikinya sekarang, yoyo yang murahan saja ayahnya tak punya. Nah lho ?!

Ternyata ayah murid saya mengidam-idamkan sesuatu yang di masa kecil tak pernah dimilikinya. Tidak ada yang salah memang bila ketika dewasa dan mampu, membeli sesuatu yang diidamkan dulunya.

Namun, bila kemudian menyamakan keinginan masa kecil kita  dengan keinginan anak-anak sekarang, saya rasa sedikit tidak tepat. Mengukur kebahagiaan anak hanya dengan kacamata ukur kebahagiaan kit. Mungkin kita memang senang dengan permainan A, bisa jadi anak kita senang dengan permainan G. Akan sangat menyiksa anak bila dia harus meninggalkan permainan G yang disukainya hanya karena kita, para dewasa ‘meminta’ mereka melakukan permainan A yang kita sukai. Akan tidak maksimal apapun yang dilakukan si anak dalam permainan tersebut. Kadang kita pun perlu merelakan anak-anak kita melakukan permainan/kegiatan yang disukainya. Maka kita akan terkejut menemukan bagaimana mereka sangat mahir di dalamnya.

Lebih bijaksana bila kita, para dewasa tidak selalu mengukur kebahagiaan anak-anak berdasarkan kacamata kita. Apalagi bila sampai membuat mereka sebagai penganti kita mengejar sesuatu yang dulu kita tak bisa mencapainya. Bagaimana pun, mereka memiliki jalannya masing-masing yang kerap tak sama dengan kita, orang tuanya.

No comments:

Post a Comment