Pages

Sunday 10 July 2011

Marah ? Boleh kok


mengenal marah, sedih, kecewa, dan bahagia
Murid saya ada yang berselisih paham ketika sedang bermain bersama. Sebabnya adalah salah satu murid tidak mau berbagi balok ketika bermain rancang bangun. Murid saya yang merasa baloknya hanya dapat sedikit lalu ngambek. Wajahnya cemberut dan meski diam saja namun ada genangan air di matanya.

Di saat yang berbeda, saya membuka diskusi tentang rasa marah. Awalnya saya membacakan sebuah cerita pendek bergambar tentang anak yang marah. Diskusi dibuka dengan pertanyaan tentang sebenarnya apa sih marah itu ? Bagaimana cirinya kalau kita marah ?


Diskusi berjalan lancar. Hampir semua murid ketika saya tanya tentang bolehkah kita marah menjawab tidak boleh. Ketika saya mengatakan bahwa marah itu boleh, mereka banyak yang protes. Ada yang mengatakan kalau marah itu tidak baik, nanti jadi cepat tua, nanti tidak punya teman, nanti tidak disayang mama dan papa.

Percakapan tentang marah bergulir seru. Saya menjelaskan bahwa semua orang itu pasti pernah marah. Bu guru sekalipun juga pernah marah. Sebabnya bisa bermacam-macam. Tidak dibelikan sesuatu, mainannya dirusak seseorang, bukunya robek, tidak sengaja diinjak teman dan banyak lagi.

Ketika saya tanya tentang peristiwa sejenis yang pernah dialami, banyak murid saya mengatakan mereka pernah mengalami hal tersebut. Baru mereka tahu bahwa hal itu termasuk rasa marah juga. Sebelumnya mereka hanya tahu merasa tak nyaman lalu menangis.

Namun meski kita boleh marah, harus bisa mengatur marah. Pada anak-anak saya jelaskan bahwa saat marah, biasanya kita tidak sengaja akan menyakiti orang lain. Maka ketika marah, boleh mengambil bola untuk ditendang-tendang, mengambil pensil dan kertas untuk menuliskan kemarahan, bersepeda, atau berlari-lari di halaman. Tidak perlu menangis meraung-raung, memukul orang, atau merusak sesuatu.

Setelah agak tenang, baru kita bicara pada orang yang membuat kita marah tadi. Kita tanyakan mengapa berbuat seperti itu, apa sebabnya dan sejenisnya.

Senang melihat anak-anak mengerti. Terlihat mereka pun lega sebab ada pertanyaan kembali di akhir diskusi, ”Jadi kita tetap boleh marah, Bu Erna ?”

Ya, kita boleh marah. Namun marah yang terarah. Bukan marah-marah. Sebab marah pun adalah anugerah.



No comments:

Post a Comment