Pages

Wednesday 22 June 2011

Restoran Siap Saji Vs Angkringan

Saya yakin banyak dari kita pernah mampir ke restoran siap saji yang terserak di hampir semua lekuk kota. Sebagian besar juga kerap berkunjung ke restoran-restoran masakan khas daerah yang mengedepankan pelayanan dan kenyamanan kelas wahid. Sesuatu yang mungkin biasa kita terima dari pelayan-pelayannya adalah senyuman ramah, efisiensi pelayanan, kenyamanan tempat, privacy, dan menu yang nikmat.
agusthutabarat.wordpress.com

Meski itu semua kita tahu adalah strategi dalam memuaskan pelanggan (agar mau kembali lagi). Walaupun kita tahu mereka lakukan semua itu secara profesional dan belum tentu dari ketulusan hatinya alias semu alias tidak nyata, kita toh kerap senang pula diperlakukan seperti itu. Nyatanya, kita akan kembali lagi makan di sana hehehehe.

Namun seberapa seringkah kita ingat wajah-wajah yang tersenyum itu? Mungkin kita ingat mereka lebih karena sebab yang mengitari, seperti kesalahan mereka saat melayani kita. Pernahkah kita berbicara dengan mereka selain tentang topik pemilihan menu makanan ?

Saya yakin banyak di kita akan mengatakan tidak ingat atau tidak pernah. Sebab mengapa juga repot-repot mengingat wajah-wajah pelayan restoran, seperti tidak punya pekerjaan lain saja. Lebih banyak hal yang lebih penting untuk diingat dan diperhatikan. Saya pun bila ditanya, akan menjawab serupa. Tidak ingat. Apalagi saya termasuk yang jarang-jarang pergi ke restoran siap saji. Selain rasa yang tidak sesuai dengan lidah (saya merasa semuanya hambar, selalu lupa bumbu), juga kerap rupiah tidak mengijinkan hehehehe.

Namun begitu, ada beberapa tempat makanan yang kerap saya kangeni dan ingat terus sampai sekarang. Jelas berbeda dengan restoran yang saya tulis di atas. Bukan pula berjenis sama. Berbeda. Saya mengingatnya bukan karena menunya yang berselera, namun lebih karena atmosfer keakraban dan yang pasti rupiah saya selalu tersenyum bila saya ke sana.

Salah satu tempat itu adalah angkringan. Pertama kali saya mengenalnya ketika di Jogja. Saya memiliki beberapa angkringan langganan. Selain menunya istimewa(enak di antara angkringan lainnya), komunikasi dengan penjualnya selalu menyenangkan.

Konstruksi gerobak angkringan yang tertutup terpal di depannya dengan terbuka di bagian kanan dan kirinya, lampu teplok berwarna kuning hangat, kepulan asap dari dua teko besar yang menjadi ciri khasnya, membawa keramahannya tersendiri.

Bila sedang sepi, kita bisa makan sambil berbicara apa saja dengan pak penjual. Membicarakan apa saja, namun kebanyakan adalah sejarah perjuangan hidup dan kebijaksanaan sederhana namun mengena. Keakraban dan keramahan yang terjalin pun seakan wajar saja. Tidak ada senyuman ramah profesional. Gaya berbicara pun mengalir dalam kesederhanaan dan keluguannya. Banyak hal baru yang kerap saya temukan dari obrolan-obrolan itu yang tidak saya temukan di bangku kuliah.

Seperti filosofi nriman (menerima) bagi orang jawa. Menerima yang bukannya leyeh-leyeh tanpa usaha, namun lebih kepada menghargai apa yang telah dicapainya, juga tidak mentang-mentang (ojo dumeh). Banyak penjual angkringan itu tidak menambah porsi jualannya meskipun laris. Bila dagangan mereka sudah habis walau hari masih sore, mereka akan pulang. Tidak menambah lagi porsi jualannya. Ketika saya tanya mengapa, mereka menjawab bahwa rejeki sudah ada yang mengatur. Saru, tidak baik kalau kaya sendirian. Rejeki juga dibagi-bagi kepada yang lain. Ojo dumeh laris terus lali marang liyan. Jangan mentang-mentang laku lalu lupa dengan bagian orang lain. 

Sangat bertolak belakang dengan prinsip dalam berbisnis bukan ?

Namun begitulah mereka. Toleran dengan rejeki pedagang lainnya meskipun itu saingannya. Berbeda dengan restoran franchise yang terserak dimana-mana untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. 

Saya sering kangen dengan suasana itu. Apalagi bila mendengar lagu Kla Project dengan Jogjakartanya.

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selak semakna…

1 comment:

  1. hm...salah satu hal yg kukangeni dari Jogja adalah angkringan. Bisa berlama-lama menikmati suasana dengan hanya segelas teh jahe, dua bungkus nasi kucing, gorengan dan ceker bakar:-D

    ReplyDelete