Pages

Thursday 2 June 2011

Cantik itu

Kamis tenang di hari libur saya terusik oleh gerutuan seorang teman. Menyoal pakaian yang akan dipakai pada sebuah acara bersama. Ketika dia menghampiri dengan penyebab gerutuannya itu di badan, mau tidak mau saya pun melongo sebelum kemudian tergelak berderai.
http://ul.fcpe.rueil.free.fr
Baju yang didesain bagus untuk ukuran tubuh tertentu, menjadi lucu di tubuhnya. Ah...wajarkalau teman saya menggerutu. Baju yang di saat sekarang kerap didesain tidak sekedar sebagai pelindung tubuh namun juga sebagai penunjang penampilan. Memakai baju itu, teman saya terlihat tenggelam. ”Tidak cantik sama sekali”, istilahnya.

Ah, itu kan hanya sebuah persepsi. Cara pandang saja. Bila cara pandangnya digeser sedikit, mungkin akan terlihat berbeda. Ya, saya pun berpikir seperti itu. Persepsi. Sebuah anggapan tentang sesuatu. Sesuatu di kasus teman saya ini bernama cantik.


Cantik. Kata yang kerap dibicarakan dan dicari orang. Tidak terbatas gender, laki-laki atau perempuan.

Bila ditanya cantik itu apa, Kira-kira bagaimanakah jawaban kita ?

Cantik itu ... Ah, akan banyak ragam jawaban muncul pastinya.

Bila cantik ditanyakan kepada orang-orang di eropa jaman pertengahan dulu, akan dijawab bahwa cantik itu wanita yang gemuk dan mampu memberikan keturunan (reproduksi)

Bila cantik ditanyakan kepada orang-orang suku Dayak Kalimantan dulu, cantik adalah wanita yang memakai banyak anting di telinganya sampai telinga itu memanjang ke bawah.

Bila cantik itu ditanyakan kepada suku Kayan di Burma dan Thailand, maka perempuan dengan leher panjang (bukan jenjang) dipenuhi gelang adalah yang cantik.

Bila cantik ditanyakan kepada orang Indonesia sekarang maka akan dijawab bertubuh ramping, berkulit putih bersih, berwajah indo (atau arab?), wajahnya halus dan karena halusnya, lalat pun akan terpeleset bila hinggap, berhidung mancung dengan tulang pipi menonjol serta kaki jenjang berhak tinggi.

Yang hitam dan pesek apalagi kumal dan bulat, sudah pasti tidak cantik alias tidak dilirik hehehehehe. Padahal jenis ini adalah ras asli Indonesia. Maka ada kecenderungan orang Indonesia sekarang berusaha memutihkan kulit yang sebenarnya gelap itu.

Masih banyak persepsi berbeda akan cantik ini.

Sekarang ini, kecanggihan teknologi membuat persepsi semua orang akhirnya ’hampir sama’ tentang standar cantik. Cantik yang dimunculkan oleh segelintir kecil orang yang mencari kesempatan menjual produknya namun mampu mempengaruhi dan menyeragamkan pikiran. Melalui doktrinasi media dan iklan akan standar minimal cantik yang bertubi-tubi setiap hari membuat hampir semua orang mempersepsikan standar cantik yang sama sekarang.

Ah, cantik. Cantik itu menggoda. Cantik itu mempesona. Cantik itu tak terlupakan. Cantik itu menyenangkan. Cantik itu melancarkan urusan. Cantik itu dicinta. Cantik itu nyaman.  Cantik itu  kekuasaan. Cantik itu terlihat.

Meski Eka Kurniawan mengatakan cantik itu luka, namun cantik tetaplah diminati dan dicari. Cantik itu menyiksa. Cantik itu tidak gratis. Cantik itu repot. Ya, namun mengapa banyak orang rela untuk repot, tersiksa, dan mengeluarkan uang untuk dapat cantik ?

Sebab sekarang ini, kita lebih menekankan pada cantik yang kelihatan. Ragam masyarakat yang memang ’hanya melihat’ cantik luar membuat orang pun mengejar yang kelihatan. Palsu atau sementara itu beda urusan, yang penting cantik, mungkin semboyannya seperti itu.


Sebagai contoh, bila pergi ke pusat perbelanjaan saja. Saya kerap iseng mengamati mbak-mbak yang menawarkan contoh parfum. Mereka selalu berusaha memberikan contoh produknya kepada pengunjung yang 'kinclong' alias cantik. Diberikan bonus dengan senyuman pula. Pengunjung yang kumal, hitam, bulat, aduh lewat saja. Dicueki. Jangankan contoh produk, dilihat saja tidak hehehehehehe. Hanya 1 contoh. 

Ah, cantik. Cantik itu. Apakah seperti itu yang kita cari ? Seperti teman saya tadi, dia merasa bukannya ingin cantik yang dilihat atau apa. Namun karena dia merasa tak nyaman dengan baju yang tak membuatnya cantik itu. Padahal kita adalah kita, cantik dan mempersona di hadapan Yang Mencipta.  











No comments:

Post a Comment