Pages

Thursday 5 May 2011

Savoir-vivre à la Table dan Prosme

Kesopanan di meja makan untuk beberapa orang dianggap tidak perlu. Namun sebenarnya untuk memudahkan seorang individu dalam pergaulan, seyogyanya mulai dikenalkan sejak masih anak-anak. Bagaimana pun, kebiasaan seseorang dibangun sejak dia tumbuh berkembang di masa kecil sampai dewasa. Kebiasaan yang akan mengurat akar menjadi sebuah kebiasaan yang saat dewasa kelak akan membentuk karakternya dan sulit untuk diubah.

Alhamdulillah, lezat sekali.

Di sekolah saya, setiap satu term atau tiga bulan sekali, ada program memasak bersama (prosme) untuk anak-anak. Biasanya saya akan mengundang salah satu wali murid untuk menjadi guru tamu. Salah satu wujud peran serta orang tua di sekolah hehehe. Guru tamu inilah yang akan menjelaskan sekaligus memasak bersama anak-anak.


Murid saya selalu bersemangat bila ada acara prosme.  Mereka bergaya layaknya koki profesional dengan celemeknya masing-masing. Belajar memegang pisau dan mengiris, memasukkan bahan ke dalam panci, mengaduk bahan dalam panci di atas kompor, menuang adonan adalah pengalaman yang mengesankan meskipun pada awalnya mereka terlihat cukup ragu melakukannya sebab tidak biasa.

Pada kegiatan ini, acara diskusi dengan diselipi acara incip dan membaui pasti terjadi. Sebagai contoh saat prosme memasak kolak pisang, murid-murid melihat langsung bagaimana warna, tekstur, dan bau daun pandang yang wangi. Mencicipi manisnya gula dan asinnya garam. Banyak komentar lucu dan mengejutkan pula muncul dari mereka. Sebagai contoh ketika mencium bau daun pandan, seorang murid saya mengatakan baunya lebih wangi daripada parfumnya mama sebab daun pandan itu ciptaan Allah.  Atau ketika melihat bentuk makaroni yang keriting, seorang anak mengatakan kalau makaroninya tidak dihair-dryer. Wah, komentar yang khas anak-anak seka li bukan ?

Usai kegiatan memasak bersama, kegiatan selanjutnya adalah makan bersama. Mencuci tangan disusul menata meja masing-masing dengan meletakkan alas makan di atas meja, menyusun tatanan kotak bekal, dan botol minum. Peraturan di meja makan pun mulai dikenalkan. Makan diawali dengan berdoa, kemudian menikmati makanan di meja dengan mengunyahnya pelan-pelan, tidak sambil berbicara, atau bahkan jalan-jalan. Ucapan yang dikatakan di meja makan pun dibiasakan bukan ucapan yang bisa merusak selera makan, semisal bila ada anak yang ingin buang air kecil, ijinnya pun ’bu, saya ijin ke belakang’.
pasukan koki cilik


Di sisi lain, pada tiga bulan pertama di kelas satu sekolah dasar, mengajarkan pula kemandirian di meja makan. Bagaimana memegang sendok dengan benar, dan makan tidak berceceran serta mengunyah dengan mulut tertutup. Ribet ya sepertinya ? Memang menanamkan sebuah kebiasaan bagai menanam sebuah tunas muda, repot di depan namun pasti akan menyenangkan di belakangnya. Untuk anak kelas satu sekolah dasar, berdasarkan pengalaman yang saya alami, tiga bulan pertama di kelas satu memang untuk menanamkan pembiasaan dan mereka akan berjalan sesuai dengan aturan yang sudah mereka kuasai kemudian.

Bagaimana pun, pembelajaran yang dilakukan akan sangat mengesankan untuk anak-anak dan diingat terus daripada hanya menghafal dan mendengar. Semua anak sama. Tidak membedakan warna kulit atau kondisi finansial. Mereka perlu bimbingan dan pengarahan. Bila dibiasakan sejak kecil bersikap yang sesuai, mereka pun akan terbiasa dengan sopan-santun tersebut dimanapun berada.

Kita pasti akan tersenyum bahagia bila melihat anak-anak kita berkembang menjadi individu bertanggung jawab sejak usia belia. Tahu meletakkan sampah bungkus makanan dimana, tahu tata cara makan dengan tenang dan duduk di kursi, kemudian secara mandiri meletakkan barang-barang yang telah digunakan pada tempatnya, otomatis berkata tolong saat meminta bantuan atau terima kasih kepada yang membantu, terbiasa memakan makanan seperlunya tidak aji mumpung  ada lalu bisa mengambil banyak-banyak ketika di meja makan jamuan. 

No comments:

Post a Comment