Pages

Monday 2 May 2011

Pendidik Itu Bernama Ibu dan Ayah (selamat hari pendidikan nasional)

Terima kasih Bu Erna, sudah mengajariku selama ini. Menceritakan tentang piramid dan  tumbuhan gurun  tangguh  bernama kaktus juga tentang manusia yang ke bulan pertama kali.
@curtharding.com
Itulah isi surat yang ditulis kepada saya oleh salah seorang murid yang akan pindah sekolah. Cukup menyentuh. Tidak menyangka kalau apa yang saya ceritakan di kelas memiliki kesan tersendiri padanya. Diingatnya pula. Seorang murid yang baru saja menyelesaikan masa belajarnya di kelas 1 sekolah dasar. 


Semasa menjadi murid saya, dia adalah anak yang pendiam namun menyenangkan. Sangat tenang dan tak mudah mengeluh.
Pernah suatu kali, ac di kelas saya tidak berfungsi. Otomatis kelas yang dirancang tanpa memiliki jendela tempat keluar masuk angin ini (hanya ada jendela kaca yang tidak bisa ditutup buka) sangat panas. Keringat bercucuran di badan semua murid. Hampir semua anak mengeluh panas kecuali murid ini. Dengan tenang dia mengelap peluh yang bercucuran di wajahnya. Saya yang diam-diam mengamati terkesan dengan ketenangannya ini.

Saya percaya pendidikan awallah yang membentuk karakter seorang anak. Pendidikan awal yang mereka terima dari orang yang paling dekat. Ibu dan ayah. Kedua orang inilah yang mengenalkan mereka tentang dunia luar. Mengajari, memberi contoh, mengawasi, mengingatkan, dan melindungi. Menjadi panutan  bersikap di usia pertumbuhan mereka.


Bagaimana warna seorang anak, tergantung dari bagaimana warna orang tuanya. Bagaimana orang tuanya mengasuh dan mendidiknya. Seperti murid saya tadi. Saya mengenal orang tuanya sebagai pribadi yang menarik. Dalam mendidik anak-anaknya, mereka menekankan pada pembelajaran langsung. Mengenalkan akan banyak hal yang enak dan tidak enak sekaligus mempelajari cara menyikapinya di kehidupan sehari-hari. Sebab bagi mereka, hidup itu tidak berasa coklat saja, namun ada asam pahitnya.

Murid saya yang lain adalah pengamat sekaligus pencerita. Dia mampu menulis hasil pengamatannya cukup bagus dan detail. Kemampuannya ini ternyata dia dapatkan karena kebiasaan yang ditanamkan ibunya sejak dia bisa menulis. Menulis buku diary. Menceritakan apa yang dialaminya setiap hari. Sehingga dia biasa mengamati peristiwa yang ada di sekitarnya.

Ada juga murid saya yang sangat pandai menyusun file pribadinya. Di kelas, semua pekerjaan murid, saya kumpul dan dokumentasikan dalam sebuah map dengan label nama mereka masing-masing. Ada saat dimana saya mengajari mereka memasukkan lembar kerja ke dalam plastik map. Biasanya murid kelas 1 sekolah dasar cukup kesulitan. Namun berbeda dengan murid saya ini. Dia cukup terampil dan cekatan dengan tugasnya. Rapi pula. Ternyata di rumah, dia biasa ikut membantu ayah dan ibunya yang menjadi dokter,memasukkan dokumen dalam map.

Selain contoh diatas, saya pun pernah memiliki seorang murid yang hanya mengerti bermain dan bermain. Kosakatanya pun terbatas. Menyebutkan namanya saja (yang kebetulan namanya sedikit berbau rusia, memakai banyak huruf v) dia mengalami kesulitan. Saat aktivitas mewarnai, yang dipilihnya hanya satu warna yaitu jingga. Dia akan mewarnai gambar yang ada dengan warna jingga semua.

Ketika saya berkunjung ke rumahnya, saya tidak bertemu orang tuanya. Saya hanya bertemu pembantunya. Ayahnya bekerja dan ibunya berbelanja bersama teman-temannya. Kegiatan murid saya sehari-hari dengan hanya ditemani pembantu adalah bermain dan bermain. Namun bermain yang tidak terarah. Saya katakan tidak terarah sebab dia tidak mengerti cara bermainnya. Seperti bermain robot, yang dilakukannya adalah membenturkan robot itu ke dinding sebab berimajinasi robot itu musuhnya.

Saat haus, dia mengatakan cu kepada mbak pembantu, dan tanpa banyak komentar, si mbak mengambilkan. Tidak ada usaha memperbaiki kosakatanya dengan mengatakan oh, mau minum susu. Saya menjadi paham mengapa murid saya ini sangat sulit menjelaskan isi pikirannya. Kosakatanya terbatas. Bagaimanapun, seorang anak pada usia awal adalah seorang peniru. Meniru apapun tanpa pandang bulu dan berpikir itu benar atau salah. Tugas para dewasalah membimbingnya.

Di sini jelas terlihat bagaimana besarnya  pengaruh dari pola asuh orang tua pada perkembangan anak-anaknya. Orang tualah sebenarnya para pendidik itu.  Para pendidik awal bagi generasi muda. Guru adalah elemen pendukung dalam mendidik mereka. Meneruskan apa yang sudah dirintis para pendidik sebelumnya. Ibu ayah.


Lho, para orang tua kan tidak semuanya guru dan lulusan dari kampus ilmu kependidikan ? Jadi wajar dong kalau kadang tidak tahu.

Menjadi pendidik itu bukan masalah darimana asal pendidikan kita atau setinggi apa kita bersekolah. Menjadi pendidik tidak pula memerlukan akta empat. Menjadi pendidik cukup dengan memiliki jiwa pendidik. Kerelaan untuk menjadi contoh bagi anak-anak. Kerelaan bersikap dewasa dan bijak terhadap sikap anak-anak. Mengarahkannya ketika mereka melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Bukannya bersaing gaya dengan anak-anak atau bahkan meniru mereka. 

No comments:

Post a Comment