Pages

Saturday 21 May 2011

Bersediakah Kita Terlihat Bodoh ?


Setiap hari Sabtu pukul 10.30 WIB, di sekolah saya ada pembinaan membaca Al Qur’an untuk pengajarnya. Belajar kembali bagaimana membaca kitab dengan benar. Bukan sekedar membaca dan bisa, namun membaca secara tartil, dengan memperhatikan segala aturannya seperti adanya tanda mat thobi’i, idhar, qolqolah dan sejenisnya.
@faculty.fairfield.edu
Hampir mirip seperti para peserta didik laiknya. Perasaan ketika harus membaca ayat per ayat pun deg-degan. Semua diharuskan membaca bergantian. Yang lancar membaca dan telah hafal juz 30 saja masih ada keliru dalam bacaannya, bagaimana dengan saya ? Saya yang memang hanya sekedar bisa membaca ini. Banyak perbaikan di sana-sini tentunya.


Untunglah bapak ustad pengajar tipe orang yang bijak sehingga meskipun mendapati ada muridnya yang kedodoran dalam bacaannya, beliau hanya tersenyum dan memberi masukan yang membangun tanpa  terjadi adegan pembunuhan karakter. Hm...senangnya. Menjadikan tidak ada rasa enggan untuk belajar membaca Al Qur’an lagi.

Belajar lagi. Terdengar agak aneh. Apalagi untuk para pengajar di sebuah sekolah swasta Islam. Belajar membaca Al Qur’an lagi. Apakah tidak ada kekhawatiran kalau kredibilitas sebagai pengajar jatuh ?

Saya dengan mantap akan menjawab tidak. Semangat belajar malah haruslah kita pelihara dan kembangkan sampai akhir hayat. Belajar di sini pun tidak terbatas hanya belajar yang akhirnya mendapatkan titel.  Belajar untuk apapun. Belajar menjadi pengajar mutakhir, belajar menjadi orang tua cerdas, belajar menjadi ibu hebat, belajar menjadi pemimpin bijak, belajar menghargai sesama ciptaan Tuhan, belajar memasak, belajar menjahit, dan belajar-belajar yang lainnya.

Saya yakin banyak dari kita yang bila ditanya apakah ingin belajar dan mengembangkan diri lagi, akan menjawab ingin. Namun mengapa sedikit orang yang mau bersusah-susah untuk belajar lagi bila ada kesempatan. Beragam alasan akan bermunculan mulai dari sudah tidak ada waktu lagi, capai, anak di rumah rewel, sudah tua jadi susah kalau harus berpikir yang berat-berat, pusing, selepas kerja harusnya bersantai bukannya mengkerutkan dahi lagi  dan sederet lainnya.

Mengapa hal itu bisa terjadi ? Sebab banyak di kita yang telah merasa pandai dan enggan terlihat ’bodoh’. Terlihat ’bodoh’ akan sangat memalukan. Kerap masyarakat kita memaknai orang-orang ini sebagai orang kampung, udik, ndeso.

Masak lulusan universitas mentereng negeri ini terlihat ’bodoh’ ? Ya pastilah gengsi, haruslah terlihat cerdas dan tahu segalanya. Sarjana je ! Yang beranggapan seperti itu pastilah belum berkenalan dengan Gardner dengan kecerdasan majemuknya.

Padahal bila memiliki niat untuk belajar, orang haruslah rela terlihat ’bodoh’. Bodoh yang kemudian berproses dalam bentuk mempelajari ilmu yang dicari. Bodoh yang seperti ini, saya rasa tidaklah berdosa. Berbeda dengan definisi bodoh yang memang sudah diam tak ada usaha untuk tahu atau malah yang sudah merasa tahu namun sebenarnya tidak tahu.

Sekarang, maukah kita terlihat bodoh untuk kemudian mahir dalam sesuatu ?  

5 comments:

  1. belajar tanpa kenal kata akhir. Semangat!!

    ReplyDelete
  2. Berproses itu melelahkan...dan 'Simsalabim" itu lebih mengenakkan. Dan batasan belajar adalah kematian.

    ReplyDelete
  3. Mattahari, hehehehehe

    SM, benar.Kerja langsung terlihat hasilnya tak lama kemudian. Namun Tuhan pun tak menciptakan bumi langsung bisa ditinggali dan pohon tak langsung berbuah atau manusia langsung beregenerasi kan ?

    ReplyDelete
  4. aku mau!!!!!

    ReplyDelete