Pages

Wednesday 27 April 2011

You Can if You Think You Can dan Multiple Intelligence


Salah seorang murid saya mengatakan kalau ada temannya yang menangis. Saat itu sedang pelajaran olah raga. Saya tanya pada yang menangis apa yang membuatnya sedih. Murid saya menjawab kalau dikatakan larinya lambat oleh beberapa temannya.

brainconnection.positscience.com
Usai berolah raga, saya mengadakan morning meeting (istilah saya untuk diskusi di kelas). Bahasannya adalah ’kasus’ di saat pelajaran olah raga tadi. Saya memulai pertemuan itu dengan sebuah pertanyaan ; Apakah benar ada yang mengatakan lambat berlari kepada teman yang lain. Beberapa anak mengangguk. Mereka jengkel sebab setiap kali ’anak yang menangis’ tadi masuk dalam kelompok, kelompok itu selalu kalah karena larinya yang pelan. Alasan yang masuk akal untuk jengkel, namun tidak kemudian memberi tiket untuk mengolok.

Saya kemudian bercerita tentang kisah Ikan dan Burung Merpati. Saat itu, burung merpati yang terluka jatuh ke sungai dan hanyut. Untunglah ada Ikan yang menolongnya dan membawanya ke tepi sungai. Di tepi sungai, Si Ikan mengobati luka-luka Burung Merpati dengan lumpur yang ada di sungai. Setelah beberapa hari. Si Ikan merawatnya dengan sabar sampai Burung Merpati sembuh. Burung Merpati sangat berterima kasih kepada Ikan sehingga menawarkan membawa Ikan terbang berkeliling melihat pemandangan di luar sungai. Ikan senang sekali. Ikan bisa melihat pemandangan selain sungai berkat Burung Merpati.

Tema pembicaraan bergeser kepada masalah kemampuan setiap anak. Saya bertanya kepada murid-murid saya siapa saja yang bisa membaca lancar. Hampir semua anak mengangkat tangan. Siapa yang bisa penjumlahan sampai seratus. Hampir semua anak juga mengangkat tangan. Siapa yang sudah bisa meluncur di kolam dalam. Hanya dua anak yang angkat tangan. Siapa yang larinya cepat. Beberapa anak angkat tangan. Siapa yang suka menari. Siapa yang suka menyusun puzzle. Banyak pertanyaan saya lontarkan dan yang angkat tangan tidak semua anak. "Mengapa Bu Erna kemampuan kita beda-beda ?" tanya murid saya.

Karena kemampuan kita itu tidak sama. Berbeda-beda. Ada anak yang sangat mahir berhitung, ada yang pandai menulis cerita, ada yang rapi sekali mengguntingnya, ada yang cepat larinya, ada yang suka sekali menolong dan masih banyak lagi. Saya sebut keistimewaan semua murid saya yang tujuh belas anak itu satu per satu. Setiap saya menunjukkan keistimewaannya, selalu ada senyum merekah muncul pada anak yang disebut. Di akhir saya menyebut keistimewaan semua murid, tepuk tangan terdengar.

Proses ini selain mengenalkan kepada anak akan kemampuan yang bermacam-macam, sekaligus mengenalkan toleransi terhadap kemampuan orang lain. Setiap orang memiliki kelemahan namun juga kelebihan. Tidak perlu mengejek ketika melihat kelemahan orang lain.

Di sisi lain, menemutunjukkan pada anak kalau mereka bisa mempelajari apapun namun bukan berarti bisa melakukan apapun saya rasa perlu. Mengarahkan mereka untuk berpikir realistis akan sesuatu. Semua bisa dipelajari memang benar adanya. Hanya saja untuk hasil belajar dan kemampuan setiap orang berbeda. Kita perlu pahami bersama bahwa tugas kita adalah mengaktualisasi diri dan memaknai hidup sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Sang Pencipta sengaja menciptakan kita berbeda-beda kemampuannya sangat mungkin menginginkan kita untuk saling tolong menolong dengan yang lainnya, saling melengkapi dengan kelebihan masing-masing. Andai semua orang bisa melakukan apapun yang diinginkannya, akan seperti apakah warna bumi ini ? Gardner sangat cerdas dengan teori kecerdasan majemuknya.

No comments:

Post a Comment