Pages

Monday 25 April 2011

Mengapa Tidak Boleh ? Itu kan hak kami ?


Itulah satu kalimat yang muncul di murid-murid  ketika mereka tidak diijinkan bermain namun disarankan untuk membaca buku oleh seorang guru yang kebetulan menggantikan saya mengajar. Ketika itu saya ’absen’ berinteraksi dengan mereka karena mendapat tugas keluar.

Bu guru yang ’diprotes’ sedikit terkejut. Tidak menyangka akan mendapatkan ’penolakan’. Murid kelas 1 biasanya menurut saja dengan semua kata gurunya. Namun ternyata tidak untuk murid saya. Murid-murid saya memang cukup ekspresif dalam menyampaikan pendapat. Di kelas, saya membiasakan mereka berpendapat mengeluarkan isi pikirannya, baik secara lisan maupun tulisan meskipun tetap ada aturan mainnya. Hal tersebut yang membuat mereka terbiasa mengungkapkan isi hatinya lebih mudah.

Apalagi setelah mereka mengetahui tentang hak bermain yang harus diberikan. Setiap istirahat setelah selesai memakan bekal pagi (sekitar pukul sembilan), mereka selalu bertanya bolehkah bermain. Sebisa mungkin saya ijinkan. Banyak aktivitas yang mereka lakuka, menyusun balok, puzzle, bermain mobil-mobilan kayu,  membaca buku, atau sekedar berbicara dengan temannya.

Di saat-saat itu, kerap saya mengadakan pula pengamatan tentang perkembangan pribadi mereka dan kemampuannya dalam bersosialisasi dengan teman yang lain. Oya, kebetulan untuk kelas satu, waktu beristirahat mereka tetap berada di dalam kelas sehingga memungkinkan saya mengawasinya. Dari pengamatan inilah saya mengenal mereka dari sisi yang lain. Hal ini sangat membantu saya dalam menyikapi kejadian di dalam kelas berkenaan dengan mereka terutama ketika berselisih dengan temannya.

Bermain, bagaimanapun adalah kebutuhan anak-anak. Bukan saja kelas satu saya rasa sebab setiap jam istirahat, semua anak mulai kelas satu sampai kelas enam sekolah dasar seakan tidak ada lelahnya bermain, melakukan aktivitas yang mereka sukai baik bermain basket, bola, atau sekedar tebak-tebakan.
  
Ketersediaan waktu bermain buat anak pun membuat mereka lebih santai dan mudah memahami sesuatu dalam proses pembelajaran. Terutama anak-anak yang memiliki gaya belajar kinestetik.

Hampir semua murid saya memiliki gaya belajar ini sehingga setiap sepuluh menit, saya beri mereka waktu berjalan-jalan keluar dari bangkunya bila pelajarannya kebetulan menulis. Aktivitas belajar pun lebih saya titikberatkan pada kegiatan yang memungkinkan tubuh bergerak seperti menggunting, mencari benda, merangkai gambar, dan menempel. Hasilnya ? alhamdulillah, mereka adalah anak ceria yang bisa menyampaikan pendapatnya.



No comments:

Post a Comment