Belajar Itu Dilakukan

jam lucu anak

Berinteraksi dengan anak-anak usia 6 – 7 tahun membuat langit saya bertambah lebih luas. Seru, menyenangkan, menjengkelkan, lucu, menggemaskan dan aneka rasa berbaur setiap saat. Banyak pengetahuan baru pula yang saya dapatkan dari mereka. Meskipun saya guru mereka, namun saya pun sekaligus murid mereka juga. Dari merekalah saya belajar tentang anak-anak usia 6-7 tahun, murid kelas satu sekolah dasar.

Pemahaman mereka yang selalu memerlukan sebuah wujud nyata, bukan gambaran abstrak di angan-angan, ’memaksa’ saya untuk selalu mengkongkretkan apapun. Seperti menghitung benda sampai 10 misalnya. Untuk anak kelas 1, menghidung benda berarti ada benda yang harus dihitung, benda yang bisa dilihat, dipegang atau juga dibaui. Tidak bisa kemudian mereka harus membayangkan dalam angan-angan sambil berkomat-kamit menghitung.

Apalagi bila di kelas, seperti kelas saya, hampir semua anaknya memiliki gaya belajar kinestetik. Gaya belajar yang lebih mengutamakan belajar secara langsung (praktik) dan menggunakan indera ini membuat saya selalu mencari hal menarik dalam penyampaian materi dengan tidak mengesampingkan anak-anak yang bergaya belajar visual maupun auditori.

Kemarin, kelas saya belajar tentang jam. Setelah belajar dengan menunjukkan arah jarum panjang dan pendeknya dengan jam peraga, anak-anak membuat proyek membuat jam lucu dari kertas asturo dan piring sterofoam. Astusiasme mereka jelas terlihat. Apalagi mereka bebas berkreasi dengan desain jamnya. Saya perhatikan bagaimana mereka dengan cukup cekatan menggunting dan menempel. Tidak ada yang berlarian. Semua sibuk.

Ketika selesai, banyak dari murid saya yang mengatakan suka dan ingin jamnya dibawa pulang untuk diperlihatkan kepada orang tuanya. Mereka pun dapat mengerti membaca jarum jam dengan lebih mudah. Belajar menyenangkan akan membuat anak lebih mudah memahami apa yang dipelajari. Apalagi kalau belajar itu dilakukan, bukan hanya dihafalkan. Anak akan mengingat lebih lama.