Pages

Tuesday 5 April 2011

Bandung Bondowoso Juga Tidak Instant

secangkir kopi
Di kelas tadi, murid-murid saya tampil untuk berpuisi di depan teman-temannya yang lain. Saya atur sebuah panggung dari karpet yang ada di kelas. Satu anak akan membacakan puisi dan yang lain berperan sebagai penonton yang melihat dan mengapresiasi temannya. Sebelum maju ke ’panggung’, saya beri contoh dan waktu kepada mereka untuk mempelajari puisi yang akan dibacakan lengkap dengan gayanya. Gaya bebas hasil kreasi mereka. Cukup seru memperhatikan mereka berlatih. Ada yang memainkan tangan, bergerak maju-mundur, berkacak pinggang, atau jongkok berdiri yang entah apa maksudnya. 

Namun latihan dan kenyataan di panggung sangatlah jauh berbeda. Murid-murid saya yang seru saat berlatih, jadi mati kutu saat tampil. Demam panggung biasanya kita mengumpamakannya. Banyak suara yang hilang tiba-tiba, atau malah gemetar dan terdiam cukup lama. Ada murid saya yang minta pula maju paling akhir.

Di akhir pertunjukkan tersebut, kami berdiskusi tentang perasaan yang dirasakan. Banyak yang mengatakan malu, gugup, takut, juga grogi. Kami kemudian berdiskusi tentang perasaan itu dengan keberanian di panggung. Menemukan simpulan bahwa berani dan percaya diri itu perlu latihan. Tidak datang tiba-tiba. Perlu waktu untuk jadi berani.

Seperti hujan, kata saya mencontohkan siklus terjadinya hujan dalam kasus ini. Bagaimana hujan memang turun dari langit, namun sebelumnya ada matahari yang memanaskan laut dan sungai sehingga menjadikan airnya menguap menjadi awan sedikit demi sedikit lalu ketika sudah banyak, berubah menjadi mendung yang turun kembali ke bumi dalam bentuk hujan.

”Tapi ada lho Bu orang sakti yang bisa membangun candi hanya dalam semalam.” Ada murid saya yang berkata dan ternyata ia telah tahu kisah Bandung Bondowoso. Saya lalu menjelaskan bahwa itu hanya dongeng, bukan sebenarnya. Saya katakan pula, meskipun dongeng, Si Bandung Bondowoso ternyata juga gagal melakukan sesuatu dalam sekejap atau instant. Dia tidak berhasil membangun seribu candi seperti yang diminta.

Perlu ditanamkan pengertian sejak dini kepada generasi muda sebenarnya bahwa keberhasilan hanya akan bisa diraih dengan kerja keras, latihan, dan perlu waktu. Bukan sekejapan. Bukan instant. Kita semua tahu bagaimana gaya hidup sekarang yang memiliki kecenderungan menginginkan semua terwujud dalam kejapan mata saja, entah bagaimana caranya. Maka yang terjadi adalah tingkat kriminalitas semakin tinggi, orang ingin cepat kaya dengan menipu, korupsi, merampok, atau juga menjual diri.






4 comments:

  1. seep.....tulisan yang cantik, aku jadi suka membacanya

    ReplyDelete
  2. hm...judul yang menarik. Memang lebih cepat itu lebih baik, tapi kalau terlalu cepat alias instant ya jadinya gak baik. Terus menulis ya...

    ReplyDelete
  3. Anggie, terima kasih ya dukungannya.

    ReplyDelete
  4. Kaki Tangan Mata, hanya mencoba menulis yang ada di dalam kepala :-)

    ReplyDelete